Mongabay.co.id

Inilah Babi Berjanggut, Si Penjelajah Hutan yang Tak Kenal Lelah

Babi berjanggut. Foto: Wikipedia/Art G. from Willow Grove, PA, USA/Creative Commons Atribusi 2.0 Generik

 

 

Hewan berjanggut atau berjenggot bukan hanya kambing, ada juga dari spesies babi. Namanya babi berjanggut [Sus barbatus].

Disebut babi berjanggut karena jenis ini memiliki bulu [rambut] melengkung menyerupai janggut, menutupi pipi dan rahang bawahnya.

Berdasarkan penelitian Matthew S Luskin [The University of Queesland, Australia] dan Alison Ke [The University of California] berjudul “Bearded Pig Sus barbatus [Müller, 1838]” pada Januari 2017 diketahui ada dua subspesies babi berjanggut di Indonesia.

Sus barbatus barbatus berada di Pulau Kalimantan termasuk bagian Brunei dan Malaysia, serta Sus barbatus oi di Sumatera mulai Bangka, Kepulauan Riau dan Sumatera bagian Selatan.

“Kedua subspesies dibedakan berdasarkan rentangnya: S. barbatus oi berasal dari Sumatera dan S. barbatus barbatus merupakan endemik Semenanjung Malaysia dan Kalimantan, serta pulau-pulau dekat pantai Kalimantan hingga Pulau Sibutu,” tulis Matthew S Luskin dan Alison Ke.

Secara historis, babi berjanggut ditemukan di banyak pulau dekat pantai di semua wilayah. Analisis filogenetik dan morfologi menunjukkan, pemisahan genetik yang signifikan tetap ada tetapi tidak lengkap antara dua subspesies tersebut.

“Batas jangkauan distribusi kedua subspesies, misalnya babi berjanggut di Bangka dan Palang Bintang di Kepulauan Riau, tidak jelas termasuk dalam salah satu subspesies yang mana.”

Baca: Mengapa Satwa Endemik Sulawesi Ini Bernama Babirusa?

 

Babi berjanggut yang terpantau di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah. Foto: Dok. BTN Sebangau

 

Hal ini, menurut kedua peneliti tersebut, tidak mengherankan mengingat pemisahan pulau-pulau dulu [sekitar 10.000 tahun sejak periode glasial terakhir] babi berjanggut bisa berenang jarak jauh, termasuk di laut terbuka.

“Kemungkinan juga, babi berjanggut secara berkala melintasi Selat Malaka yang memisahkan Semenanjung Malaysia dan Singapura dari Sumatera [lebih kurang sejauh 50 km], sehingga membatasi diferensiasi populasi Sumatera dan keberadaannya yang hybrid di Kepulauan Riau,” tulis mereka.

Namun, lanjut mereka, hilangnya hutan secara luas di wilayah pesisir timur laut Sumatera dan barat daya Semenanjung Malaysia sekarang ini, secara signifikan mengurangi kemungkinan penyeberangan tersebut.

Matthew S Luskin dan Alison Ke juga mengungkapkan rasa penasarannya mengapa S. barbatus oi sama sekali tidak ada di hutan luas di Gunung Leuser dan Ulu Masen. Babi berjanggut ini juga tidak pernah didokumentasikan di utara Kota Pinang [sepanjang perbatasan utara Provinsi Riau].

Baca: Babi Hutan di Asia Tenggara Kini Menghadapi Wabah Demam Babi Afrika yang Mematikan

 

Babi berjanggut yang biasanya aktif malam hari, terpantau bergererak siang hari di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah. Foto: Dok. BTN Sebangau

 

Tubuh besar

Babi berjanggut ini, dikutip dari Greeners, memiliki tubuh besar. Bobot normalnya sekitar 120 hingga 200 kilogram. Panjang tubuh jantan antara 137 hingga 152 sentimeter, sementara betina lebih kecil, sekitar 122 hingga 148 sentimeter.

Warna kulitnya, saat masih muda, tampak kehitaman. Warna ini akan makin pudar seiring bertambahnya usia, hingga nantinya warna itu tampak campuran warna abu-abu, kuning atau putih.

Janggutnya juga akan tumbuh lebih panjang seiring bertambahnya usia, dan pada jantan terlihta lebih lebat.

Habitatnya mendiami hutan hujan tropis dari semua ketinggian dan tipe hutan, dan dengan mudah bertahan di hutan yang rusak atau ditebang. Hidupnya berpindah, terus bergerak tanpa lelah, mengikuti musim buah. Hewan ini juga memakan biji-bijian, umbi-umbian, dan satwa kecil yang hidup di tanah seperti ulat/cacing dan serangga.

Babi berjanggut juga diketahui mencari makan di daerah pertanian.

Baca juga: Bukit Batu Pasir Memukau dan Babi Berjanggut di Taman Nasional Bako

 

Babi berjanggut yang berada di Kebun Binatang San Diego, Amerika. Foto: Wikipedia/Art G. from Willow Grove, PA, USA/Creative Commons Atribusi 2.0 Generik/Free to share

 

Pentingnya hutan

Masyarakat Kalimantan, terutama masyarakat Dayak Merap dan Punan, secara tradisional masih memburu babi hutan, termasuk Sus barbatus yang masuk ladang. Namun, mereka tidak berburu untuk menghabisi, tetapi menangkap yang masuk wilayah pertanian mereka saja.

Dalam Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 2:1-13 [2004], berjudul “Persepsi Masyarakat Dayak Merap dan Punan tentang Pentingnya Hutan di Lansekap Hutan Tropis, Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur” yang ditulis Nining Liswanti dan kolega dijelaskan bahwa masyarakat tersebut selalu menghubungkan hutan dengan keseimbangan alam, dan kepercayaan spiritual. Hutan bagi mereka, selain menyediakan sumber daya dan lahan untuk berladang, juga merupakan tempat sakral untuk bersembunyi dari bahaya.

“Masyarakat lokal telah berupaya melakukan perlindungan hutan, yaitu melalui peraturan adat yang melarang untuk berladang atau mengambil sumber daya pokok di tempat tertentu agar hutan dapat digunakan beresinambungan,” tulis laporan itu.

Masyarakat dayak Merap dan Punan juga melarang mengganggu satwa dan tumbuhan di hutan karena memiliki fungsi khusus. Misalnya, pohon menggris [Koompasia sp.] yang memiliki sarang madu, burung rangkong [Buceros] dan monyet [Macaca], yang membantu menebar benih, pohon beringin [Ficus] yang buahnya sangat digemari burung. Aturan ini sudah ada di masyarakat sejak dulu dan dijalankan hingga kini melalui aturan adat.

 

Babirusa yang merupakan satwa endemik Sulawesi. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Rentan

Lembaga Konservasi Dunia IUCN, memasukkan babi berjanggut dalam status Rentan [VU], yang artinya jenis ini juga mengahadapi ancaman kepunahan.

Status ini sejak 2008, karena adanya penurunan populasi terus-menerus, hingga 30 persen dalam waktu 21 tahun. Penyebabnya adalah hilangnya habitat akibat eksploitasi dan perusakan hutan.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selain babi berjanggut, Indonesia memiliki beberapa jenis babi endemik lainnya. Ada babirusa [endemik Sulawesi], babirusa togean [Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah], babirusa buru [Pulau Buru, Mangoli, Taliabu Kepulauan Maluku], babi kutil [Pulau Bawean], serta babi sulawesi [Sulawesi, Flores, Nias dan Pulau Seram].

 

 

Exit mobile version