Mongabay.co.id

Mengapa SpaceX Membawa Beruang Air, Cumi-cumi, dan Kapas ke Luar Angkasa?

 

Misi resuplai kargo SpaceX ke-22 yang akan diluncurkan paling cepat 3 Juni 2021 ini, akan istimewa. Dalam kargonya, pesawat luar angkasa ini membawa material untuk penelitian ilmiah dan demonstrasi teknologi ke Stasiun Luar Angkasa Internasional [ISS] dari Kennedy Space Center NASA di Florida. Material itu adalah tardigrada, cumi-cumi, dan kapas.

Baca: Rahasia Tardigrada Sebagai Hewan Terkuat di Dunia Terungkap

 

Inilah Stasiun Luar Angkasa Internasional tujuan misi resuplai kargo SpaceX ke-22 yang akan diluncurkan Juni 2021. Foto: NASA/Johnson Space Center/Boeing

 

Tardigrada atau Beruang Air

Tardigrada adalah hewan mikroskopis hidup di air yang mampu bertahan di lingkungan sangat ekstrim, baik di bumi maupun di luar angkasa.

NASA mengatakan, para ilmuwan akan mempelajari tardigrada dengan harapan dapat mengidentifikasi gen spesifik yang membuat makhluk tersebut dapat beradaptasi dan hidup di lingkungan ekstrim sekalipun.

SpaceX juga akan membawa beberapa material penelitian lain, yakni kapas, serpihan jaringan, dan cumi-cumi untuk membantu para peneliti lebih memahami bagaimana pengaruh gaya berat mikro terhadap ketahanan tanaman, pembentukan batu ginjal dan hubungan simbiosis di antara hewan.

Semua penelitian ilmiah tersebut dimaksudkan untuk menemukan cara baru untuk ‘memperbaiki’ tubuh manusia, baik bagi astronot di luar angkasa maupun manusia di bumi.

Baca: “Beruang Air” Ini Bertahan Hidup di Luar Angkasa

 

Tardigrada, hewan mikroskopis yang mampu bertahan di lingkungan sangat ekstrim di bumi dan luar angkasa. Foto: Thomas Boothby, University of Wyoming

 

Cumi-cumi simbiotik dan mikroba dalam gaya berat mikro

NASA pernah meneliti efek penerbangan luar angkasa pada interaksi molekuler dan kimiawi yang menguntungkan antara mikroba dan hewan inangnya, dalam sebuah riset Understanding of Microgravity on Animal-Microbe Interactions [UMAMI]. Mikroba memainkan peran penting dalam perkembangan normal jaringan hewan dan menjaga kesehatan manusia.

“Hewan, termasuk manusia, bergantung pada mikroba untuk menjaga kesehatan pencernaan dan sistem kekebalan kita,” kata peneliti utama UMAMI, Jamie Foster dikutip dari NASA.

“Kami tidak sepenuhnya memahami bagaimana penerbangan luar angkasa mengubah interaksi yang menguntungkan ini. Eksperimen UMAMI menggunakan cumi-cumi bobtail yang mampu bersinar dalam gelap untuk mengatasi masalah penting pada kesehatan hewan,” lanjutnya.

Cumi-cumi bobtail [Euprymna scolopes] merupakan model hewan yang digunakan untuk mempelajari hubungan simbiosis antara dua spesies. Penelitian ini akan membantu menentukan apakah penerbangan luar angkasa akan mengubah hubungan saling menguntungkan, yang dapat mendukung pengembangan langkah-langkah perlindungan dan mitigasi, utamanya menjaga kesehatan astronot dalam misi luar angkasa jangka panjang.

Pekerjaan ini juga dapat mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang interaksi menguntungkan kompleks [simbiosis mutualisme] antara hewan dan mikroba.

Pengetahuan semacam itu dapat membantu mengidentifikasi cara untuk melindungi dan meningkatkan simbiosis keduanya demi kesehatan dan kesejahteraan manusia yang lebih baik di bumi.

Baca juga: Tidak Bergerak 7 Tahun, Salamander Ini Tetap Hidup

 

Cumi-cumi bobtail [Euprymna scolopes] yang dibawa ke luar angkasa untuk diteliti. Foto: Jamie S. Foster, University of Florida

 

Kapas

Sudah sejak lama, tanaman kapas coba ditumbuhkan di luar angkasa, mulai dari NASA hingga badan antariksa China terus melakukan ujicoba tersebut. Mengapa? Tanaman kapas dapat bertahan pada kondisi ekstrim, seperti kekeringan, dan justru menghasilkan serat kapas 20% lebih banyak saat di kondisi tersebut.

Resistensi terhadap tekanan tersebut, oleh para ilmuwan dikaitkan dengan peningkatan sistem akar yang dapat memanfaatkan volume tanah yang lebih besar untuk air dan nutrisi.

Penelitian NASA pada Targeting Improved Cotton Through On-orbit Cultivation [TICTOC] akan mempelajari bagaimana struktur sistem akar memengaruhi ketahanan tanaman, efisiensi penggunaan air, dan penyerapan karbon selama fase pembentukan bibit.

Pola pertumbuhan akar bergantung pada gravitasi, dan penelitian ini dapat membantu menentukan faktor lingkungan dan gen mana yang mengontrol perkembangan akar tanpa adanya gravitasi.

 

Kapas yang juga diteliti karena kemampuannya yang dapat bertahan pada kondisi ekstrim seperti kekeringan. Foto: Simon Gilroy, University of Wisconsin-Madison

 

Kapas digunakan dalam berbagai produk konsumen mulai dari pakaian hingga seprai dan filter kopi. Tetapi, efek produksinya mencakup penggunaan air yang signifikan dan penggunaan bahan kimia pertanian secara intensif.

“Kami berharap dapat mengungkap fitur pembentukan sistem akar untuk meningkatkan karakteristik seperti ketahanan terhadap kekeringan atau serapan hara. Keduanya merupakan faktor kunci dalam dampak lingkungan pada pertanian moderen,” kata peneliti utama TICTOC Simon Gilroy, dikutip dari Daily Mail.

Pemahaman yang lebih baik tentang sistem akar kapas dan ekspresi gen terkait, dapat memungkinkan pengembangan tanaman kapas yang lebih kuat dan mengurangi penggunaan air dan pestisida.

 

 

Exit mobile version