Mongabay.co.id

Sampah Belanja Online Naik Masa Pandemi, Bagaimana Pengelolaan?

Sampah plastik yang diimpor dari luar negeri. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Pola berbelanja Nawang M selama pandemi COVID-19 berubah. Perempuan 34 tahun ini memilih membeli keperluan melalui aplikasi e-commerce maupun pesan antar. Baik untuk pemenuhan rumah tangga, sekolah anak atau pun makanan sehari-hari.

“Biasanya kalau plastik pembungkus yang kotor dan bubble wrap, ya langsung buang karena gak bisa dipake lagi,” katanya.

Beberapa plastik masih bagus biasa dia gunakan lagi untuk sampah. Kardus dan botol plastik biasa dia simpan dan bawa ke tempat daur ulang.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, masyarakat di kota besar menghasilkan sampah sekitar 0,7 kilogram per hari. Sampah akan terus jadi persoalan klasik kala tidak ada upaya pengelolaan dan penanganan yang tepat.

Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga menyatakan, sampah plastik bertambah di tengah pembatasan sosial.

Transaksi belanja online yang berbentuk paket naik 62%, dan belanja layanan antar makanan siap saji naik 47%. Berdasarkan dari frekuensi, belanja online selama masa pandemi naik jadi 1-10 kali dari sebelumnya hanya 1-5 kali per bulan. Sampah banyak berupa plastik, bubble wrap dan selotip.

“Sekitar 96% paket belanja online ini gunakan sampah plastik,” kata Ujang Solihin, Kasubdit Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah Ditjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam webinar Pandemi COVID-19 dan Ekonomi Sirkular.

Meski demikian, jumlah sampah di TPA area mengalami peningkatan namun kondisi TPA Bantargebang menurun.

“Di TPA Bantargebang menurun, tetapi pola mirip sampah medis yang meningkat. Diduga ini karena aktivitas bisnis di Jakarta yang juga menurun selama pandemi,” katanya.

Penelitian LIPI juga menyebutkan, hanya separuh dari warga yang memilah sampah untuk di daur ulang. Bahkan, di Jabodetabek, jumlah sampah plastik dari bungkus paket mengungguli sampah plastik dari kemasan yang dibeli.

 

Baca juga: Buruknya Penanganan Sampah Medis Bisa Perparah Pandemi

Tim memilah sampah, mengelompokkan brand, dan menyortir bagian yang berbeda cara penanganannya. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

 Gaya hidup

Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun dan Berbahaya, KLHK menyebutkan, sampah akan terus jadi persoalan kalau tidak ada strategi tepat dalam penanganan dan pengelolaan.

Ada tiga fokus dalam mengatasi persoalan sampah, yakni, mengurangi timbulan sampah dengan mengubah gaya hidup, menerapkan pendekatan ekonomi sirkular dan melalui pendekatan teknologi, seperti pembangkit listrik tenaga sampah dan budidaya maggot atau serangga pengurai sampah.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tentang perilaku ketidakpedulian lingkungan hidup menunjukkan, 72% masyarakat masih tak peduli terhadap pengelolaan sampah. “Fakta ini menunjukkan pentingnya perubahan perilaku kehidupan masyarakat, di samping terus meningkatkan strategi dari aspek teknologi dan regulasi,” kata Vivien saat peluncuran film pendek “Bude Jo Belajar Kelola Sampah.”

Dia bilang, terobosan kampanye KLHK untuk edukasi masyarakat melalui platform digital Youtube dengan meluncurkan film pendek ‘Bude Jo Belajar Kelola Sampah.’ Pesan dari film ini mau mengajak masyarakat jadi aktor dalam penyelesaian persoalan sampah, baik penanganan maupun pengelolaan.

Vivien mengatakan, film ini juga menyampaikan pesan bank sampah berperan dalam ekonomi sirkular, bahkan bisa menghasilkan uang banyak. “Jadi, masyarakat mendapatkan contoh sampah itu pendekatannya bukan kumpul, angkut dan buang tetapi sumber ekonomi.”

Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan Sampah Ditjen PSLB3 KLHK mengatakan, dari data sistem pengolahan sampah nasional terlihat ada kecenderungan pengurangan sampah selama 2018-2020. “Ini menunjukkan, gerakan partisipasi publik sangat kuat dalam proses menyelesaikan persoalan sampah,” katanya.

Dia berharap, film pendek ini akan mendorong target pengurangan sampah lebih maksimal lagi untuk mencapai pengurangan sampah minimal 35% pada 2025. Film ini, katanya, bisa digunakan pemerintah daerah atau masyarakat sebagai bahan kampanye publik dalam penyelesaian sampah di Indonesia.

“Pengelolaan sampah yang baik dan benar tentu akan turut mengurangi emisi gas rumah kaca.”

 

*****

Foto utama:  Sampah beragam merek produk. Foto:Petrus Riski

Exit mobile version