Mongabay.co.id

Dijuluki Merpati Bermahkota, Burung Ini Hanya Ada di Papua

 

 

Tanah Papua memiliki beragam jenis burung endemik. Salah satunya adalah mambruk, yang telah dijadikan maskot Kota Manokwari, Ibu Kota Provinsi Papua Barat. Burung mambruk bentuknya menyerupai merpati namun memiliki mahkota mirip kipas.

Jenis ini dapat ditemui di hutan dataran rendah pada ketinggian 0 – 1.000 mdpl. Model hutan ini terdapat di seluruh wilayah Indonesia dan umumnya mengalami penurunan kualitas akibat berbagai ancaman, salah satunya alih fungsi hutan.

Di wilayah hutan dataran rendah, perburuan mambruk tidak dapat dihindari. Tujuannya bisa untuk kesenangan atau hobi, karena burung ini memiliki bentuk sangat indah, dan juga diburu untuk sumber kebutuhan protein hewani.

Mohammad Irham peneliti burung dari Lembaga Penelitian Indonesia [LIPI] menjelaskan, mambruk [Goura sp.] merupakan anggota dari keluarga Columbidae atau kelompok merpati-merpatian. Secara umum sebarannya berada di seluruh Pulau Papua [Indonesia dan Papua New Guinea], tidak termasuk pulau-pulau kecil, kecuali di Kepulauan Raja Ampat, Yapen, dan Biak. Mambruk juga merupakan satu-satunya jenis merpati yang berukuran besar [58-79 cm].

Burung ini sangat cantik dengan hiasan mahkotanya, mata merah dengan ‘topeng’ hitam serta bulunya yang abu-abu dan maron pada sayap, serta secara ekologi, jenis ini hanya mendiami wilayah Papua [Indonesia dan PNG].

Mambruk berkembang biak dengan cara bertelur. Setiap betina akan menghasilkan satu telur. Pada masa lalu, mambruk di Biak diburu warga untuk dijadikan makanan, atau ditangkap untuk dipelihara.

Baca: Mengenal Mambruk, Burung Endemik asal Papua

 

Mambruk victoria [Goura victoria]. Burung ini memiliki mahkota seperti kipas di kepalanya. Foto: Eko Rusdianto/Mongabay Indonesia

 

Di Indonesia, ada tiga jenis mambruk, yaitu mambruk ubiaat [Goura cristata], mambruk victoria [Goura victoria] dan mambruk selatan [Goura scheepmakeri]. Untuk membedakan jenis masing-masing individu, agak sulit jika hanya melihat penampakan morfologi luar. Melainkan harus dengan DNA sexing atau dibedah.

Menurut Mohammad Ihram, mambruk yang hidup dalam fasilitas buatan, seperti kebun binatang dapat mencapai 35 tahun atau lebih. Sebagai contoh, untuk jenis mambruk victoria di Rotterdam Zoo tercatat sampai usia 35 tahun. Beberapa pemelihara di Indonesia melaporkan memiliki burung ini lebih dari 40 tahun.

Untuk mencegah dari kepunahannya, pemerintah Indonesia telah menetapkannya sebagai satwa dilindungi dengan dicantumkannya jenis ini ke dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Baca: Tidak hanya Maleo, Waigeo juga Kaya akan Satwa Liar

 

Mambruk ubiaat. Foto: Dok. Maurits Kafiar/FFI-IP

 

Konservasi

Kegiatan konservasi mambruk dapat dilakukan secara in-situ [di dalam habitat alaminya], seperti melalui perlindungan jenis, pembinaan habitat, dan populasi, serta konservasi ex-situ [di luar habitat alaminya] antara lain melalui kegiatan penangkaran. Salah satu penangkaran yang berhasil mengembangbiakkan mambruk victoria adalah Mega Bird and Orchid Farm [MBOF] di Bogor, Jawa Barat.

Penjelasan di atas disebutkan dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Media Konservasi Vol. 17 Nomor 3, Desember 2012. Penelitian tersebut berjudul “Teknik Penangkaran dan Aktivitas Harian Mambruk Victoria di Mega Bird and Orchid Farm, Bogor, Jawa Barat” yang ditulis oleh Angga Prayana, Burhanuddi Masy’ud, dan Erna Suzanna. Menurut mereka, keberhasilan proses penangkaran burung mambruk hingga berkembang sangat baik dipengaruhi oleh keberhasilan dalam proses adaptasi, yakni upaya pengelola dalam melakukan penyesuaian burung dari alam dengan lingkungan penangkaran sebagai habitat barunya.

Di MBOF, usaha adaptasi yang dilakukan pengelola adalah dengan menempatkan burung mambruk yang baru datang di dalam satu kandang terpisah [karantina]. Langkah ini dilakukan untuk mencegah terjadinya stres. Secara bertahap burung diberikan pakan dan dipantau perkembangan adaptasinya. Apabila dipandang sudah terjadi adaptasi, yang ditunjukkan oleh meningkatnya konsumsi pakan, tidak lagi stres dan mulai terlihat tenang dan menempati atau memanfaatkan semua ruang kandang dalam keseluruhan aktivitas hariannya, maka burung selanjutnya dimasukkan ke kandang pemeliharaan hingga berkembang biak.

“Dari praktik manajemen adaptasi yang dilakukan, diketahui bahwa rata-rata lama masa adaptasi burung mambruk di kandang penangkaran berkisar 1-2 minggu,” tulis para peneliti.

Baca juga: Sejak 1974, Pari Gergaji Sentani Tidak Terlihat Lagi

 

Mambruk selatan. Foto: Wikimedia Commons/Luc Viatour/Lisensi Dokumentasi Bebas GNU

 

Sementara itu, peneliti senior dari Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan, salah satu yang membuat ancaman pada burung mambruk juga adalah karakter burung mambruk itu mudah percaya pada manusia, sehingga memudahkan burung ini untuk dipanah lalu dikonsumsi, atau ditangkap dan dijual sebagai hewan piaraan.

Menurutnya, mambruk atau merpati mahkota dimasa lampau oleh Belanda dijadikan nama maskapai di Papua hingga 1962 bernama de kroonduif, yang berarti merpati mahkota, sebagai anak usaha maskapai KLM Belanda, dan berpusat di Bandara Mokmer, Biak.

“Maskapai de kroonduif melayani penerbangan di wilayah Papua serta ke Sydney dan Papua Nugini. Kemudian oleh Indonesia de kroonduif diganti nama menjadi maskapai Merpati Nusantara,” jelas Hari.

Menurut Hari, salah satu jenis burung mambruk Goura scheepmakeri ternyata memiliki makna. Misalkan, nama goura adalah nama asli dan diduga berasal dari kawasan Fak-fak, sedangkan scheepmakeri adalah nama seorang serdadu Belanda; C. Scheepmaker yang juga kolektor burung pada abad ke-19.

 

 

Exit mobile version