Mongabay.co.id

Potensi Besar Ekspor Tuna dari Sumatera Barat

Ikan tuna yang ditangkap nelayan di Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono meminta aktivitas usaha di Pelabuhan Perikanan Samudara (PPS) Bungus, Sumatera Barat diperkuat. Hal itu dilakukan untuk mendorong potensi salah satu komoditas unggulan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 572 yaitu ikan tuna.

Saat mengunjungi PPS Bungus, di Padang, Sumatera Barat, Rabu (2/6/2021), Trenggono mengatakan penguatan aktivitas di PPS Bungus juga dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat, khususnya nelayan tradisional dan anak buah kapal.

“Yang jadi pikiran saya bagaimana nilai tukar nelayan lebih baik dan kesejahteraan meningkat. Untuk itu industri (perikanan) perlu didorong, sarana dan prasana diperbaiki,” ujar Trenggono.

Dia berharap produktivitas perusahaan perikanan bisa lebih ditingkatkan sehingga nilai ekonomi yang dihasilkan lebih besar. Dia juga mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru sebab potensi perikanan di WPPNRI 572 yang meliputi perairan Selat Malaka dan Laut Andaman yang menjadi lokasi penangkapan para nelayan Sumatera Barat sangat besar, salah satunya ikan tuna.

baca :  Waspadai Kapal Ikan Asing karena Musim Terbaik Laut Natuna Utara Masih Terus Berlangsung

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dan rombongan meninjau Pelabuhan Perikanan Samudara (PPS) Bungus, Sumatera Barat. Rabu (2/6/2021). Foto: Rizka Desri Yusfita

 

Saat ini terdapat satu unit pengolahan ikan (UPI) di pelabuhan perikanan yang beroperasi sejak puluhan tahun tersebut. Produksinya berupa tuna steak, tuna loin, tuna saku, belly tuna, hingga tetelan yang ditujukan untuk pasar ekspor dengan kapasitas produksi mencapai 20 ton bahan baku per hari.

Di sisi lain, untuk mendukung geliat subsektor perikanan tangkap di Sumbar, Trenggono juga meminta jajarannya membangun ekosistem pelabuhan menjadi lebih hidup. Salah satu yang perlu disiapkan adalah coldstorage untuk menampung ikan hasil tangkapan nelayan dan menjaga kualitasnya.

Adapun volume produksi perikanan di PPS Bungus pada 2020 sebanyak 4.776.149 kg dengan nilai Rp111,02 miliar. Sementara nilai ekspor ikan tuna dalam kurun waktu 2016-2019 sebesar Rp32,3 miliar.

Di samping melengkapi sarana dan prasarana pelabuhan, Trenggono juga mendorong jajarannya memperkuat riset yang bertujuan untuk menambah jumlah produksi dan kualitas produk perikanan yang dihasilkan. Sebagai informasi, di PPS Bungus juga terdapat UPT KKP yang fokus pada kegiatan riset.

“Riset lebih real untuk kepentingan ekonomi, bukan sebatas edukasi,” tegasnya.

Trenggono juga mengimbau nelayan untuk menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Menurutnya, penangkapan ikan tuna dengan cara memancing sudah tepat karena fokus pada komoditas tertentu.

“Prinsip kita itu ekonomi biru, untuk itu alat tangkapnya harus ramah lingkungan,” katanya.

Dalam kunjungan kerja ini, Menteri Trenggono didampingi oleh para pejabat eselon 1 KKP dan staf/asisten khusus Menteri. Hadir juga Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto dan Anggota DPD RI Emma Yohana dan Wali Kota Padang Hendri Septa.

baca juga : Meski Eksportir Terbesar, Perikanan Gurita Indonesia Belum Berkelanjutan

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dan rombongan meninjau Pelabuhan Perikanan Samudara (PPS) Bungus, Sumatera Barat. Rabu (2/6/2021). Foto : Rizka Desri Yusfita

 

Ekspor Langsung

Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus merupakan satu-satunya PPS di Pulau Sumatera yang melaksanakan langsung ekspor komoditas tuna segar ke Jepang dan tuna loin (beku) ke Amerika. Tuna tersebut berasal dari sekitar wilayah tangkapan sumatera meliputi perairan sumatera barat termasuk Mentawai dan samudera hindia. Sementara untuk aktivitas ekspor dilakukan oleh PT Dempo Andalas Samudera.

PT Dempo Andalas Samudera  adalah satu-satunya perusahaan yang melaksanakan aktivitas ekspor tuna tersebut ke pasar-pasar di Amerika. PT Dempo Andalas Samudera berdiri tahun Agustus 2007 dengan bidang usaha utama processing tuna beku Pasar utama ekspornya adalah Amerika Serikat.

Industri PT Dempo Andalas Samudera dapat menampung processing ikan berkapasitas 20 ton. Komoditas tuna beku ekspor dikirim dari Padang melalui Teluk Bayur ke Jakarta, untuk kemudian diberangkatkan ke Amerika Serikat. Sedangkan untuk dikirim ke Jepang melalui pesawat udara.

Namun sejak pandemi COVID-19, jumlah ekspor tuna ke luar negeri cenderung menurun bahkan sempat terhenti. “Sejak COVID, dua negara tujuan ekspor yakni Amerika dan Jepang memberlakukan lockdown hampir setahun. Tuna tidak bisa dikirim ke Amerika, begitu juga dengan Jepang. Selain tidak ada pesawat yang beroperasi, konsumsi masyarakat juga menurun sehingga nilai ekspor merosot hingga 50 persen. Ekspor baru kembali dibuka sejak akhir 2020,” kata Kepala Dinas kelautan dan Perikanan (DKP) Sumatera Barat, Yosmeri kepada Mongabay Indonesia, Jumat (4/6/2021).

perlu dibaca : Momen Krusial Penentuan Kuota Tangkapan Tuna Indonesia

 

Menteri Kelautan dan Perikanan di Unit Pengolahan Ikan PT. Dempo Andalas Samudera. Foto : BKIPM Padang

 

Namun ia optimis keadaan akan kembali normal seiring mulai membaiknya situasi dunia, ditambah lagi bantuan rehabilitasi pelabuhan oleh Kementerian Kalautan dan Perikanan (KKP) untuk peningkatan nilai ekspor.

“Respon Menteri (Kelautan dan Perikanan) terhadap PPS Bungus cukup baik. Ia menilai pelabuhan kita cukup luas, sedangkan kapal yang mendarat tidak banyak. Ke depan, kata menteri, akan didorong pengusaha-pengusaha yang mengangkut ikan di Samudera Hindia untuk bisa bongkar ikan di Bungus. Hal ini seiring dengan perbaikan fasilitas pelabuhan,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Padang R. Rudi Barmara mengatakan, komoditas ikan yang akan masuk dan keluar wilayah Indonesia, ataupun antar-wilayah Indonesia harus melalui karantina untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama penyakit ikan.

Syarat agar tuna bisa diekspor ke luar negeri adalah sertifikasi penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) bagi UPI (Unit Pengolahan Ikan), dari perusahaan yang mengolah ikan tersebut. Sertifikat HACCP diterbitkan oleh BKIPM sebagai official control dalam penerapan HACCP oleh UPI.

Rudi menyebut, aktivitas ekspor di Sumatera Barat didominasi oleh komoditas perikanan, khususnya tuna. Dengan jenis tuna yang banyak diminati adalah tuna sirip kuning (Thunnus albacares).

baca : Ekspor Tuna dan Cakalang di NTT Mulai Bangkit. Apa Kendala dan Solusinya?

 

Pengolahan ikan di suatu perusahaan untuk diekspor. Foto : KKP

 

Ekspor Perikanan Naik

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor komoditas kelautan dan perikanan nasional selama Januari-April 2021 menunjukkan meningkat 4,15%.

“Total nilai ekspor selama caturwulan I tahun ini sebesar USD1,75 miliar,” kata Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, Artati Widiarti, Kamis (3/6/2021).

Kenaikan ekspor tersebut membuat surplus neraca perdagangan sektor kelautan dan perikanan mencapai USD1,59 miliar atau naik 3,26% dibanding periode yang sama tahun lalu. Bahkan, pada April 2021, nilai ekspor produk kelautan dan perikanan menyentuh angka USD488,61 juta atau lebih tinggi 11,6 % dibanding April 2020.

“Sektor kelautan dan perikanan adalah harapan menjadi pengungkit perekonomian di masa pandemi COVID-19,” tutur Artati.

Peningkatan nilai ekspor dan surplus neraca perdagangan sektor kelautan dan perikanan itu, lanjutnya, membantu pencapaian target ekspor produk kelautan dan perikanan tahun 2021 sebesar USD6,05 miliar. KKP sendiri telah menargetkan kenaikan volume dan nilai ekspor tahun 2021 sekitar USD1 miliar dari tahun sebelumnya menjadi total USD6,05 miliar.

“Pandemi Covid-19 selain menjadi tantangan juga memberikan kita peluang (meningkatkan volume dan nilai ekspor) mengingat kenaikan permintaan seafood di pasar global di situasi seperti ini,” kata Artati.

 

Pengolahan ikan di suatu perusahaan untuk diekspor. Foto : KKP

 

Senada, Direktur Pemasaran Ditjen PDSPKP, Machmud memaparkan Amerika Serikat (AS) menjadi negara tujuan utama ekspor produk kelautan dan perikanan dari Indonesia. Hal ini terlihat dari kontribusi sebesar USD772,59 juta atau 44,23 % terhadap total nilai ekspor caturwulan I 2021.

Disusul Tiongkok dengan USD246,69 juta atau 14,12% dari total nilai ekspor dan Jepang sebesar USD190,70 juta atau 10,92 %.

“Selanjutnya negara-negara ASEAN sebesar USD189,89 juta (10,87 %), Uni Eropa USD83,64 juta (4,79%), dan Australia sebesar USD38,29 juta (2,19 %),” terang Machmud.

Adapun dari sisi komoditas, udang masih menjadi primadona ekspor hasil perikanan disusul tuna–cakalang–tongkol (TCT), cumi–sotong–gurita (CSG), rajungan–kepiting dan rumput laut. Machmud menambahkan, selama periode Januari – April 2021, nilai ekspor udang mencapai USD725,98 juta atau 41,56 % terhadap total nilai ekspor, kemudian TCT sebesar USD228,55 juta (13,08%).

“CSG sebesar USD178,87 juta (10,24 %), rajungan–kepiting sebesar USD150,86 juta (8,64 %) dan rumput laut sebesar USD93,02 juta (5,33 %),” pungkasnya.

 

****

 

Keterangan foto utama : Ilustrasi. Ikan tuna yang ditangkap nelayan di Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version