Mongabay.co.id

Pentingnya Menata Kembali Pelabuhan

 

Pelabuhan logistik memegang peranan penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dunia secara global. Dorongan tersebut, juga berlaku bagi Indonesia karena peran pelabuhan sudah dirasakan manfaatnya secara ekonomi bagi seluruh elemen kehidupan.

Namun sayangnya, peran tersebut dinilai masih belum optimal di Indonesia, karena masih banyak potensi ekonomi yang belum tergarap. Akibatnya, pelabuhan yang seharusnya bisa menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi, sampai saat ini masih belum mencapai harapan yang diinginkan.

Demikian penilaian Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Basilio Dias Araujo saat berbicara di Jakarta belum lama ini. Menurut dia, saat ini perairan Indonesia berpotensi bisa menghasilkan nilai ekonomi hingga mencapai USD15 triliun.

Angka tersebut dihasilkan dari potensi barang perdagangan dunia yang mencapai hingga 40 persen per tahun saat melewati wilayah perairan Indonesia. Tetapi, seluruh potensi tersebut hingga sekarang masih belum dirasakan oleh pelabuhan-pelabuhan di Indonesia.

baca : Pemerintah Hapus Pelayanan Inefisien di Pelabuhan, Seperti Apa?

 

Pemandangan dari udara deretan kontainer dan derek dengan kapal kontainer berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Juli 2017. Foto : shutterstock

 

Dia mengungkapkan, peluang untuk menghasilkan nilai ekonomi yang besar di antaranya berasal dari jalur pelayaran laut yang saat ini menjadi jalur utama kapal-kapal logistik dunia. Sebut saja, Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok yang sudah lama termasyhur sebagai jalur laut bagi kapal-kapal logistik.

“Kita sama-sama tahu bahwa kita punya Selat Malaka yang dilalui lebih dari 120.000 kapal per tahun, Selat Sunda yang dilewati lebih dari 56.000 kapal per tahun, dan Selat Lombok yang dilalui lebih dari 36.000 kapal per tahun,” jelas dia.

Selain tiga selat utama yang banyak dilalui kapal logistik dunia, Basilio Dias Araujo juga mengatakan bahwa Indonesia masih memiliki tiga alur laut kepulauan Indonesia (ALKI), yakni ALKI 1, ALKI 2, dan ALK 3. Ketiga alur tersebut dinilai sebagai alur pelayaran mewah yang dimiliki Indonesia selama ini.

Dengan dukungan jalur pelayaran yang menguntungkan, seharusnya segala potensi ekonomi bisa dimanfaatkan sebanyak mungkin oleh Indonesia. Namun, potensi itu tidak bisa bermanfaat, karena infrastruktur pelabuhan belum bisa sinkron dengan kebutuhan kapal-kapal dunia.

“Namun jika kita bangun pelabuhan kita berdasarkan konsep by design semau kita tanpa memperhatikan kebutuhan market, maka kita tidak akan bisa memetik hasil apa-apa,” ucap dia.

Dengan kata lain, Basilio Dias Araujo menyebutkan kalau pembangunan pelabuhan harus bisa terarah dan memperhatikan kebutuhan market dari kapal-kapal logistik dunia yang berlalu lalang melalui jalur pelayaran laut milik Indonesia.

“Potensi barang perdagangan dunia yang melewati Indonesia sangat besar, tapi kita belum bisa mengakses potensi itu,” tambah dia.

baca juga : Ada Banyak Pelabuhan di Indonesia, Tapi Manakah yang Tak Berfungsi Baik?

 

Suasana bongkar muat kontainer dari kapal kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, September 2020. Foto : shutterstock

 

Potensi Ekonomi

Menurut dia, potensi pasar yang hilang di Selat Malaka jumlahnya mencapai lebih dari USD173 miliar. Untuk itu, agar potensi tersebut bisa digarap, diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak yang sama-sama memiliki tujuan dan kepentingan yang sama.

Dalam membangun pelabuhan yang sesuai dengan kebutuhan pasar dunia, perencanaan yang baik dan pemetaan masalah perlu dilakukan dengan bijaksana. Dengan cara tersebut, diharapkan juga kebiasaan sebelumnya yang tidak mengindahkan kebutuhan kapal-kapal logistik dunia tidak akan terjadi lagi.

“Bagaimana kita bisa sama-sama membangun konsep kedaulatan maritim dari segi logistiknya, perdagangannya, lalu bagaimana kita bisa membangun konsep ketahanan maritim untuk bisa menghadapi negara-negara lain,” pungkas dia.

Selain pelabuhan yang fokus pada logistik, pengembangan juga menjadi fokus Pemerintah untuk pelabuhan yang fokus pada produk perikanan. Pengembangan dilakukan, karena Pemerintah Indonesia ingin memerani kegiatan penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak sesuai peraturan (IUUF).

Menurut Basilio Dias Araujo, untuk bisa mencegah IUUF di perairan Indonesia, salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan perjanjian untuk memberdayakan pelabuhan perikanan dalam upaya mencegah IUUF atau Port State Measures Agreement (PSMA) yang sudah ditandatangani pada 2009 lalu.

Perlunya menerapkan PSMA dengan lebih baik, karena hingga saat ini masih ada indikasi bahwa sebanyak 25 persen aktivitas penangkapan ikan di Indonesia dilakukan dengan cara ilegal. Bagi Indonesia, upaya untuk memerangi IUUF dari pelabuhan, menjadi pilihan yang bisa menyelamatkan banyak hal di laut.

“Kami baru saja memulai langkah awal namun penting menuju implementasi PSMA yang lebih baik dan konkret berdasarkan tindakan yang efektif dan strategis,” ungkap dia.

Peneliti senior Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Indroyono Soesilo yang ikut terlibat dalam penerapan PSMA, mengatakan bahwa IUUF mengancam keamanan pangan, mata pencaharian mariim, dan keberlanjutan perikanan.

Dengan aktivitas penangkapan ikan yang berlebihan secara global, IUUF juga memicu kerugian ekonomi hingga mencapai USD50 miliar setiap tahunnya. Kondisi tersebut dinilai menjadi masalah yang besar, karena ada 59,5 juta orang yang sangat bergantung pada perikanan, dan juga berdampak buruk bagi lingkungan.

 

Kontrol Pelabuhan

Indroyono Soesilo menerangkan, PSMA adalah konvensi antar negara-negara anggota Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) yang bertujuan untuk memperkuat kontrol pelabuhan dalam mencegah ikan hasil penangkapan ilegal memasuki pasar global.

Sebelum diterapkan pada 2021, Indonesia lebih dulu melakukan ratifikasi PSMA melalui Peraturan Presiden RI Nomor 43 Tahun 2016 tentang Pengesahan Agreement on Port State Measures To Prevent, Deter, and Eliminate Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (Persetujuan Tentang Ketentuan Negara Pelabuhan Untuk Mencegah, Menghalangi, Dan Memberantas Penangkapan Ikan yang Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur).

Selain Perpres, Indonesia juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait, seperti larangan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (seperti pukat dan jaring pukat), larangan alih muat barang (transshipment) di laut.

“Serta penyempurnaan prosedur perizinan untuk percepat pelayanan publik dalam memperoleh izin penangkapan ikan berdasarkan alat tangkap yang berkelanjutan dan persyaratan data yang akurat,” papar dia.

perlu dibaca : Asa Warga Pertahankan Lahan Patah di Pengadilan, Pelabuhan Kijing Melaju

 

Penjual ikan melakukan transaksi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan, Jatim. Dampak yang ditimbulkan dari wabah virus COVID-19 ini yaitu harga ikan turun drastis. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Bukan hanya itu, Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan kebijakan perlindungan hak asasi manusia dalam usaha perikanan tangkap, dan memasukkan Usaha Perikanan Tangkap ke dalam Daftar Negatif Penanaman Modal Asing.

“Serta memperkuat pengembangan instrumen nasional untuk implementasi yang lebih baik dari langkah-langkah pengelolaan perikanan, seperti implementasi fishing logbook, Vessel Monitoring System (VMS), dan observer program,” tambah dia.

Adapun, langkah-langkah yang akan diimplementasikan melalui PSMA ini adalah sistem Monitoring, Control, and Surveillance (MCS) atau Pemantauan, Pengendalian, dan Pengawasan yang terintegrasi dan perlu dioperasikan dari kapal ke pelabuhan untuk memerangi IUUF.

Ketua Tim Proses Global dan Regional Perikanan FAO Matthew Camilleri menambahkan, menyepakati bahwa implementasi PSMA sangat penting dilakukan melalui sistem MCS. Karenanya, kerja sama dan pertukaran informasi menjadi kunci penting untuk bisa sukses memerangi IUUF.

“Saat ini, ada dua aplikasi pertukaran informasi yang dikembangkan oleh FAO, yaitu PSMA Apps serta Global Information Exchange System (GIES),” jelas dia.

 

Exit mobile version