Mongabay.co.id

Begini Penampakan Danau Limboto Versi Digital

 

 

Selasa, 20 November 1951, masyarakat Gorontalo tumpah ruah di pesisir danau. Mereka tampak tidak sabar menunggu sesuatu. Warga tidak hanya berasal dari kota dan sekitarnya, melainkan juga datang dari wilayah Teluk Tomini. Tidak lama kemudian yang ditunggu tiba. Sebuah pesawat Catalina “Amboina” mendarat mulus di permukaan air Danau Limboto.

Di dalam pesawat duduk orang nomor satu Indonesia kala itu. Dialah Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno yang datang beserta rombongan, termasuk Gubernur Sulawesi, Sudiro. Presiden dijadwalkan menginap satu malam di Gorontalo.

Teriakan merdeka terdengar keras, mulai dari sepanjang jalan di Danau Limboto hingga Ibu Kota Gorontalo. Banyak penduduk, termasuk para perempuan yang mengenakan tudung kepala [beleuto], berjajar menyambut Presiden.

Saat itu, Presiden diarak menggunakan mobil jeep ke tanah lapang di pusat kota, yang sekarang dinamakan lapangan Taruna Remaja. Di sini, Presiden Soekarno melakukan pertemuan.

Aktivitas Soekarno bersama rombongan selama kunjungan ke Gorontalo itu, kini dengan mudah bisa dinikmati siapa saja. Adalah Balai Pelestarian Cagar Budaya [BPCB] Gorontalo, pada 31 Mei 2021, meluncurkan layanan digital Quick Response dan Virtual Reality, konten sejarah kedatangan Presiden Soekarno di Gorontalo pada 1951 dan 1957.

Untuk mengunjungi situs budaya ini cukup mudah, yaitu tekan tautan yang disediakan BPCB Gorontalo. Pada bagian beranda, klik “ayo jelajah” maka tampak kondisi Danau Limboto terkini dan dahulu. Video dan foto lama yang ditampilkan, bersumber dari Arsip Nasional.

Baca: Limboto, Danau yang Perlahan Jadi Daratan

 

Suasana ketika masyarakat Gorontalo berada di perahu dan rakit menyambut Presiden Soekarno ketika mendarat di permukaan Danau Limboto. Foto: Arsip Nasional Republik Indonesia

 

Menurut Faiz Muhammad Anis Kaba, Pamong Budaya Ahli Muda dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo, virtual reality ini merupakan program pertama yang dilakukan BPCB di seluruh Indonesia. Meski demikian, pada 2017 BPCB Gorontalo sudah pernah membuat Augmented Reality [penggabungan waktu yang terjadi saat itu melalui konten digital dan dunia nyata], pada situs cagar budaya, ketika pameran cagar budaya se-Indonesia di rumah adat Dulohupa, Kota Gorontalo.

“Sebenarnya Quick Response, Virtual Reality, dan Augmented Reality secara umum sudah banyak dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan pada sejumlah museum dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi,” ungkap Faiz kepada Mongabay Indonesia awal Juni 2021.

Melalui peran teknologi, seluruh masyarakat luas dan tak kalah pentingnya penyandang difabilitas dapat bergabung melalui virtual tour di lokasi-lokasi cagar budaya di Gorontalo.

“Saat ini kami coba menyempurnakan teknologi di situs cagar budaya Otanaha dan juga di situs cagar budaya pendaratan Ir. Soekarno di Gorontalo,” ujarnya.

Baca: Ada Potensi Energi Terbarukan Dibalik Kritisnya Danau Limboto

 

Pemandangan Danau Limboto di pagi hari, ketika tidak kekeringan. Eceng gondok telah menyelimuti Danau Limboto hingga 70 persen. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Degradasi Danau Limboto

Dalam buku digital berjudul “Merajut Kebangsaan Samudra Timur Indonesia: Kunjungan Presiden Ir Soekarno di Gorontalo Tahun 1951 dan 1957” itu, tidak hanya dijelaskan kronologis sebelum, pada saat, dan sesudah kedatangan Presiden di Gorontalo. Namun juga posisi Danau Limboto secara historis yang sangat penting bagi masyarakat Gorontalo.

Tahun 1895, permukaan danau seluas 70 kilometer persegi. Luasan ini bertahan sampai 1934 dengan kedalaman 14 meter. Danau mengalami degradasi serius, permukaanya menjadi 30 kilometer persegi pada 1993, dengan kedalaman kisaran 3,5 meter.

Danau Limboto merupakan cekungan rendah atau laguna yang menampung air dari lima sungai besar dan 23 anak sungai kecil. Luas danau ini berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi Gorontalo, sekitar 3.334,11 hektar. Kurun waktu 2012 hingga 2018, kedalaman rata-ratanya hanya 2,5 meter dengan luas 2.537 hektar. Dalam jangka waktu 50 tahun, luasan danau berkurang 4.304 hektar atau 62,60 persen.

Baca juga: Inilah Nasib Manggabai, Ikan Endemik Danau Limboto

 

Danau Limboto yang diprediksi akan hilang akibat eceng gondok dan pendangkalan. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Permasalahan besar yang dihadapi saat ini adalah sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan, berkurangnya volume air dan luas genangan. Masalah lain adalah eutrofikasi, pertumbuhan enceng gondok, cemaran limbah cair dan padat, meningkatnya laju erosi dari sungai, dan masifnya keramba jaring apung [KJA].

Data BPDASHL [Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung] Bone Bolango, menjelaskan, sebagian besar DAS di Limboto rusak akibat perubahan tata guna lahan, pertambahan jumlah penduduk, kurangnya kesadaran masyarakat, serta terbatasnya anggaran rehabilitasi. Kerusakan DAS mengakibatkan kuantitas [debit] air sungai fluktuatif, antara musim penghujan dan kemarau. Gejala kerusakan dapat dilihat dari penyusutan kawasan lindung di sekitar daerah aliran sungai.

Areal Danau Limboto berada di dua wilayah administrasi, 30 persen di Kota Gorontalo dan 70 persen di Kabupaten Gorontalo. Selama ini, Limboto berperan sebagai sumber pendapatan nelayan, pencegah banjir, sumber pengairan, dan bahkan objek wisata.

Dalam buku digital itu juga disebutkan, Danau Limboto adalah saksi sejarah karena di danau inilah pada November 1673, dua tokoh besar Gorontalo yaitu Jogugu Popa dan Khatibidaa Eyato, bertindak sebagai juru damai untuk persaudaraan Gorontalo, setelah keduanya berkonflik tidak kurang dua ratus tahun.

Menariknya lagi, buku itu menyentil secara jenaka terkait kedatangan Presiden Soekarno ke Danau Limboto. Diceritakan, ketita Presiden baru saja menginjakan kaki di dermaga, seorang laki-laki tua menangis di atas rakitnya, saat Presiden memberikan wejangan tentang revolusi.

Soekarno kemudian berkata bahwa, “Itulah orang-orang yang paham tentang revolusi”. Namun alasan laki-laki tua itu menangis bukanlah pemahamannya tentang revolusi, melainkan karena buah zakarnya terjepit di sela kayu rakit yang ia tumpangi.

Danau Limboto telah memberikan banyak hal kepada masyarakat Gorontalo, mulai dari saksi sejarah, cerita-cerita rakyat, hingga menciptakan sarjana dan para ahli ketika mereka melakukan studi tentang Danau Limboto.

 

 

Exit mobile version