Mongabay.co.id

Stimulus Ekonomi untuk Nelayan Masih Gagal Terwujud

 

Dampak buruk dari pandemi COVID-19 sudah dirasakan oleh nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam. Namun, program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang ditujukan kepada mereka, hingga saat ini dinilai masih belum tepat sasaran dan bahkan menemui kegagalan.

Salah satu bukti bahwa Pemerintah Indonesia gagal memberikan stimulus pada PEN untuk sektor perikanan, adalah masih sangat rendahnya serapan anggaran dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.

Menurut Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan, kondisi tersebut harus segera diatasi. Lantaran, jika tidak dicarikan jalan keluar, kondisi tersebut akan membuat sasaran peningkatan produksi perikanan, dan pengurangan kemiskinan nelayan tidak tercapai.

“Belanja sektor kelautan dan perikanan ini sangat penting menstimulus ekonomi masyarakat nelayan, pembudidaya dan petambak garam. Terutama dalam hal penyediaan infrastruktur guna mendukung produksi,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta.

Agar serapan bisa menjadi lebih baik lagi dan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui peningkatan produksi bisa tercapai, diperlukan langkah terobosan dan antisipasi yang harus dilakukan KKP. Dengan demikian, daya serap diharapkan bisa meningkat tajam untuk periode tiga bulan terakhir.

baca : Tinjau PPN Brondong Lamongan, Menteri KKP Dorong Pengembangan Pelabuhan Perikanan

 

Suasana Pusat Pemasaran dan Distribusi Ikan (PPDI) di PPN Brondong saat kedatangan Jokowi. Kehadiran Jokowi ini untuk mengetahui kondisi nelayan serta sektor perikanan dimasa pandemi Covid-19. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Abdi Suhufan menerangkan, hingga 1 Juni 2021, realisasi anggaran KKP masih sangat rendah dengan hanya mencapai 24,07 persen saja. Dari pagu anggaran sebesar Rp6,5 triliun, KKP hanya mampu melakukan belanja anggaran hingga Rp1,5 triliun saja.

Dari belanja tersebut, program budi daya perikanan hanya berhasil menyerap anggaran sebesar Rp193 miliar dari total pagu anggaran sebesar Rp1,1 triliun. Fakta tersebut dinilai menjadi ironis, karena bertentangan dengan komitmen Menteri Kelautan dan Perikanan yang fokus ingin mengembangkan sektor budi daya.

Peneliti DFW Indonesia Muhamad Arifuddin pada kesempatan yang sama menyebutkan bahwa penyebab daya serap anggaran di KKP masih sangat rendah, adalah karena setiap tahun tidak ada perubahan rencana program dan anggaran dan terkesan sama.

Hal itu, mengakibatkan serapan anggaran setiap tahunnya juga tidak banyak berubah. Bahkan, untuk tahun anggaran 2021 ini daya serapnya dinilai masih sangat rendah jika melihat jumlah total pagu anggaran yang dimiliki KKP.

“Menteri Kelautan dan Perikanan agar memberikan perhatian penuh pada langkah-langkah percepatan realisasi anggaran yang mendukung pencapaian sasaran strategis,” ungkap dia.

 

Serapan Rendah

Perlunya melakukan perbaikan, karena dalam berbagai kesempatan Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono selalu berkata bahwa KKP sudah menetapkan perikanan budi daya sebagai program prioritas. Namun, hingga Juni 2021 belum ada program signifikan untuk mendukung budi daya perikanan.

Sejauh ini, Muh Arifuddin melihat masih belum ada kemajuan dari rencana KKP dalam mengembangkan areal tambak seluas 200.000 hektare yang telah dicanangkan pada awal 2021. Bahkan, lokasi pengembangan tambak juga diketahui masih belum ada dalam rencana anggaran KKP.

“Sehingga ini akan menjadi pertanyaan publik, bagaimana mau genjot produksi budi daya jika lahan dan lokasi belum definitif,” tanya dia.

baca juga : KKP Tambah Kapal Pengawasan di Laut Natuna, Apa Kata Mereka?

 

Dua orang pembudi daya ikan keramba jaring apung di Waduk Cirata, Kabupaten Bandung Barat, Jabar. Foto : Donny Iqbal/Mongabay

 

Oleh karena itu, dia berharap agar Menteri KP bisa segera menyampaikan ke publik, apa rencana aksi yang akan dilakukan KKP untuk merealisasikan peningkatan produksi budi daya secara detil. Jangan sampai, proses tersebut kembali menemui kegagalan.

Saat KKP mendapatkan kritik serapan anggaran, di saat yang sama mereka justru mengajukan tambahan anggaran untuk periode tahun buku 2022 mendatang. Permohonan tambahan anggaran tersebut diajukan kepada Komisi IV DPR RI pada Senin (7/6/2021).

Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, tambahan anggaran pada rancangan Pagu Indikatif Belanja Tahun 2022 itu nilainya mencapai Rp8,043 triliun. Tambahan tersebut diajukan untuk mendorong produktivitas sektor kelautan dan perikanan menjadi lebih optimal

“Sehingga kesejahteraan masyarakat ikut meningkat,” ucap dia.

Pengajuan tambahan anggaran tersebut, di antaranya terdiri dari belanja operasional sebesar Rp236,61 miliar yang akan digunakan untuk pemenuhan belanja pegawai dan operasional perkantoran di pusat dan di daerah. Lalu, belanja non operasional sebesar Rp7,806 triliun yang digunakan dalam rangka melaksanakan program prioritas nasional dan terobosan KKP.

Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan, pengajuan tambahan anggaran dilakukan KKP, karena saat ini masih banyak peran strategis dalam agenda pembangunan nasional yang belum tertampung. Selain itu, juga untuk melaksanakan program pemulihan ekonomi dan ketahanan pangan.

Berdasarkan surat bersama yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan RI dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, KKP mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp6,122 triliun pada Pagu Indikatif Belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) Tahun Anggaran 2022.

Alokasi tersebut di antaranya untuk Belanja Operasional sebesar Rp2,6 triliun dan Belanja Non Operasional sebesar Rp3,5 triliun. Namun, dengan usulan tambahan anggaran, maka total alokasi anggaran akan menjadi Rp14,1 triliun.

perlu dibaca : Jemput LIN, Maluku Harus Siapkan SDM, Etos Kerja dan Bicara Anggaran

 

Petugas PSDKP KKP menjaga enam kapal ikan asing berbendera Vietnam yang ditangkap di Laut Natuna Utara pada Minggu (16/5/52021). Foto : Ditjen PSDKP KKP

 

Usulan Tambahan

Melalui usulan tambahan anggaran, Menteri KP berharap bisa melaksanakan kegiatan prioritas pada 2020 yang mencakup pada subsektor perikanan tangkap, perikanan budi daya, ruang laut, pengawasan, penguatan daya saing produk, penguatan sumber daya manusia dan riset, serta katantina dan pengendalian mutu.

Adapun, perikanan tangkap di antaranya adalah untuk penyediaan sarana dan prasarana pelaksanaan pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber daya Alam Perikanan pasca produksi, bantuan dalam rangka peningkatan kesejahteraan nelayan seperti kapal perikanan 5 gros ton (GT).

Kemudian, alat penangkapan ikan (API), fasilitasi Sertifikat Hak Atas Tanah Nelayan, diversifikasi usaha nelayan, premi asuransi nelayan, kampung nelayan maju, dan fasilitasi jaminan hari tua nelayan. Serta pengembangan korporasi nelayan, perizinan usaha, pengelolaan perikanan berbasis WPPNRI, dan penerapan e-logbook penangkapan ikan, dan bakti nelayan.

Pada perikanan budi daya, pengembangan dilakukan dengan kegiatan prioritas untuk revitalisasi kawasan tambak udang dan bandeng, pembangunan shrimp estate, pembangunan kampung perikanan budi daya, bantuan sarana dan prasarana budidaya, pakan mandiri, serta bimbingan teknis bagi para pembudi daya ikan.

Lalu dari sisi pengawasan, kegiatan prioritas antara lain operasional kapal pengawas, operasional pesawat patroli, pembangunan kapal pengawas, operasional sistem pemantauan sumber daya kelautan dan perikanan (SDKP), dan operasional speedboat.

Selain itu, ada juga program prioritas seperti pembinaan dan bimbingan teknis pada kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas), operasional pengawasan kepatuhan kapal perikanan, serta operasional pengawasan kawasan konservasi dan destructive fishing.

“Usulan tambahan pagu anggaran yang telah kami sampaikan, yang pada intinya adalah untuk penguatan kehadiran Pemerintah di masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan,” terang dia.

 

Para nelayan hanya menggunakan jaring dan pancing untuk menangkap ikan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Tentang serapan anggaran 2021 yang masih mencapai 24,07 persen, Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan itu terjadi karena masih ada sejumlah kegiatan masih dalam tahap persiapan. Misalnya, kegiatan untuk kapal penangkap ikan, API, dan Bantuan Premi Asuransi Nelayan.

Selain itu, kegiatan Revitalisasi Gudang Garam Rakyat, integrasi lahan garam, chest freezer, pasar ikan, Bantuan Premi Asuransi Usaha Pembudi daya Ikan Skala Kecil, sarana produksi usaha perikanan budi daya, dan kegiatan yang bersifat konstruksi fisik lainnya.

 

 

Exit mobile version