Mongabay.co.id

Film: Belajar Kelola Sampah Bersama Bude Jo

Bude Jo, saat bawa sampah ke bank sampah. Foto: dari vuplikan video

 

 

 

 

Sosok Bu Tejo melekat di banyak benak netizen Indonesia setelah Film Pendek Tilik viral tahun lalu. Film produksi 2018 dari Ravacana Films dan Dinas Kebudayaan Yogyakarta itu ditonton lebih 25 juta kali sejak diunggah di kanal Youtube sembilan bulan lalu.

Kini, Siti Fauziah Saekhoni, pemeran Bu Tejo kembali hadir dalam film pendek bergenre komedi berjudul “Bude Jo, Belajar Kelola Sampah” produksi Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bersama Visi Gagas.

“Sungguh suatu kebahagiaan tersendiri, kebanggaan juga, akhirnya saya dilibatkan dalam satu proses kreatif yang edukatif buat diri saya sendiri, mudah-mudahan buat orang lain juga,” kata Ozie, sapaan akrab pemeran utama film ini dalam konferensi pers peluncuran Film Pendek “Bude Jo, Belajar Kelola Sampah” secara offline dan virtual April lalu.

Karakter Bude Jo tak jauh beda dengan Bu Tejo. Ozie, tampil sebagai sosok perempuan cerewet, energik, sok tahu, dan suka ngevlog. Meski sebenarnya dalam keseharian, dia mengaku berbeda jauh dengan karakter yang dia perankan itu.

“Prinsipnya saya sedang membayangkan bude-bude ini superior. Dia merasa paling tua dalam strata keluarga, karena superiornya itu kadang-kadang merasa paling tahu. Kadang-kadang tidak sadar bahwa dirinya kurang update,” katanya saat ditanya caranya memahami karakter Bude Jo yang sangat pas dia perankan.

Selain menampilkan Bude Jo atau Bude Joko, juga ada Bunga diperankan artis remaja Cathy Fakandi, Rio oleh Figo Totih, Mama Mirna oleh Rani, dan Ayah Derry oleh Afan. Muncul sebagai bintang tamu adalah Wilda Yanti, pengusaha sampah yang dijuluki ratu sampah.

 

Baca juga : Sampah di Laut Dampak Kegagalan Penanganan di Darat

 

Media sosial

Pembuatan film berdasarkan pada permasalahan sampah Indonesia saat ini. Timbulan sampah sangat besar sekitar 67,8 juta ton pada 2020. Belum lagi soal sampah plastik. Untuk itu, perlu alat kampanye guna mendorong perubahan perilaku mengenai pengelolaan sampah.

Agar kampanye jauh dari kesan menggurui dan memakai bahasa mudah dipahami hingga pesan musah sampai, lewat film dinilai cukup efektif.

“Tapi siapa artis yang dikenal masyarakat? Kebetulan Mbak Ozie lagi viral dengan filmnya. Kita sama-sama berpikir mungkin Mbak Ozie yang bisa jadi juru kampanye. Dengan ketawa yang khas, suara yang kencang, gaya sok tahu tapi bisa mengena,” kata Rosa Vivien Ratnawati, Dirjen PSLB3 KLHK.

Film edukasi berdurasi sekitar 11 menit ini merupakan gabungan enam seri film yang masing-masing bercerita tentang pengelolaan sampah. Mulai dari sampah B3, bisnis pengelolaan sampah, produk daur ulang, hingga penanganan limbah masker.

Film menceritakan kedatangan Bude Joko ke Jakarta untuk mengikuti pelatihan media sosial. Setiba di rumah pasangan Derry dan Mirna, Bude Jo mendapati Bunga yang masih remaja sedang memilah sampah. Bude Jo pun baru tahu kalau sampah kini dibagi jadi tiga yaitu organik, anorganik, dan spesifik. Sampah spesifik termasuk bahan berbahaya dan beracun (B3).

Bude Jo lalu diajak menemui dan menyaksikan bagaimana Wilda, pengusaha sampah, mengubah sampah menjadi barang yang bisa dimanfaatkan lagi. Antara lain menjadi kompos, pakan ternak, biogas, kertas, dan BBM dari plastik.

Sebelum pulang kampung, Bude Jo menyempatkan belanja oleh-oleh. Mengikuti kata Bude Jo yang “antimainstream” Bunga mengarahkan Bude Jo ke galeri daur ulang. Bude Jo pun terkesima dengan aneka kerajinan produk daur ulang yang dihasilkan.

Bunga dan Rio juga mengajari Bude Jo bagaimana memperlakukan sampah masker. Caranya masker bekas masukkan dalam kantong. Kalau masker bekas itu pernah dipakai penderita penyakit semisal COVID-19, kantong perlu ditulis keterangan infeksius. Tujuannya, memudahkan petugas pemungut sampah memperlakukan dengan benar sampah itu.

Wilda senang ikut tampil dalam film pendek itu. Bagi pendiri perusahaan pengelola sampah beromzet miliaran rupiah, Xaviera Global Synergy itu bermain film menjadi pengalaman mengesankan.

“Ini pengalaman luar biasa ya. Saya terima kasih banget ke sutradara dan teman-teman kru semua yang penuh kesabaran mendampingi kami dalam syuting ini. Saya surprise banget waktu itu dan dilakukan dengan profesional. Jadi saya datang ke lokasi, semua sudah siap,” katanya.

Wilda mendirikan Xaviera Global Synergy pada 2011. Perusahaan itu bergerak pada jasa pengelolaan sampah kota, limbah industri, limbah pertanian dan peternakan. Mereka juga bermitra dengan kelompok usaha pengelola sampah berbasis komunitas. Ada ribuan bank sampah yang menjalin kerja sama dengannya, dengan cara menjamin pembelian sampah dari bank sampah.

Selain bermitra dengan kelompok masyarakat, Wilda juga mengambil sampah dari kawasan komersil hingga tidak harus dibuang ke TPA. Dia juga bermitra dengan petani, yang membeli pupuk cair dan kompos yang dihasilkan dari olahan sampah.

Wilda dihadirkan dalam film pendek ini untuk memperlihatkan kalau sampah punya nilai ekonomi tinggi. Pengelolaan sampah tidak sekadar baik secara kesehatan dan lingkungan juga mampu membuat ekonomi bergerak dan mendorong bisnis berkelanjutan.

Saat ditanya memilih mana antara menjadi pengusaha atau artis, Wilda milih jadi pengelola sampah. “Jadi, memang ternyata di syuting ini tidak mudah menjadi seorang artis.”

 

 

Sampah menumpuk di pinggir jalan karena TPS Piyungan ditutup beberapa waktu lalu. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

 

Alat kampanye

Rosa mengatakan sampah siapapun bisa menyengsarakan kalau tidak dikelola dengan benar. Bahkan bisa berujung jatuhnya korban jiwa. Dia mencontohkan peristiwa TPA Leuwigajah yang longsor pada 21 Februari 2005 menewaskan 157 orang.

Saat itu terjadi ledakan di TPA yang berlokasi di Cimahi itu karena konsentrasi gas metan. Disusul longsoran sampah yang menimbun dua permukiman di dekat lokasi. Dampak berikutnya, karena TPA Leuwigajah untuk beberapa saat tidak beroperasi, sampah dari Bandung menumpuk di TPS dan tak terangkut. Munculah frasa Bandung Lautan Sampah di media sosial.

Peristiwa memilukan itupun jadi penanda Hari Peduli Sampah Nasional, yang diperingati setiap 21 Februari.

“Persoalan sampah itu persoalan dalam kehidupan kita sehari-hari. Kalau kita tidak menyelesaikannya, kalau kita tidak punya strategi, maka persoalan sampah akan menjadi makin luar biasa,” kata Rosa.

Persoalan pengelolaan sampah, sebenarnya tidak hanya teknologi, dan regulasi, juga bagaimana mengubah perilaku kehidupan sehari-hari.

Dia mengutip data Badan Pusat Statistik yang menyatakan 72% masyarakat Indonesia masih tidak peduli sampah.

“Salah satu terobosan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah melalui pendekatan kepada masyarakat, dengan menyebarkan materi-materi edukasi yang dikemas menarik. Dengan bahasa mudah, menarik, hingga masyarakat lebih tertarik. Moga-moga bisa mengikuti. Hingga dapat mengubah perilaku masyarakat,” katanya.

Saat ini, ada tiga hal dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mengelola sampah. Pertama, mengubah gaya hidup.

Kedua, pendekatan circular economy. Sampah dikelola dengan baik dan benar bisa menguntungkan secara ekonomi.

“Di film ini disampaikan bagaimana bank sampah berperan dalam circular economy. Bahkan bisa menghasilkan uang banyak.”

Ketiga, pendekatan teknologi antara lain, pemanfaatan larva lalat hitam (black soldier fly) dikenal sebagai maggot.

Satu pesan yang ingin disampaikan dari Film Bude Jo ini yaitu jangan begitu saja membuang sampah hingga menumpuk TPA.

Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan Sampah mengatakan, satu persoalan sampah adalah perilaku jadi perlu terus dorong perubahan perilaku terkait bagaimana memperlakukan sampah.

“Kita harus edukasi dan kampanye publik. Kita lihat Film Bude Jo, Belajar Kelola Sampah ini tidak panjang, tapi sangat komplit. Hulu sampai hilir. Bahkan juga bicara tentang bagaimana mengelola sampah masker, termasuk juga limbah masker, yang berasal dari orang sakit yang dirawat COVID.”

Novrizal berharap, semua orang termasuk pemerintah daerah dapat memviralkan film edukasi pendek ini.

“Kalau pengelolaan sampah dengan baik dan benar emisi gas rumah kaca akan berkurang.”

Hilman Mutasi, sutradara film ini merasa berat saat ditawari menyutradarai film pendek ini lantaran film edukasi kerap dihindari penonton. Tatkala disodori pemeran utama Ozie, Hilman merasa film ini bakal mudah diterima. Film edukasi dengan bumbu komedi tidak terkesan menggurui.

Wira Hardiprakoso, produser film ini mengatakan, durasi film cukup pendek jadi harus bisa menyampaikan dengan cara efisien. Meski begitu tetap mengacu standar pembuatan film bermutu, pemeranan bagus, gambar dan lokasi harus mencerminkan kedekatan pada target penonton.

“Ini memang harus dibuat sependek mungkin agar gampang dibagi-bagikan kepada siapapun juga. Tujuannya bisa ditonton semua kalangan masyarakat, lewat sosial media, lewat WhatsApp group, dan lain-lain.”

 

Salah satu fenomena tahunan, terdamparnya sampah laut ke pesisir di kawasan wisata selatan Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

*****

Foto utama: Bude Jo, saat bawa sampah ke bank sampah. Foto: dari vuplikan video

Exit mobile version