Mongabay.co.id

Standardisasi Pengelolaan Tambak Udang Superintensif Diharapkan Ada Pada 2022

 

Standardisasi pengelolaan tambak udang superintensif dinilai sangat penting agar bisa menjadi acuan masyarakat maupun pelaku usaha yang ingin menekuni budidaya udang vaname dengan hasil panen optimal. Dengan standardisasi juga, kendala-kendala yang dihadapi selama melakukan budidaya udang bisa diminimalisir.

Hal ini ditegaskan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, saat meninjau Instalasi Tambak Percobaan (ITP) Punaga, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Jumat (18/6/2021). Instalasi ini berada di bawah naungan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan Pusat Riset Perikanan, BRSDM KKP.

“Harus ada standar yang kita keluarkan sebagai acuan dalam mengelola tambak superintensif ini. Misalnya, standardisasi PH air, ukuran kolam, padat tebar, termasuk supply energinya sampai itu nemu. Itu namanya penelitian. Jadi ada waktu penelitian yang jadi toleransi sampai kita mendapat hasil paling optimal untuk disampaikan ke masyarakat dan industri,” ungkap Trenggono saat berdialog dengan peneliti di lokasi tambak.

Trenggono berharap standardisasi pengelolaan tambak udang superintensif terealisasi di tahun 2022, sehingga dapat digunakan sebagai acuan oleh masyarakat dan pelaku usaha yang ingin menekuni tambak udang superintensif. Teknik budidaya ini dinilai sebagai salah satu kunci peningkatan produksi udang di masa depan.

baca : Udang Indonesia di Lingkaran Kuantitas, Kualitas, dan Keberlanjutan Lingkungan

 

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, saat meninjau Instalasi Tambak Percobaan (ITP) Punaga, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Jumat (18/6/2021). Foto : KKP

 

Dengan teknologi superintensif hasil panen bisa berkali-kali lipat lebih banyak dari hasil produksi tambak udang konvensional, semi intensif maupun intensif. Sebagai contoh, hasil panen per hektare tambak superintensif mencapai 40 ton per tahun. Operasional tambak ini juga lebih ramah lingkungan, sebab sudah dilengkapi dengan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).

“Kalau flow budidayanya sudah bagus bener. Air mulai diambil dari laut, masuk tandon, kemudian dibeningkan lagi baru masuk ke kolam budidaya. Terdapat IPAL juga sehingga tidak mencemari laut,” ungkapnya.

Selain standardisasi pengelolaan, Trenggono juga meminta jajarannya menghitung lebih detail biaya produksi udang per kilogramnya pada ukuran kolam tertentu. Perhitungan ini penting untuk menarik minat pelaku usaha untuk berinvestasi, dan memudahkan mereka dalam menjalankan kegiatan budidaya udang vaname superintensif.

“Ini dihitung lagi ya, sampai dapat harga yang ideal,” ujarnya.

Trenggono optimis budidaya tambak udang superintensif dapat segera diterapkan untuk segmentasi industri maupun rumah tangga. Kegiatan tersebut dinilai dapat berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal maupun nasional. KKP sendiri siap membantu masyarakat dari sisi infrastruktur maupun pinjaman permodalan.

“Kalau ini bisa dijalankan tahun ini,  sehingga tahun 2022 kita punya standar, Ditjen Perikanan Budidaya bisa segera mengimplementasikan ini ke masyarakat, termasuk kolam bundar, lalu kita buatkan instalasinya. Wah sejahtera ini,” ujarnya.

baca juga : Bagaimana Cara Manfaatkan Tambak Udang Non Aktif?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, melihat udang di Instalasi Tambak Percobaan (ITP) Punaga, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Jumat (18/6/2021). Foto : KKP

 

Spesifikasi tambak udang superintensif sendiri meliputi kawasan supratidal, central drain yang dikoneksikan dengan collector drain, kincir, blower, otomatic feeder, hingga IPAL dengan volume 30 persen dari total volume tambak.

Untuk tambak superintensif di ITP Takalar sendiri, terdapat 12 kolam dengan luas masing-masing 1.000 meter persegi, dengan padat tebar benur 500-1000 ekor.  Pada kolam dengan padat tebar 500 ekor per meter persegi, produksi bisa mencapai 5 ton per kolam per siklus. Sedangkan yang padat tebar 1000, hasil produksi bisa sampai 10 ton per kolam per siklus.

Selain berdialog dengan peneliti, Trenggono bersama Kepala BRSDM KKP Sjarief Widjaja, pejabat eselon I KKP dan perwakilan Pemda Takalar, meninjau satu per satu sarana dan prasarana tambak yang ada di instalasi tambak percobaan Punaga dan menyaksikan panen parsial di salah satu tambak.

 

Produksi Benih Rajungan 

Pada kunjungan ini, Trenggono juga meminta jajarannya di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) di Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, untuk meningkatkan jumlah produksi benih rajungan. Langkah ini guna mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari mencari dan membudidayakan komoditas tersebut.

“Tingkatkan lagi produksinya. Rajungan ini juga termasuk komoditas perikanan yang punya nilai tinggi di pasar,” ungkapnya.

BPBAP Takalar merupakan tempat pengembangan dan penerapan teknik/teknologi pembenihan, pelestarian serta perlindungan budidaya air payau. Komoditas utama yang dihasilkan meliputi rajungan, udang windu, vaname, nila salin, kakap putih hingga rumput laut.

Untuk rajungan sendiri, BPBAP Takalar mampu memproduksi 500 ribu hingga 1 juta ekor benih per tahun. Benih-benih tersebut lalu didistribusikan ke masyarakat, petambak, hingga untuk restocking di perairan di sekitar Takalar.

Menurut Trenggono, rajungan punya nilai ekonomi tinggi dan penyerapannya di pasar lokal maupun internasional cukup tinggi. Rajungan bersama kepiting termasuk dalam lima komoditas ekspor perikanan unggulan Indonesia. Berdasarkan data BPS Januari – April 2021, ekspor rajungan dan kepiting sebesar USD150,86 juta.

Dalam kunjungan kerja tersebut, Trenggono turut meninjau fasilitas laboratorium yang ada di BPBAP Takalar. Trenggono mendukung penuh kegiatan perekayasaan maupun inovasi dalam rangka meningkatkan produktivitas subsektor perikanan budidaya di Indonesia.

baca juga : Prinsip Keberlanjutan untuk Penyelamatan Kepiting dan Rajungan, Seperti Apa?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono melihat pembenihan rajungan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) di Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulsel. Foto : KKP

 

Kepala BPBAP Takalar, Supito, mengaku siap menambah jumlah produksi dan akan melakukan sejumlah inovasi untuk mencapai angka produksi yang optimal. Selain rajungan, inovasi untuk komoditas lain juga dilakukan, seperti rumput laut dan nila salin.

“Tentu kami akan melakukan inovasi-inovasi, karena memang kebutuhan benih rajungan ini tinggi,” ujarnya.

Pada kesempatan ini Trenggono menyerahkan bantuan benih udang windu sebanyak 1,2 juta ekor kepada lima kelompok petambak di sana.

 

Kunjungan Pelabuhan Perikanan Untia 

Selain ke Kabupaten Takalar, Trenggono juga melakukan kunjungan ke pelabuhan perikanan di Kota Makassar.

Menurutnya, pelabuhan perikanan merupakan komponen penting dalam sektor kelautan dan perikanan. Untuk itu, produktivitas pelabuhan perikanan perlu dijaga dan butuh kerja sama semua pihak untuk memastikan hal tersebut terjadi.

“Tidak hanya oleh KKP, dukungan dari pemerintah daerah (Provinsi maupun Kota) agar nilainya bisa meningkat,” ujar Trenggono saat meninjau langsung Pelabuhan Perikanan (PP) Untia, Kota Makassar

Produktivitas perikanan tangkap di pelabuhan ini diyakini dapat ditingkatkan karena potensi yang dimilikinya. Pelabuhan perikanan Untia berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713 meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali.

Daerah penangkapan ini memiliki potensi tangkapan sebesar 1.177.857 ton. Selain itu, pelabuhan ini terletak di lokasi yang sangat strategis, yaitu berada di Kota Makassar dekat Pelabuhan Umum dan Bandara, serta sentra pemasaran ikan dan distribusi ikan.

Pada tahun 2020, produksi tangkapan di pelabuhan perikanan ini mencapai 4.835 ton atau senilai Rp96 miliar dengan hasil tangkapan didominasi oleh jenis ikan tongkol, kurisi, cakalang, dan layang.

baca juga : Benarkah Pemulihan Subsektor Perikanan Dilupakan Pemerintah Indonesia?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono melakukan kunjungan ke pelabuhan perikanan Untia di Kota Makassar. Foto : KKP

 

Pengoptimalan fasilitas di pelabuhan perikanan Untia rencananya akan dilakukan dengan menambah rambu navigasi dan pembangunan breakwater. Langkah ini nantinya diharapkan akan meningkatkan aktivitas bongkar muat ikan pada pelabuhan ini sehingga lebih ramai dari sebelumnya.

Selain untuk meningkatkan produktivitas tangkapan, upaya ini bertujuan untuk meningkatkan daya tarik PP Untia agar para investor pelaku perikanan menanamkan modalnya.

Majunya pelabuhan ini juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat Sulawesi Selatan. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah yang potensial untuk pengembangan perikanan, baik untuk konsumsi dalam negeri dan lokal maupun untuk ekspor. Hal ini dikarenakan budaya masyarakat Sulawesi Selatan yang gemar mengonsumsi ikan. Dibuktikan dengan angka konsumsi ikan (AKI) provinsi ini pada tahun 2020 yaitu 72,28 kg per kapita.

 

Exit mobile version