Mongabay.co.id

Ikan Pasir dan Persepsi Unik Masyarakat Pulau Mambor

 

 

Banyak masyarakat adat di Papua yang memiliki pandangan bahwa manusia adalah bagian integral dari ekosistem yang mereka tempati. Mereka juga meyakini bahwa ekosistem mengandung nilai-nilai sosial, lingkungan, bahkan ekonomi. Salah satu contoh ada pada masyarakat adat yang mendiami Pulau Mambor, di Kepulauan Moora, kawasan Teluk Cendrawasih, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua.

Masyarakat adat di Pulau Mambor memiliki kepercayaan atau pandangan unik mengenai seekor ikan, yaitu ikan pasir. Disebut ikan pasir karena suka bersembunyi dan membenamkan diri di pasir saat ada ancaman predator.

Untuk mencari ikan ini dibutuhkan pengetahuan khusus. Caranya, dengan melihat tanda-tanda sarangnya di permukaan pasir yang terdapat batu-batu karang kecil.

“Namun, yang menarik ikan pasir ini hanya ditangkap oleh kaum perempuan,” ungkap Hari Suroto, peneliti senior dari Balai Arkeologi Papua, yang saat ini sedang melakukan penelitian di Nabire.

Baca: Inilah Wujud Ikan Purba Coelacanth yang Hanya Ada di Indonesia dan Afrika

 

Ikan pasir yang bersembunyi di pasir. Foto: Robert A. Patzner/Fishbase

 

Keberadaan ikan pasir yang hidup di perairan dangkal itu membuat kaum perempuan menangkapnya, terutama di sekitar pantai yang air lautnya sedang surut. Atau, yang dekat tempat tinggal mereka. Sehingga ada pemahaman di masyarakat, anak perempuan akan dianggap belum dewasa jika tidak mampu menangkap ikan pasir. Sementara, bagi anak laki-laki, akan dianggap sudah dewasa jika mampu menangkap ikan seperti tuna, di lautan lepas.

Selain ukuran kedewasaan seorang anak perempuan pada ikan pasir ini, secara tradisional pula, tidak semua orang mengetahui keberadaan pasir yang di dalamnya terdapat ikan. Sehingga, perempuan Mambor yang belum bisa menangkap ikan ini, dianggap belum layak menikah.

Ini juga berimbas pada perasaan malu dari keluarga, yang memiliki anak perempuan tidak bisa menangkap ikan pasir. Namun, generasi milenial kini mulai jarang lagi memakai tradisi ikan pasir sebagai ukuran untuk menikah.

“Pada masa lalu, kaum perempuan dilatih oleh mama-mama untuk menangkap ikan pasir, sedangkan laki-laki diharuskan menangkap ikan yang lebih sulit lagi di lautan lepas,” ujar Hari.

Baca: Sejak 1974, Pari Gergaji Sentani Tidak Terlihat Lagi

 

Ikan pasir yang sudah ditangkap oleh perempuan adat di Pulau Mambor dan siap dimasak. Foto: Dok. Hari Suroto/Balai Arkeologi Papua

 

Hal lain yang menjadi perhatian dalam menangkap ikan ini adalah pantangan. Masyarakat adat di Pulau Mambor meyakini saat kaum perempuan akan mencari ikan pasir, tidak boleh ada orang yang menegur atau menanyakan: “Mau kemana?”.

Jika ada yang menanyakan seperti itu, mereka tidak jadi berangkat mencari ikan yang bersembunyi di pasir. Alasannya, ada anggapan mereka nantinya tidak akan mendapatkan hasil tangkapan.

Pelajaran lainnya yang dapat diambil dari perempuan adat di Pulau Mambor ini adalah menangkap ikan pasir hanya secukupnya saja. Mereka tidak akan menjualnya ke pasar dan hanya dikonsumsi oleh keluarga. Untuk pengolahannya, setelah ikan berhasil ditangkap, mereka tidak akan menggorengnya.

Ikan dimasak dengan cara dibungkus daun kelapa muda tanpa menggunakan bumbu, kemudian diasap di atas perapian. Sebab, ikan itu langsung dimasak tanpa menunggu lama, sehingga rasanya segar dan gurih. Agar lebih lengkap, biasanya ikan dimakan dengan dengan sagu lempeng, atau sagu yang sudah keras dan bentuknya menyerupai roti tawar.

Baca juga: Inilah Wujud Ikan Purba Coelacanth yang Hanya Ada di Indonesia dan Afrika

 

Ikan pasir yang hendak dimasak dibungkus daun kelapa muda. Foto: Dok. Hari Suroto/Balai Arkeologi Papua

 

Penelitian tentang Ikan Pasir

Ikan pasir memiliki nama ilmiah Xyrichtys novacula atau dalam Bahasa Inggris disebut Pearly Razorfish. Xyrichtys berasal dari bahasa Yunani, xyreo berarti memotong seperti pisau, sedangkan ichthys berarti ikan. Novacula sendiri merupakan nama khusus dari bahasa latin, novacula yang berarti pisau cukur, karena ikan ini pada bagian depan kepala membentuk ujung yang tajam.

Ikan ini hidup di laut yang terdapat karang berpasir, dengan kedalaman 1 hingga 90 meter. Biasanya, di sekitar padang lamun dan karang.

Makanan utamanya adalah moluska, juga kepiting dan udang. kegemarannya membangun sarang dengan puing-puing karang. Ikan ini biasanya akan menyelam terlebih dahulu ke pasir saat ketakutan.

 

Ikan pasir yang telah dibungkus daun kelapa muda, kemudian diasap dengan cara diasap. Foto: Dok. Hari Suroto/Balai Arkeologi Papua

 

ikan pasir memiliki panjang 15 hingga 20 cm. Bentuknya memanjang, sangat padat dengan bagian depan kepala membentuk ujung yang tajam. Sekilas, jika melihat moncong yang sangat tumpul, maka mulutnya seperti ikan kakatua.

Namun, warnanya pucat kehijauan, biasanya tanpa tanda yang mencolok pada tubuh. Kepalanya dengan garis vertikal bergantian biru muda dan kuning oranye muda.

 

Ikan pasir yang sudah dimasak paling nikmat disantap dengan sagu lempeng. Foto: Dok. Hari Suroto/Balai Arkeologi Papua

 

Sebuah studi mengenai ikan Pearly Razorfish ditulis oleh Stelios Katsanevakis dari University of Athens, yang menyebutkan bahwa bentuk kepala yang tidak biasa ikan ini merupakan bagian dari adaptasi, sehingga ia bisa menyelam ke dalam pasir.

Selain itu, disebutkan bahwa ketika berada dalam pasir dengan jangka waktu lama seperti terkubur, ikan ini tidak mengalami hambatan bernapas.

Ikan pasir merupakan ikan subtropis dengan persebaran yang lebih banyak dijumpai di Samudera Atlantik, meliputi Carolina utara, Teluk Meksiko utara, Karibia, Brasil, Prancis, Angola, Mediterania, Azores, Madeira, Kepulauan Canary, Tanjung Verde, dan Pulau Sao Tome.

 

 

Exit mobile version