Mongabay.co.id

Metana Dalam Gumpalan Bulan Saturnus Bisa Menjadi Tanda Kehidupan

 

 

Lapisan es yang menyelimuti bulan Saturnus, Enceladus, telah lama membuat para astronom terkesima. Berjarak 1,2 miliar kilometer dari Bumi, membeku dalam suhu -130 derajat Celcius dan dibekap oleh lempengan es tebal, Enceladus adalah harapan terbesar umat manusia untuk menemukan makhluk hidup di luar Bumi.

Adalah wahana nirawak, Cassini, yang mengungkap kemungkinan adanya sumber energi hidrotermal di dasar samudera yang menyelimuti Enceladus. Hasil analisa data wahana penelitian Cassini yang menyelidiki semburan es dan debu di permukaan Enceladus membuktikan keberadaan molekul hidrogen dalam jumlah besar.

Satu-satunya penjelasan ilmiah mengenai pembentukan elemen tersebut adalah reaksi hidrotermal yang berlangsung terus menerus ketika batuan panas bersentuhan dengan air samudera di perut satelit Saturnus ini. Selain hidrogen, ilmuwan juga menemukan keberadaan karbondioksida pada semburan es dan debu Enceladus. Kedua senyawa itu merupakan bahan dasar metanogenesis alias pembentukan gas metana.

Enceladus yang memiliki diameter 504 kilometer merupakan bulan terbesar keenam yang mengitari Saturnus. Sejak 2005 silam, citra yang dibuat Cassini telah membuktikan semburan es dan debu di kutub selatan Enceladus ke angkasa secara berkala. Semburan tersebut juga lah yang menjadi faktor terbentuknya cincin terluar Saturnus.

Bukti yang dikumpulkan NASA dan pesawat ruang angkasa Badan Antariksa Eropa Cassini-Huygens menunjukkan bahwa kerak tersebut berpotensi menyembunyikan lautan bawah tanah yang sangat besar, terdiri air asin di bawahnya, yang berpotensi menampung kehidupan.

Baca: Kemungkinan Besar, Fosil Dinosaurus Bisa juga Ditemukan di Bulan?

 

Planet Saturnus. Foto : wikimedia commons

 

Menurut sebuah studi terbaru yang dilakukan tim dari University of Arizona, AS dan Paris Sciences & Lettres University, Prancis yang diterbitkan dalam Jurnal Nature Astronomy, 7 Juni 2021, pengamatan pesawat ruang angkasa Cassini yang menemukan bahwa Enceladus mengeluarkan gumpalan gas metana, menunjukkan bahwa lautan di bawah permukaan bulan mungkin menyimpan kehidupan berupa mikroorganisme yang mirip di Planet Bumi.

“Mungkinkan mikroba-mikroba tersebut yang ‘memakan’ hidrogen dan menghasilkan metana menjadi faktor penyebab jumlah metana masif yang terdeteksi oleh Cassini?” tanya Regis Ferriere, profesor di University of Arizona dan penulis utama studi tersebut, dikutip dari Space.com.

Mencari jawabannya, tentu saja bukan hal mudah. Ferriere mengatakan untuk mencari tanda kehidupan di permukaan Enceladus membutuhkan misi antariksa yang lebih rumit, dibandingkan mengirimkan misi ke Mars.

“Mencari mikroba semacam itu, yang dikenal sebagai metanogen, di dasar laut Enceladus akan membutuhkan misi penyelaman dalam yang sangat menantang. Mungkin takkan bisa dilakukan oleh manusia selama beberapa dekade ke depan,” tambahnya.

Tim peneliti membangun model matematika untuk melihat apakah metanogenesis dapat menjelaskan data yang dikumpulkan oleh Cassini. Kesimpulan mereka adalah aktivitas lubang hidrotermal mikroba, atau proses yang akan melibatkan mikroorganisme luar angkasa, dapat menjelaskan tentang metana yang dideteksi Cassini.

Baca: Bagaimana Jika, Bumi Benar-benar Datar?

 

Ilustrasi permukaan Enceladus. Kredit: NASA/JPL-Caltech

 

Di Bumi, aktivitas hidrotermal disebabkan oleh air laut dingin yang mengalir ke bawah ke dasar laut, kemuduian dihangatkan oleh sumber panas lokal, seperti magma dasar laut. Air ini kemudian dikeluarkan dari ventilasi di dasar laut, sebuah proses yang mengeluarkan metana ke dalam air dari waktu ke waktu.

Sebagian besar metana ini dilepaskan oleh mikroorganisme yang menggunakan panas sebagai sumber energi, dan mengubah karbon dioksida menjadi metana. Melalui simulasi komputer, para peneliti menemukan bahwa kondisi serupa bisa terjadi di Enceladus.

“Singkatnya, kami tidak hanya dapat mengevaluasi apakah pengamatan Cassini kompatibel dengan lingkungan yang dapat dihuni kehidupan. Tetapi, kami juga dapat membuat prediksi kuantitatif tentang pengamatan yang berpotensi terjadi, jika metanogenesis benar-benar terjadi di dasar laut Enceladus,” kata Ferriere dalam pernyataannya.

Baca: Bagaimana Jika Lautan Menghilang dari Bumi?

 

Ilustrasi yang menunjukkan air di antara inti bebatuan dan kerak es. Kredit: NASA/JPL-Caltech

 

Faktanya, tanpa adanya sumber biologis produksi metana, tingkat metana yang diamati oleh Cassini tidak dapat dicocokkan dengan menggunakan model mereka tersebut.

Namun, masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan yang pasti. “Tentu saja, pada tahap ini kami tidak menyimpulkan bahwa kehidupan ada di lautan Enceladus,” ujar Ferriere.

“Sebaliknya, kami ingin memahami seberapa besar kemungkinan lubang hidrotermal Enceladus dapat dihuni oleh mikroorganisme mirip Bumi. Sangat mungkin, menurut model yang kami buat,” lanjutnya, dikutip dari Science Daily.

Foto: Bumi yang “Terbit” dari Permukaan Bulan

 

Model visual 3D Enceladus. Kredit: NASA/JPL-Caltech

 

Saat ini, kami tidak memiliki cukup data untuk digunakan. Jika data lebih lengkap, maka kesimpulan bisa diambil. Para peneliti juga tidak mengesampingkan kemungkinan proses abiotik lain yang dapat menjelaskan data metana. Misalnya, pemecahan kimia bahan organik primordial di inti bulan Ecelandus yang dapat menyebabkan sejumlah besar metana dikeluarkan.

Ini adalah penelitian baru sangat menarik, menunjukkan betapa sedikit yang kita ketahui tentang bulan-bulan es Planet Saturnus. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memastikan apakah benar-benar ada kehidupan di salah satu bulan Saturnus.

Sejak lama ilmuwan meyakini benda langit membeku itu memiliki sumber panas di perutnya karena gaya gravitasi Saturnus ‘memeras’ inti berbatu Enceladus hingga mencair, kemudian memanaskan lempengan es menjadi samudera air.

Dengan begitu Enceladus memiliki resep kedua kehidupan, yakni energi. Tidak heran jika ilmuwan berspekulasi mengenai kehidupan primitif serupa mikroba di bulan Saturnus itu.

Enceladus bukan satu-satunya tempat di tata surya yang memiliki gas metana misterius. Rover Curiosity milik NASA yang ada di Mars juga mendeteksi gas metana di permukaan, padahal wahana lainnya di orbit tidak mendeteksi gas tersebut. [Berbagai sumber]

 

 

Exit mobile version