Mongabay.co.id

Akhirnya FSC Cabut Sertifikat Korindo

 

 

 

 

Setelah proses investigasi sejak 2019, akhirnya, pertengahan Juli lalu, Forest Stewardship Council (FSC) mencabut sertifikasi Korindo Group, perusahaan Korea Selatan-Indonesia yang beroperasi di Papua dan Maluku Utara. Pencabutan sertifikasi yang mulai berlaku pada 16 Oktober 2021 ini bisa jadi peringatan bagi korporasi perusak lingkungan hidup yang bersembunyi di balik sertifikasi hijau.

Pada 14 Juli lalu, FSC, badan sertifikasi industri kehutanan berkelanjutan di dunia mengumumkan telah mengakhiri keanggotaan Korindo karena gagal mencapai kesepakatan terkait kepatuhannya.

Pelanggaran Korindo, yakni, kegagalan berkonsultasi dengan masyarakat adat dalam rencana mengubah lahan jadi perkebunan sawit, dan kompensasi tidak adil. Juga pembukaan 30.000 hektar hutan hujan atau setara 42.000 lapangan sepak bola dalam lima tahun terakhir, beberapa memiliki nilai konservasi tinggi (high conservation value/HCV).

“FSC dan Korindo tidak dapat menyepakati proses penunjukan verifikator dan untuk verifikasi indikator kinerja,” kata Kim Carstensen, Direktur Jenderal Internasional FSC kepada Mongabay melalui email.

Pada 2019, FSC telah menginvestigasi melalui Policy for Association (PfA). Hasilnya, memperlihatkan, Korindo telah mengkonversi hutan dalam membangun kebun sawit di Indonesia yang mengarah pada penghancuran nilai konservasi tinggi. Mereka pun meminta Korindo memperbaiki dengan evaluasi dampak negatif dan memulihkan lahan yang mereka rusak.

 

Baca juga: Kasus Kebun Sawit Putuskan Korindo Melanggar, FSC: Harus Evaluasi dan Pulihkan Kerusakan

Alat berat Korindo sedang pembersihan lahan di konsesinya di Papua. Foto: Mighty Earth

 

Sebelum keputusan Dewan Direksi FSC, Korindo berupaya mencapai perbaikan sosial dan lingkungan yang signifikan sebagaimana terurai dalam serangkaian kondisi awal yang ditetapkan FSC pada 2019. Dewan meminta, untuk dapatkan pembaruan kemajuan guna memastikan proses yang kredibel, terikat waktu dan diverifikasi independen. FCS melihat ada kemajuan terhadap komitmen.

Sayangnya, FSC dan Korindo tak dapat menyepakati verifikasi independen atas kemajuan ini. Hal ini yang menyebabkan keterlambatan FSC dalam memverifikasi dan melaporkan kemajuan Korindo.

“Sudah jadi situasi yang tidak dapat dipertahankan bagi FSC, kami tidak dapat memverifikasi peningkatan kinerja sosial dan lingkungan Korindo terhadap kondisi awal yang disepakati. Inilah sebabnya mengapa dewan memutuskan untuk memisahkan diri,” kata Carstensen.

“Kami percaya ini akan memberi kami kejelasan dan angin segar ketika Korindo melanjutkan upaya untuk meningkatkan kinerja sosial dan lingkungan.”

Kasus ini bermula pada 2017, Mighty Earth mengajukan pengaduan kepada FSC atas dugaan ada keterlibatan Korindo dalam deforestasi di Papua, pelanggaran hak asasi manusia dan perusakan nilai konservasi tinggi dalam operasi kehutanan di Indonesia.

“Keputusan FSC ini jadi peringatan bagi perusahaan manapun yang berpikir dapat menggunakan greenwashing, intimidasi hukum untuk menghancurkan hutan dan menginjak-injak hak-hak masyarakat adat dengan impunitas,” kata Annisa Rahmawati, advokat Mighty Earth.

Dengan pencabutan sertifikat FSC terhadap Korindo, kata Annisa, memberikan lebih banyak bukti terlepas dari klaim perusahaan terhadap kelestarian. Nyatanya, perusahaan masih belum dapat menunjukkan bukti yang memenuhi standar dasar sebagai bisnis bertanggung jawab terhadap lingkungan di abad ke-21.

Meski demikian, FSC mempertahankan asosiasi bersyarat dengan Korindo, yang mengharuskan perusahaan untuk lakukan langkah-langkah perbaikan.

Selain tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan penggundulan hutan, investigasi kolaborasi oleh Mongabay, The Gecko Project, the Korean Center for Investigative Journalism-Newstapa dan Al-Jazeera mengungkap, pembayaran ‘konsultasi’ senilai US$22 juta oleh Korindo dan yang berperan dalam ekspansi di Papua.

Hutan Papua merupakan hutan hujan alam terbesar di Indonesia dan satu lansekap terpenting bagi iklim dunia.

Annisa bilang, meskipun FSC menemukan Korindo melanggar kebijakan karena deforestasi besar-besaran dan penyalahgunaan hak-hak masyarakat adat, perusahaan terus menyebarkankan informasi palsu tentang usaha keras mereka.

“Dan terus menggunakan hubungan kelanjutan asosiasinya dengan FSC untuk mengelabui praktik buruknya. Dengan pengumuman ini, Korindo tidak bisa lagi bersembunyi di balik FSC.”

 

Baca juga: Investigasi Ungkap Korindo Babat Hutan Papua dan Malut jadi Sawit, Beragam Masalah Muncul

Pembibitan  Korindo di Maluku Utara. Foto: Walhi Malut

 

Mighty Earth mengatakan, indikasi lain Korindo tidak serius dalam memenuhi komitmen keberlanjutan adalah gugatan pencemaran nama baik pada 2020 yang diajukan pemasok Korindo di Jerman terhadap organisasi masyarakat sipil yang berkampanye menentang perusahaan.

Pada 2020 itu, Kenertec menggugat LSM Selamatkan Hutan Hujan, termasuk Center for International Policy (CIP) dari Amerika Serikat yang ikut mendanai Mighty Earth.

Gugatan itu, kata Annisa, contoh gugatan strategis terhadap partisipasi publik (strategic lawsuit against public participation/SLAPP).

“Korindo jelas tidak bertindak dengan itikad baik,” kata Hye Lyn Kim, juru kampanye Federasi Korea untuk Gerakan Lingkungan.

Dia bilang, kalau Korindo serius meningkatkan kinerja lingkungan dan hak asasi manusia untuk mengatasi pelanggaran standar FSC, mereka perlu memulihkan habitat hutan yang dihancurkan. “Membayar ganti rugi kepada masyarakat adat Papua yang terkena dampak dan menghentikan pelecehan hukum terhadap kelompok masyarakat sipil yang mencoba melawan penyalahgunaannya.”

Seo Jeongsik, Vice President Korindo Group mengatakan, Korindo Group tak berasosiasi dengan FSC untuk sementara waktu. Meskipun begitu, mereka akan tetap menjalankan komitmen environmental, social, and governance (ESG) serta keberlanjutan serta hak asasi manusia.

“Berdasarkan komitmen Korindo yang jelas terhadap ESG dan

keberlanjutan, kami ingin menekankan komitmen bersama antara FSC dan Korindo Group untuk kembali memasuki proses asosiasi sesegera mungkin. Tujuan kami tetap menjadi anggota FSC sepenuhnya. Kami akan terus melanjutkan pemenuhan roadmap seperti yang telah ditentukan,” katanya dalam keterangan tertulis.

Korindo bekerja sama dengan FSC sejak 2007 dan mengklaim menghasilkan prestasi besar di bidang ESG dalam beberapa tahun terakhir. Dia bilang, perusahaan sedang dalam proses menuju keanggotaan penuh dengan FSC.

Kwangyul Peck, Chief Sustainability Officer Korindo Group merasa sangat terkejut atas keputusan FSC menghentikan proses keanggotaan. Dia klaim menjalankan setiap langkah dalam peta jalan yang disepakati bersama dalam beberapa tahun terakhir.

 

Baca juga: Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua

****

Foto utama:  Hutan Papua, yang ditebangi untuk jadi kebun sawit Korindo. Foto: Mighty Earth

Exit mobile version