Mongabay.co.id

UNESCO Minta Setop Proyek Wisata di TN Komodo, Respon Pemerintah?

 

 

 

 

Taman Nasional Komodo jadi satu bagian pengembangan kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) super prioritas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Terjadi kontroversial kala rencana ini muncul. Termasuk, dari kalangan organisasi masyarakat sipil akhirnya mengirimkan surat resmi ke UNESCO juga badan lingkungan PBB menyampaikan berbagai kekhawatiran atas rencana proyek ini. UNESCO pun mengeluarkan surat yang antara lain berisi, Pemerintah Indonesia diminta menyetop proyek pembangunan wisata elit ini.

Pertemuan Komite Warisan Dunia UNESCO di Fuzhou, Tiongkok, Juli ini mengingatkan, Pemerintah Indonesia terkait ancaman yang mugkin menimpa outstanding universal value (OUV) atau aset dengan nilai luar biasa di kawasan itu. Yakni, komodo yang jadi spesies kunci wilayah itu dan jadi warisan dunia.

Peringatan ini tercantum dalam dokumen terkait sesi konvensi perlindungan warisan budaya dan alam dunia, WHC/21/44.COM/7B. Mengenai komodo, tercantum dalam poin 93 halaman 253.

“Kami mendorong negara anggota untuk menangguhkan seluruh proyek infrastruktur pariwisata di dan sekitar properti yang mempunyai potensi berdampak terhadap OUV sampai EIA (environmental impact assessment atau analisis mengenai dampak lingkungan) yang sudah direvisi, diserahkan dan dikaji kembali oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature),” sebut dokumen Komite Warisan Dunia PBB ini.

OUV, merupakan satu kriteria penilaian UNESCO untuk penetapan warisan dunia. Bagi menyandang warisan dunia, suatu pusaka harus memenuhi syarat integritas atau keauntetikan dan sistem pelindungan (konservasi) serta pengelolaan dalam menjamin kelestariannya.

Dokumen Komite Warisan Dunia ini juga menyebutkan, amdal yang sudah ke IUCN masih dianggap kurang memadai hingga perlu evaluasi dan kajian.

Kemudian, ada enam poin lain yang jadi catatan dari World Heritage Committee (WHC) UNESCO terkait proyek di TN Komodo, antara lain, Pemerintah indonesia perlu memberikan informasi rinci terkait rencana induk pariwisata terbaru dan menunjukkan bagaimana OUV akan dilindungi. Juga, rencana mewujudkan pariwisata masal dengan memastikan pelindungan OUV.

Soal kegiatan penelitian dan pemantauan jangka panjang komodo yang menunjukkan tren populasi stabil, mendesak pemerintah melanjutkan sensus populasi secara teratur dan menerapkan langkah-langkah pengelolaan dalam konteks usulan peningkatan pariwisata.

 

Baca juga: Protes Kelola Wisata TN Komodo, Mereka Kirim Surat ke Badan Kebudayaan dan Lingkungan PBB

Sebuah truk pengangkut material sedang berhadapan dengan satwa Komodo di Pulau Rinca di Taman Nasional Komodo (TNK),Kabupaten Manggarai Barat,NTT. Foto : Akun Twitter Save Komodo Now

 

Komite Warisan Dunia juga mendesak perlu informasi paling utama adalah restorasi atau konstruksi baru sebelum membuat keputusan apapun yang akan sulit pemulihan seperti semula.

“Juga meminta pemerintah merevisi amdal bagi proyek infrastruktur pariwisata di Pulau Rinca, sejalan dengan catatan saran IUCN untuk penilaian lingkungan. Lalu, mengirimkan kembali ke WHC untuk ditinjau IUCN sebagai hal mendesak.”

Pada poin kedelapan, komite prihatin karena kurang ada peralatan operasional dan kapasitas teknis mengelola kekayaan wilayah laut. Komite meminta, Indonesia segera memperkuat manajemen kelautan dan kapasitas penegakan hukum di properti. Dengan penekanan khusus pada penangkapan ikan dan penambatan kapal ilegal, mengalokasikan anggaran cukup untuk penelitian kelautan.

Indonesia juga diminta menyampaikan laporan terbaru tentang status konsertvasi properti dan catatan-catatan itu pada 1 Februari 2022 untuk diperiksa pada sidang ke-45 WHC UNESCO.

Labuan Bajo akan dibangun Integrated Tourism Master Plan (ITMP), yang katanya akan jadi salah satu dari 10 ‘Bali Baru’ yang digadang-gadang pemerintah. Pembangunan berada di Taman Nasional Komodo, Pulau Flores dan Rinca.

Pulau Komodo, menyandang situs warisan dunia pada 1991. Status ini sekaligus untuk menghindari kerusakan lingkungan hidup dan ancaman terhadap komodo. UNESCO merekomendasikan, Komite Warisan Dunia meminta akses pengawasan bersama atas lokasi-lokasi di wilayah itu.

 

Baca juga: Menyoal Kebijakan Kontroversi di Taman Nasional Komodo

Sumber: Sunspirit for Justice and Peace-Labuan Bajo-Flores Barat

 

Kata pemerintah?

Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi sebagai koordinator megaproyek ini. Hingga kini, proyek masih dalam proses dan untuk Pulau Rinca, hampir selesai.

Jodi Mahardi, juru bicara Menko Marves mengatakan, sudah mengetahui permintaan UNESCO untuk menangguhkan pembangunan itu. Dia tak menjawab jelas soal sikap pemerintah. Jodi hanya bilang, pemerintah, sejauh ini fokus pada upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Manggarai Barat.

“Upaya kita menjaga lingkungan seperti sampah dan lain-lain. Semua pihak kami sambut baik untuk terlibat konkrit dalam upaya ini,” katanya kepada Mongabay.

Saat ditanya evaluasi amdal yang jadi perhatian UNESCO, dia tak menjawab. Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem dan Nunu Nugraha, Kepala Biro Humas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tidak merespon pertanyaan Mongabay.

 

 

Sambut baik

Venansius Haryanto, peneliti di lembaga advokasi berbasis penelitian, Sunspirit for Justice and Peace-Labuan Bajo-Flores Barat sudah lama menantikan tindakan serius dari UNESCO.

Pada 10 September 2020, kalangan organisasi masyarakat sipil di Labuan Bajo, mengirimkan surat resmi ke UNESCO mengenai kekhawatiran pembangunan proyek pariwisata di Taman Nasional Komodo.

“Terus terang, ini memberikan energi baru dalam penantian panjang. Meski kami merasa ini akan terlambat, karena pembangunan di Pulau Rinca ini sudah hampir rampung,” katanya.

Pembangunan di Pulau Rinca, katanya, sudah berjalan hampir 80% di tengah penolakan masyarakat.

Venan mendesak, sarana prasarana masih dalam rencana alias belum dieksekusi, seperti resort-resort dan mengantongi konsesi itu segera dicabut. Dia sebutkan, seperti PT Segara Komodo Lestari di Pulau RInca, PT Komodo Wildlife Ecotourism, di Pulau Padar dan Komodo, PT Synergindo Niagatama, di Pulau Tatawa.

“Kami sangat berharap dengan dokumen ini, keseluruhan izin perusahaan itu dicabut.”

Dia bilang, sebaiknya pemerintah perlu mengikuti arahan UNESCO, seperti merevisi amdal.

Venan pun meminta, rencana pembangunan ini evaluasi dan kaji ulang dan dibatalkan. Menurut dia, rencana pembangunan ini bahaya bagi konservasi dan ekonomi masyarakat yang hidup dari pariwisata berbasis komunitas di Taman Nasional Komodo.

 

Baca juga: KLHK: Pengembangan Wisata Komodo Berprinsip Konservasi dan Libatkan Masyarakat, Benarkah?

Komodo, satwa kebanggaan Indonesia yang hidup di Nusa Tenggara Timur. Foto: Asep Ayat

 

*****

Foto utama:  SUmber: Litbang lembaga advokasi berbasis penelitian, Sunspirit for Justice and Peace-Labuan Bajo-Flores Barat

Exit mobile version