Mongabay.co.id

Sudah Ada Qanun, Penanganan Sampah di Banda Aceh Belum Maksimal

 

 

Sampah plastik masih menjadi masalah utama di Banda Aceh, Provinsi Aceh.

Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Keindahan Kota [DLHK3] Provinsi Aceh mencatat, Kota Banda Aceh yang merupakan Ibu Kota Provinsi Aceh, tahun 2020 rata-rata menghasilkan sampah 230 ton setiap hari.

Kasi Teknologi Pengelolaan Sampah DLHK3 Banda Aceh, Rosdiana mengatakan, jumlah sampah yang dihasilkan tersebut berdasarkan perhitungan yang masuk ke tempat pembuangan akhir.

Pada 2018, sampah yang masuk ke TPA mencapai 80.745 ton atau jika dihitung rata-rata perhari, sekitar 220 ton per hari. Tahun 2019, jumlahnya 73.728 ton atau 201 ton per hari.

Sementara, Januari – April 2021, masyarakat Kota Banda Aceh telah menghasilkan sampah mencapai 28.535 ton atau 237 ton per hari. Dari jumlah itu, terdapat 4.759 ton sampah plastik, serta 4.736 ton yang bisa didaur ulang.

“Dari jumlah itu, sekitar 76 persen merupakan sampah rumah tangga,” ujar Rosdiana, Rabu [04/8/2021].

Baca: Rencana Aksi Pengelolaan Satwa Liar di Aceh, Kapan Dijalankan?

 

Sampah yang dibuang sembarangan di seputar Kota Banda Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Rasyidin, petugas kebersihan di ruas jalan Kota Banda Aceh, mengatakan setiap hari para petugas membersihkan jalan. Akan tetapi, sampah plastik tetap bertebaran di pinggir jalan yang dibuang oleh pengendara kendaraan bermotor.

Padahal, semua ruas jalan di Kota Banda Aceh ada tempat sampahnya. “Tapi yang saya lihat, masyarakat atau pengguna jalan malas membuang sampah pada tempatnya, melainkan melempar begitu saja,” ujarnya.

Pemerintah Kota Banda Aceh pernah membuat aturan mengurangi sampah plastik. Termasuk pula tidak lagi memberikan kantong plastik gratis kepada pembeli. Namun, program ini belum terlihat hasilnya.

Pemerintah Kota Banda Aceh, sejak 1 Januari 2019 telah menindak pelanggar Qanun [Peraturan Daerah] Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Sampah. Bagi siapa yang membuang sampah sembarangan, termasuk dari kendaraan, dapat dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda maksimal Rp10 juta.

“Terbukti di lapangan, pengguna jalan masih membuang sampah sembarangan,” papar Rasyid.

Foto: Penyu Itu Makan Sampah Plastik

 

Tumpukan sampah ini juga dibuang begitu saja di wilayah Aceh Besar. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Masyarakat buang sampah sendiri 

Lain halnya dengan masyarakat di Kabupaten Aceh Besar. Pemerintah setempat yang tidak mengelola sampah dengan baik, menyebabkan masyarakat harus mencari sendiri tempat pembuangan sampah. Sebagian besar sampah dibuang ke tanah kosong.

“Tidak terlihat campur tangan pemerintah dalam pengelolaan sampah di Aceh Besar, khususnya di Kecamatan Lhoknga,” sebut Farji, warga Lamlhom, Kecamatan Lhoknga.

Fajri mengatakan, karena tidak disediakan tempat pembuangan sampah, masyarakat memilih membuangnya ke tanah kosong atau pinggir jalan. Sampah pun menumpuk, tidak ada yang memindahkannya.

“Jarak dari Lhoknga ke TPA Blang Bintang jaraknya lebih 20 kilometer.”

Bahkan untuk mengantisipasi sampah bertebaran dimana-mana, sejumlah desa di Kecamatan Lhonga, menginisiasi pembelian lahan untuk dijadikan tempat pembuangan sampah.

“Tapi lagi-lagi, sampah dibiarkan menumpuk dan truk pengangkut milik dinas terkait tidak memindahkannya ke tempat pembuangan akhir [TPA],” jelasnya.

Baca: Rubama, Perempuan Inspiratif Gampong Nusa

 

Sampah plastik tidak hanya mencemari air tapi juga butuh waktu puluhan tahun untuk terurai. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Hal yang sama terjadi di Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar. Pengelolaan sampah yang buruk menyebabkan masyarakat terpaksa membuang sampah di pinggir jalan Banda Aceh – Medan.

“Saree, Kecamatan Lembah Seulawah, merupakan tempat singgah pengguna jalan untuk beristirahat di kaki gunung api Seulawah Agam. Banyak tempat usaha yang dibangun masyarakat, baik itu rumah makan atau kios oleh-oleh seperti keripik, tapi kami kesulitan membuang sampah,” terang Herman, pelaku usaha di Saree.

Foto: Pucok Krueng, Kars Potensial Kelas 1 di Aceh Besar yang Sepi Perhatian

 

Butuh kerja sama semua pihak untuk penanganan sampah agar tidka mencemari lingkungan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Peraturan kantong plastik

Pemerintah Kota Banda Aceh telah mengeluarkan Peraturan Wali Kota [Perwal] Nomor: 111 Tahun 2020 tentang kewajiban pembatasan penggunaan kantong plastik di supermarket, swalayan, dan mall.

Perwal tersebut mengatur setiap hari Senin di Banda Aceh, merupakan hari tanpa kantong plastik. Pelaku usaha di supermarket, swalayan, dan mall tidak memberikan plastik cuma-cuma kepada konsumen, tetapi mengenakan biaya tambahan 500 Rupiah untuk setiap kantong plastik yang dipakai.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh menilai, Qanun Kota Banda Aceh Nomor: 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Sampah hanya disosialisasikan tanpa diimplementasikan secara utuh. Penegakan hukum seperti 11 kali operasi tangkap tangan terhadap pelanggar Qanun telah dilakukan, tapi belum mengurangi permasalahan sampah di Banda Aceh.

“Penerapan Qanun masih sporadis dan tidak berkesinambungan. Kondisi tersebut menjadikan visi Kota Banda Aceh Bebas Sampah 2025 semakin jauh dari angan-angan,” ungkap Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, Rabu [04/8/2021].

Muhammad Nur mengatakan, keberhasilan perbaikan pengelolaan sampah di Kota Banda Aceh tidak hanya menjadi tugas pemerintah kota, tetapi juga harus dibarengi dengan peningkatan partisipasi masyarakat.

“Sektor swasta dan dunia usaha juga harus dilibatkan. Dengan begitu, semua pihak terlibat dan tentunya juga dibarengi penegakan hukum,” jelasnya.

 

 

Exit mobile version