Silakan datang ke Gampong (Desa) Nusa, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Anda akan disambut hamparan hijau sawah yang memanjakan mata, begitu tiba di gerbang desa. Bukan hanya itu, bila Anda ingin menamam padi atau belajar memasak makanan tradisional Aceh, masyarakat di sini dengan gembira menyambutnya.
Gampong Nusa, desa berjarak 10 kilometer dari Banda Aceh, juga telah keluar dari permasalahan sampah plastik yang bertebaran di desanya. Anak muda kreatif di sini telah membuat program bank sampah. Bahkan, tiap tahun, Gampong Nusa menggelar Nusa Festival, parade budaya, kuliner, hingga karnaval baju yang berbahan sampah kertas dan sebagainya.
“Ekowisata atau ekoturisme yang saya pahami adalah kegiatan wisata yang menambah pendapatan masyarakat setempat, tanpa harus merusak alam. Potensi alam yang ada dikelola dengan baik sehingga meningkatkan perekonomian. Sekali lagi, tanpa merusak,” terang Rubama, perempuan inspiratif Gampong Nusa, di penghujung Februari 2018.
Rubama yang lahir pada 17 Agustus 1985, bersama kolega telah membangun Gampong Nusa menjadi desa wisata alam dan budaya. Mengajak masyarakat desanya untuk optimis, meraih nasib yang lebih baik paska terpuruk dari konflik bersenjata dan bencana hebat tsunami.
“Sebelum konflik bersenjata, masyarakat Gampong Nusa memiliki jiwa sosial yang tinggi. Karena konflik itu juga, kegiatan sosial mereka terkikis. Bencana tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 silam makin memperparah kehidupan sosial yang ada,” terang alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh.
Gampong Nusa merupakan desa yang hancur saat tsunami menghantam Aceh. Masyarakatnya harus bertahan di tempat-tempat pengungsian. Untuk membersihkan serakan sampah yang bertebaran, beberapa NGO asing bekerja sama dengan lembaga lokal melaksanakan kegiatan Cash for Work.
“Masyarakat yang gotong royong membersihkan tempat tinggal mereka, dibayar dengan program tersebut. Selanjutnya, masyarakat yang menghadiri pertemuan atau rapat, bahkan rapat di desa, juga diberikan uang transportasi. Kondisi ini perlahan melunturkan kepekaan sosial,” ujarnya.
Bersama beberapa pemuda Gampong Nusa, Rubama tidak tinggal diam menyaksikan kejadian tersebut. Kebiasaan bersosial masyarakat harus dikembalikan. Masyarakat harus membangun sendiri kampungnya, berdaulat dengan gotong royong.
Sosok tangguh
Penghujung 2005, Rubama bersama seorang warga Gampong Nusa mengikuti pelatihan mengelola sampah di Calang, Kabupaten Aceh Jaya, yang dilaksanakan sebuah NGO.
Tak ingin ilmunya hilang, Rubama mempraktikkan hasil pelatihan tersebut bersama perempuan-perempuan Gampong Nusa. Mereka mengolah sampah plastik menjadi produk-produk kreatif.
Bersama pemuda Gampong Nusa, Rubama juga membuat program bank sampah, tempat anak-anak menjual sampah. “Mereka memiliki buku tabungan sendiri yang digunakan untuk membayar biaya pengajian di Taman Pendidikan Al Quran.”
Rubama belum puas. Banyak hal yang ingin dilakukannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tahun 2007, dia belajar perihal pariwisata di Institut Pertanian Bogor (IPB), bidang ecotourism.
Untuk memperdalam pemahamannya, Rubama mengunjungi beberapa tempat wisata di Indonesia dan luar negeri. Semua ilmu yang didapatkan, langsung ia aplikasikan di Gampong Nusa, terutama ekowisata.
“Ekowisata sangat menarik ketika masyarakat sendiri pelakunya. Masyarakat akan sejahtera ketika mereka bisa mengelola alam yang ada di sekitarnya dengan baik dan tidak merusak,” terangnya.
Rubama pun mengajak masyarakat untuk mandiri dengan mengelola wisata sendiri. Masyarakat menjadi pendamping wisatawan dan rumah masyarakat dijadikan tempat wisatawan menginap.
“Alhamdulillah, konsep yang saya tawarkan dengan beberapa teman mendapat respon positif. Masyarakat senang menerima kunjungan tamu dan mempersiapkan kamar untuk menginap. Tamu yang datang tidak hanya pengunjung lokal tapi juga ada yang dari Malaysia dan Singapura. Mereka ingin menikmati suasa desa dengan hamparan sawah dan makanan tradisional,” tuturnya.
Karena usahanya membangun desa tanpa pamrih, mantan Koordinator Program Solidaritas Perempuan (SP) Aceh ini, pada 2013 dinobatkan sebagai Perempuan Inspiratif Nova untuk kategori Perempuan dan Lingkungan.
“Saya bersama masyarakat Gampong Nusa masih harus membangun wisata sehingga terkelola lebih baik,” jelas Rubama.
Ide kreatif
Zulkarnaini, pemuda Gampong Nusa menyebutkan, Rubama merupakan sosok kreatif yang membangun desa kelahirannya. Dia telah meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya menjaga lingkungan dan mengelola hal-hal menarik untuk mengundang wisatawan.
“Rubama telah menginspirasi masyarakat Nusa, banyak potensi desa yang bisa dimanfaatkan, khususnya bidang wisata.”
Karena dia, sambung Zulkarnaini, masyarakat semakin sadar mengelola sampah menjadi berkah yang bagi sebagian besar orang dianggap barang tidak bermanfaat. Di Nusa, sampah menjadi kerajinan tangan seperti topi, dompet, baju dan lainnya.
“Rubama mengajak bukan hanya masyarakat, tapi juga perangkat desa. Ini yang membuat masyarakat senang mendengar ide-ide segarnya hingga Gampong Nusa dikenal wisatawan,” ujarnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh, Reza Fahlevi menjelaskan, Gampong Nusa desa mandiri di Aceh yang berhasil membangun dan mengelola potensi wisatanya. “Keberhasilan Gampong Nusa mengelola potensi wisata dengan ide kreatif, ada sosok Rubama yang mengawalinya.”
Reza Fahlevi mengatakan, Pemerintah Aceh mendorong generasi muda untuk kreatif seperti Rubama. Generasi yang bisa membangun tempat tinggal mereka dan memberi manfaat untuk masyarakat banyak. “Kita bisa belajar banyak dari Rubama,” tandasnya.