Mongabay.co.id

Dulu Tandus dan Gersang, Kini Pulau Vulkanis di Tengah Atlantik Ini Hijau dan Rimbun

 

 

Pulau Ascension namanya. Sebuah titik hijau kecil di tengah tropis Atlantik, sebuah pulau vulkanis yang terletak di antara Amerika Selatan dan Afrika. Banyak orang menyebutknya pulau aneh, tak masuk akal.

Saat itu tahun 1836, seorang pemuda luar biasa bernama Charles Darwin sedang dalam perjalanan kembali dari penjelajahan dan penemuan-penemuan bersejarahnya. Kala itu, Charles Darwin berusia 22 tahun ketika bergabung dengan HMS Beagle dalam lawatan bersejarah, selama 5 tahun yang panjang kapal kecil itu mengelilingi bumi, mendokumentasikan kehidupan dan membuat penemuan-penemuan yang akan mengarah pada teori evolusi Darwin.

Ketika Darwin mencapai Pulau Ascension, pada bulan-bulan terakhir perjalanannya pulang ke Inggris tahun 1836, ia menemukan sebuah pulau gersang yang aneh. Pulau yang terus berevolusi karena proses vulkanik terus menerus yang mengakibatkan pulau ini menjadi gurun tanpa pohon di tengah Samudra Atlantik. Sebuah pulau lava yang terjal, panas karena lava, dan tanpa air tawar.

Namun, ilmuwan muda tersebut, yang suatu hari nanti akan mengubah seluruh pemahaman kita tentang semua kehidupan di bumi, telah mulai menyusun rencana. Bereksperimen melakukan sesuatu, yang tidak pernah dicoba sebelumnya, bahkan mungkin setelahnya.

Darwin memperhatikan bahwa hampir tidak ada hujan turun di Ascension, dan air apapun yang mencapai batuan vulkanik kering di pulau itu, menguap dalam hitungan detik.

Dia pun paham bahwa Angkatan Laut Inggris sejak lama sangat ingin mendiami pulau terpencil itu untuk dijadikan tempat transit. Tetapi, iklim yang gersang dan kekurangan air membuat hal tersebut menjadi tidak mungkin.

Pulau seluas separuh Pulau Ternate ini merupakan pulau geologis yang tergolong muda. Dulunya adalah puncak gunung berapi bawah laut yang naik ke atas gelombang, sekitar satu juta tahun lalu. Bahkan dipercaya masih meletus pada abad ke-16.

Baca: Darah Naga, Pohon Aneh di Samudra Hindia

 

Citra satelit 2010 yang menunjukkan hijaunya Pulau Ascension. Foto: NASA Earth Observatory/Jesse Allen/Wikimedia Commons/Public Domain

 

Darwin kembali ke Inggris dan namanya dikenal seantero negeri, selama beberapa tahun berikutnya ia menerbitkan buku hasil penelitian dan perjalanannya selama bertahun-tahun, karya fenomenal, yakni “On the Origin of Species by Means of Natural Selection, or the Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life” yang resmi terbit pada November 1859. Darwin pun makin dikenal publik.

Meski ketenaran telah dia dapatkan, Darwin tidak pernah melupakan rencana untuk melakukan sesuatu di Ascension, pulau gurun terpencil di tengah laut itu. Ketika sahabatnya Joseph Hooker, seorang ahli botani terkenal Inggris, baru saja kembali dari perjalanannya mengunjungi pulau tersebut, kedua sahabat itu berbicara tentang rencana Darwin, yakni bagaimana membuat pulau vulkanis yang gersang tersebut, bisa ditinggali.

Darwin dan Hooker, menyusun rencana menakjubkan, mereka kemudian memilih tanaman dan pohon yang cocok untuk iklim kering dari koleksi ekstensif di Kew Gardens, tempat Hooker menjadi direktur, di Richmond, Inggris, dan kemudian meyakinkan Angkatan Laut Inggris untuk mengirim bibit pohon-pohon tersebut ke Pulau Ascension.

Baca: Bumi Pernah ‘Menelan’ Seluruh Samudranya di Masa lalu. Akankah Terulang Lagi?

 

Green Mountain di Pulau Ascension yang hijau. Foto: Ascension.gov.ac

 

Rencana awal, mereka akan menanam di seluruh puncak Green Mountain setinggi 859 m, titik tertinggi Ascension. Dedaunan akan menjebak kelembaban dari angin tenggara yang hangat menyapu terus menerus, membiarkannya menetes ke permukaan tanah untuk memastikan pasokan air bagi pasukan. Dia akan memperkenalkan rumput untuk menciptakan padang rumput untuk ternak, dan tanah untuk menanam sayuran.

Hooker, dikutip dari National Geographic, yang ahli biologi memahami bahwa krisis ekologi di Ascension berasal dari masalah tunggal, yakni kurangnya retensi air. Menurutnya, pulau ini memiliki curah hujan cukup untuk mendukung ekosistem yang lebih beragam. Namun, tanpa lempung, kelembaban apapun mengalir dari permukaan berbatu dan kembali ke laut.

Pohon, jika ditanam, akan memberikan tiga manfaat penting bagi pulau itu: membantu menangkap kelembaban; memecah batu lava dengan sistem akar; dan menyediakan serasah daun, dari tanah yang lebih tebal akhirnya bisa berkembang.

Hooker dan Darwin mengembangkan peta jalan spesies potensial yang mungkin menyesuaikan diri dengan pulau itu. Dalam beberapa kasus hanya memilih spesies yang tumbuh di kisaran garis lintang yang sama, dalam kasus lain dengan sengaja memilih spesies yang akan mendukung satu sama lain.

Strategi mereka di antaranya adalah penanaman pohon secara massal untuk meningkatkan curah hujan, memperkenalkan vegetasi di lereng curam untuk mencegah erosi tanah, dan memperkenalkan berbagai macam tanaman. Ada penanaman massal di hutan-hutan yang terorganisir, juga semak belukar dan padang rumput di pulau itu. Berdua, mereka memperkenalkan lebih dari 220 spesies tanaman eksotis dari berbagai belahan dunia ke pulau itu.

Berbagai catatan menunjukkan bahwa kapal angkatan laut Inggris membawa benih dan bibit berbagai macam tanaman yang diambil dari kebun raya di Eropa, Afrika Selatan, dan Argentina. Kew Gardens di Inggris mengirim lebih dari 330 spesimen tanaman ke Ascension dan terus terlibat dalam pekerjaan konservasi itu [bahkan sampai sekarang]. Tahun 1870, sebanyak 5.000 pohon telah lebih ditanam.

Dalam 20 tahun pertama penanaman, Ascension telah memulai transformasinya, dengan lebih 40 spesies tanaman baru yang berhasil beradaptasi dengan kondisi pulau.

Seiring waktu, tanah berubah, begitu pula hidrologi pulau. Royal Admiralty [yang membawahi AL Inggris kala itu], pemodal awal proyek penghijauan tersebut, melaporkan kondisi lebih ramah bagi pasukannya yang ditempatkan di Ascension. Semua berkat tanaman yang mulai menumbuhi pulau tersebut.

Baca: Pulau Madagaskar dan Temuan Fosil Aneh Mamalia Awal era Dinosaurus

 

Ascension Island Frigatebird [Fregata aquila] burung endemik Pulau Ascension. Foto: Ascension.gov.ac

 

Pada 1880-an, “pohon penangkap kabut” yang ditanam Joseph Hooker telah membentuk kolam kecil di puncak gunung, kumpulan air tawar pertama di pulau Ascension. Burung pipit, chaffinch, linnet, dan beberapa burung pantai Afrika tiba di pulau itu tahun 1863. Bahkan, pulau ini kini punya burung endemik, Ascension frigatebird, namanya.

Kebun jeruk, lemon, cherimoyer, apel custard, dan leci ditanam pada 1868. Namun, tidak semuanya berkembang. Pohon jeruk layu. Penanaman berkurang tahun 1890-an dan hanya tanaman asing yang paling cocok yang akhirnya bertahan. Perpaduan flora yang masih hidup dari Afrika dan Amerika berlangsung tanpa perawatan selama sebagian besar 1900-an.

Pada akhirnya, hanya spesies paling cocok yang bertahan, dan Ascension kini menjadi pulau hijau, dengan tanaman eklektik dari seluruh dunia.

Dalam beberapa dekade, pekerjaan yang diprakarsai bapak evolusi Charles Darwin ini telah mengubah pulau vulkanik yang panas dan gersang, menjadi taman tropis rimbun, lengkap dengan hutan awan buatan.

Apa yang telah dilakukan Darwin dan Hooker, adalah menciptakan hutan buatan di titik tertinggi pulau yang dulunya gersang. Vegetasi lebat ini menangkap kelembaban dari awan yang kemudian melayang di atas pulau , menciptakan oasis lembab dan mendorong peningkatan curah hujan yang sekarang memungkinkan kehidupan berkembang.

Baca: Jejak Alfred Russel Wallace Itu Sungguh Mengagumkan

 

Laut di Pulau Ascension yang dilindungi dan dijaga kelestariannya. Foto: Ascension.gov.ac

 

Dr. Sam Weber, ahli biologi dari Universitas Exeter, Inggris mengatakan bahwa kerja keras Darwin dan Hooker di abad lalu, kini bisa dinikmati masyarakat moderen sekarang. “Seperti yang Anda lihat dari vegetasi di sekitar kita, rencana ini sukses spektakuler,” katanya, sebagaimana dikutip dari BBC.

“Kini saya dilingkupi kabut di tengah hutan awan mini yang dipenuhi pohon ficus, bambu, jahe, dan jambu biji yang menyelimuti Green Mountain. Tadi hanya beberapa menit berkendara dari dataran lava yang terik, tapi di atas sini sejuk dan berangin,” tambahnya.

Meski begitu, masih perlu waktu lama untuk membuat Green Mountain benar-benar seperti hutan tropis. “Saya tidak berpikir kita akan pernah sampai pada titik menyebut Green Mountain sebagai ekosistem yang berfungsi penuh, setidaknya tidak dalam jangka pendek. Ini memakan waktu ribuan tahun,” kata Weber.

Satu setengah abad berlalu, Pulau Ascension menjadi tuan rumah bagi ekosistem yang sangat beragam dan mandiri, dapat dikatakan upaya pertama yang terbukti dalam rekayasa ekologi.

Baca juga: Tanaman-tanaman yang Diprediksi Bisa Tumbuh di Mars

 

Peta Pulau Ascennsion. Sumber: BBC

 

Berkat bioakumulasi, lapisan tanah atas yang tebal melapisi puncak tertinggi pulau itu, Green Mountain. Hujan tidak hanya mengalir kembali ke laut tetapi disimpan oleh hutan di pulau, menyediakan sumber air tawar berkelanjutan dan bersih bagi populasi manusia di pulau itu.

Spesies asli juga pulih; banyak pakis endemik yang sebelumnya terancam punah berkembang biak dan beradaptasi dengan ceruk baru. Mereka berkembang sebagai spesies arboreal, aman dari kambing di cabang-cabang pohon yang tinggi.

Dulunya, Darwin sendiri menyebut Pulau Galapagos [asal muasal teori evolusi Darwin] dengan sebutan Darwin’s Eden [taman surgawi]. Ascension disebutnya sebagai Darwin’s Inferno [neraka]. Tapi rasanya, sebutan inferno tidak cocok lagi. [Berbagai sumber]

 

Exit mobile version