Mongabay.co.id

Bagaimana Upaya Restorasi Gambut dan Mangrove di Riau?

 

 

 

 

Riau, miliki gambut cukup luas. Sekitar 4,9 juta hektar atau 55% dari luas daratan provinsi ini berupa lahan gambut. Kebakaran hutan dan lahan gambut masih langganan di Riau yang menimbulkan kerugian dari berbagai sektor. Riau juga wilayah pesisir hingga kaya mangrove dengan ragam jenis. Sekitar 90-an, luas mangrove di Riau sekitar 126.000 hektar. Upaya restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove memerlukan kerjasama dan keterlibatan semua pihak.

“Kira-kira seperti apa rencana BRGM di Riau?” tanya Rusmadya dari Greenpeace, memandu diskusi yang diadakan Jikalahari, baru-baru ini.

Hartono, Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengatakan, target restorasi gambut terbesar ada di Riau seluas 611.000 hektar, semua di luar konsesi. Untuk 2021, anggaran dikelola organisasi perangkat daerah (OPD) sebagai kepanjangan tangan melalui mekanisme tugas pembantuan. Ada juga oleh struktur BRGM, bekerjasama dengan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat. Hartono yakin dapat menuntaskan pekerjaan ini.

Tahun ini, BRGM bangun sekitar 130 infrastruktur pembasahan dan penanaman untuk perbaikan tutupan vegetasi seluas 90 hektar di dua lokasi. Ada juga peningkatan kapasitas dan perbaikan sumber pendapatan masyarakat melalui paket bantuan 58 paket, baik lewat tugas pembantuan maupun langsung BRGM.

Di Bengkalis, BRGM membangun langsung 15 sekat kanal dengan biaya Rp309, 649 juta. Lewat tugas pembantuan pada DLHK Riau terbangun 54 sekat kanal dengan biaya Rp1, 115 miliar.

DLHK Riau juga revegetasi seluas 25 hektar dengan biaya Rp75, 175 juta. Untuk revitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat, DLHK dibiaya Uni Eropa dengan nilai kontrak hampir Rp1,6 miliar.

Uni Eropa lewat United Kingdom Climate Change Unit (UKCCU) juga fasilitasi budidaya gaharu dan pengolahan di Kabupaten Siak. Ada juga pencegahan kebakaran di Bengkalis, Siak dan Kepulauan Meranti. Ia berupa bantuan peralatan pemadam kebakaran termasuk bantuan patroli untuk satu bulan terutama saat-saat rawan kebakaran.

Untuk mangrove, Riau juga paling luas target rehabilitasi dibanding provinsi lain. Berdasarkan data one map mangrove dari KLHK, luas kerusakan mencapai 155.540 hektar dari 482.000 mangrove terdegradasi di sembilan provinsi.

Amanar BRGM untuk mempercepat rehabilitasi mangrove pada sembilan provinsi prioritas, yakni, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua Barat dan Papua.

“Ini jadi pekerjaan rumah kita bersama,” ucap Hartono.

 

Baca juga : Abrasi Ancam Lahan Perkebunan di Pesisir Pulau Bengkalis

Mangrove rusak di Riau. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Agak berbeda dengan restorasi gambut, untuk rehabilitasi mangrove sesuai perpres, BRGM bekerjasama dengan KLHK maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Anggaran rehab mangrove 2021 dikemas melalui skema pemulihan ekonomi nasional (PEN) dikelola BGRM. Di lapangan dilaksanakan UPT Balai Pengelolaan Darah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL).

BPDASHL juga mengklasifikasi kelompok-kelompok masyarakat yang melaksanakan pemulihan mangrove.

Tahun ini, sebetulnya anggaran dari Kementerian Keuangan untuk rehab mangrove Rp 1,5 triliun buat 83.000 hektar. Riau kebagian 15.000 hektar.

Namun, belakangan pemerintah refocusing anggaran hingga ada pengalihan untuk penanganan COVID-19. Hartono bilang, ada kemungkinan dari anggaran terambil sebagian.

Dia bilang, khusus pemulihan mangrove masih kurang tersosialisasi. Pasalnya, perintah percepatan rehab mangrove baru turun pada April. Harapannya, dengan penyediaan anggaran, ada aliran dana ke masyarakat yang terlibat. Idealnya, rehab mangrove sudah jalan setahun sebelumnya. Dengan begitu, sudah ada lokasi, kelompok masyarakat, teknik pekerjaan dan seterusnya.

“Terus terang kami sadari sebetulnya tidak ideal, tetapi kami lakukan agar pelaksanaan di lokasi-lokasi yang risiko kegagalan kecil segera dilakukan,” ujar Hartono.

 

Masalah di Riau

Ismail Plt Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Bengkalis mengatakan, kebakaran hutan dan lahan jadi isu prioritas di daerah mereka. Bengkalis rawan karhutla karena beberapa faktor, antara lain, sebagian besar atau sekitar 65% dari luas wilayah bergambut. Perekonomian masyarakat mendorong pembukaan lahan cara bakar, pengaruh cuaca ekstrem serta pembangunan kanal yang menyebabkan kekeringan permukaan tanah.

Catatan Pemerintah Bengkalis, paling tidak dalam beberapa tahun terakhir ini karhutla terbesar terjadi pada 2019, luas 1.372,9 hektar dengan kerugian sekitar Rp29,4 miliar.

Pada 2020, hanya 400 hektar terbakar. Tahun ini, katanya, beberapa wilayah sudah mulai mengalami kebakaran ketika cuaca panas tinggi.

Mengenai rehabilitasi mangrove, hasil identifikasi Pemerintah Bengkalis menemukan penyebab kerusakan mangrove karena perilaku manusia. Pertama, eksploitasi hutan mangrove berlebihan dengan ragam alasan, seperti bakau sebagai cerocok. Saat ini kegiatan itu sudah setop.

Kedua, alih fungsi lahan untuk pemukiman dan tambak. Terakhir, pembuangan limbah. Selain faktor manusia, juga dari alam, seperti abrasi dan hama tanaman.

Bengkalis terdiri dari beberapa pulau, seperti Rupat dan Bengkalis, kondisi tutupan lahan didominasi perkebunan, sekitar 30% luas areal. Sedangkan mangrove hanya 2,9%. Dari kedua pulau itu, yang banyak mengalami abrasi di APL.

Isu abrasi pantai memang jadi masalah strategis Pemerintah Bengkalis. Penyebabnya, karena gelombang tinggi ketika musim angin utara yang berhembus dari Selat Malaka dan menghantam seluruh pesisir pantai. Ditambah lagi, kondisi sebagian pantai di Bengkalis bergambut. “Kalau diterjang ombak besar sangat mudah terjadi abrasi.”

Langkah-langkah Pemerintah Bengkalis menyelesaikan tiga masalah itu, tertuang dalam arah kebijakan pembangunan lingkungan hidup, sepertipemantapan perencanaan, peningkatan koordinasi, konservasi dan rehabilitasi. Juga, partisipasi dan penguatan kapasitas termasuk penegakan hukum terpadu.

Setidaknya untuk penanggulangan abrasi pantai delapan tahun terakhir ini (2010-2019), Pemerintah Bengkalis menggelontorkan anggaran Rp326 miliar lebih. Tiap tahun, lebih Rp20 miliar untuk penyelamatan pantai yang berkorelasi dengan pemulihan mangrove.

Alokasi tertinggi pada 2016 mencapai Rp 70 miliar lebih. Tahun berikutnya, tidak dianggarkan lagi, tetapi 2019 meski jauh lebih kecil teralokasi Rp1,6 miliar khusus Kecamatan Bengkalis saja.

Tahun ini, Pemerintah Bengkalis kembali menganggarkan untuk penanggulangan abrasi di Pantai Sumatera atau di pesisir Bengkalis, seperti Kecamatan Bukit Batu dan Bandar Laksamana.

“Dalam penanganan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove memerlukan kolaborasi semua. Tidak cukup pemerintah, juga keterlibatan aktif berbagai pihak termasuk masyarakat.”

 

Baca juga : Simpang Siur Data dan Kerusakan Mangrove Riau, Bagaimana Upaya Pemulihan?

Bekas tapak rumah di Riau, setelah terkena abrasi. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Di Bengkalis, kata Ismail, berbagai kelompok masyarakat sangat aktif. Mereka mengambangkan desa wisata, dengan menanam mangrove di berbagai tempat secara swadaya maupun kolaborasi dengan swasta. Kegiatan itu sekaligus memulihkan dan menyelamatkan mangrove tersisa dengan baik.

Sedang Indragiri Hilir, kerusakan gambut dan mangrove sangat berdampak terhadap perkebunan kelapa. Hampir 70% penduduk Indragiri Hilir bermata pancaharian sebagai petani, khusus kelapa. Sekitar 11.605,97 KM2 luas daratan, lebih kurang 87% merupakan ekosistem gambut.

Berdasarkan SK KLHK 130/2016, ada delapan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) di Indragiri Hilir dengan luasan 1,1 juta hektar. Rinciannya, fungsi budidaya 692.297,78 hektar dan 468.204,40 hektar untuk fungsi lindung. Hanya 179.984,16 hektar bukan gambut.

Illyanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Indragiri Hilir menjelaskan, isu-isu strategis kawasan gambut di Indragiri Hilir antara lain, desakan pemanfaatan lahan gambut untuk pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi.

Faktor utama penyebab kerusakan gambut, katanya, seperti ketidaksesuaian perencanaan tata ruang, pembangunan drainase buatan di areal fungsi lindung, pembangunan drainase buatan yang tak hati-hati hingga gambut menjadi aerobik.

Indragiri Hilir juga merupakan daerah yang memiliki vegetasi hutan mangrove terluas di Riau. Data 2013 menunjukkan, seluas 100 .000 hektar lebih tersebar di 15 kecamatan dengan persentase tutupan sekitar 87%.

Sebaran mangrove terluas ada di Kecamatan Mandah sekitar 30.848,07 hektar, paling sedikit di Kecamatan Batang Tuaka 213,81 hektar. Tutupan hutan mangrove terluas justru di Tanah Merah sekitar 14,93% dan paling sedikit di Pulau Burung 0,23%.

Melihat kondisi gambut dan mangrove rusak di Indragiri Hilir, katanya, mengakibatkan intrusi air laut dan penurunan permukaan tanah yang mempengaruhi perkebunan kelapa masyarakat.

Kerusakan tanaman kelapa sudah sampai pada pucuk sekitar 100.000 hektar dari 450.000 hektar luas perkebunan di Indragiri Hilir.

Pemerintah Indragiri Hilir mengenalkan kearifan lokal pengelolaan gambut yang disebut trio tata air. Ia berupa tanggul penahan intrusi air laut, saluran air atau parit dan kanal serta pintu klep atau sekat kanal.

Selain memiliki fungsi umum, tanggul yang dibuat manual juga sebagai batas areal kelola, mengatur tinggi permukaan air tanah dan mencegah air masuk dalam kebun atau sekitar, serta jalan transportasi dan kontrol. Kanal juga bermanfaat sekaligus sebagai sarana distribusi hasil panen buah kelapa dari kebun. Sedangkan pintu klep tetap berfungsi sebagai kontrol pengendalian air dalam parit atau kanal.

Illyanto katakan, beberapa tantangan Pemerintah Indragiri Hilir dalam melindungi dan mengelola ekosistem gambut seperti belum menyusun—baru dalam konsep—rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut (RPPEG).

Luasnya sebaran gambut berdampak pada tingginya biaya membangun infrastruktur, fasilitas umum dan sosial buat kepentingan masyarakat. Ditambah lagi dalam kondisi Covid-19 ini, Pemerintah Indragiri Hilir juga lebih memfokuskan anggaran pada penanganan wabah tersebut.

Selain itu, Pemerintah Indragiri Hillir fokus pada infrastruktur pedesaan sangat tertinggal dengan kabupaten lain, hingga biaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk ekosistem gambut belum jadi prioritas.

 

***

Hartono mengatakan, Presiden Joko Widodo menugaskan percepatan rehabilitasi mangrove di sembilan provinsi dengan target 600.000 hektar. Khusus gambut, melanjutkan restorasi dari BRG jilid satu dengan target baru, seluas 1,2 juta hektar di tujuh provinsi sama.

Restorasi gambut periode pertama tetap berjalan. BRGM tetap mengkonsolidasikan hasil-hasil restorasi dari periode sebelumnya. Tujuannya, memastikan, restorasi terus berjalan.

 

Gambut pesisir yang tergerus abrasi. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Pemerintah, katanya, tidak mengambil tindakan ekstrem terhadap keterlanjuran sebelumnya hingga tidak menimbulkan ekses sosial ekonomi yang barangkali tidak dapat ditangani. Misal, kanal-kanal terlanjur dibangun di ekosistem gambut lindung atau sudah ada pemukiman atau lahan usaha masyarakat, tak akan ditutup.

Sebaliknya, masyarakat diedukasi sedapat mungkin mengusahakan lahan kembali mendekati fungsi seperti semula, seperti penanaman, pengaturan air dengan membangun sekat kanal.

“Itu yang mesti kita pastikan hingga gambut bisa tak terlalu kering saat kemarau dan tak banjir ketika musim penghujan,” kata Hartono.

Soal restorasi gambut di konsesi, katanya, regulasi beberapa kali berubah karena ada sedikit penolakan dari pemilik izin. Sempat juga judicial review dan akhirnya, aturan yang ditetapkan itu harus diubah. Kondisi ini, katanya, menyebabkan BRGM tidak dapat menjalankan tugas secara penuh.

BRGM pun berkomunikasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang berwenang menangani tugas ini. BRGM masih berwenang intervensi di kawasan yang berstatus areal penggunaan lain (APL) atau kawasan perkebunan. “Ini relatif dapat berjalan dengan baik.”

BRGM membagi dua pendekatan dalam restorasi gambut untuk 2021-2024. Pertama, quick response. Intinya, tindakan agar hotspot atau potensi kebakaran dapat diminimalisir. Kedua, komprehensif sistematis. Secara jangka panjang, BRGM juga persiapkan restorasi dapat dikonsolidasikan dalam satu sistem yang didukung masyarakat, pemerintah daerah dan para pihak lain hingga berkelanjutan.

Kunci dari restorasi sistemik jangka panjang ini, katanya, pelibatan masyarakat supaya sumber-sumber pendapatan dan ekonomi mereka berjalan berkelanjutan.

Tujuan utama restorasi gambut, katanya, tetap mencegah karhutla. Pencegahan ini dengan dua cara. , memastikan penyebab pengeringan berlebihan dapat dikurangi dengan intervensi pembasahan melalui pembangunan sekat kanal, sumur bor untuk lokasi kebakaran berulang. Juga rencanakan pembangunan embung untuk daerah yang memang tak ada air.

Kemudian, karena gambut yang sudah berhasil dibasahi masih bisa terbakar ketika kemarau, BRGM bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) serta perguruan tinggi mengedukasi masyarakat agar sedapat mungkin tidak menggunakan pendekatan bakar lahan dalam persiapan tanam.

Dua hal itu jadi kegiatan pokok BRGM, disamping memberikan pelatihan dengan demplot maupun budidaya tanaman yang lebih sesuai untuk ekositem gambut. BRGM biasa menyebut dengan rewetting, revegetation dan revitalization (R3).

BRGM juga menyusun rencana rehab mangrove untuk 2022-2024. Sebetulnya, di perpres juga ada mandat pada gubernur membentuk atau menyusun tim restorasi gambut dan mangrove daerah. Rencana rehab dan detail mesti dibahas BRGM. Karena pemberlakuan pengetaan kegiatan masyarakat (PPKM), katanya, belum dapat berjalan.

Untuk 2022, BRGM masih akan menunggu hasil perencanaan lebih detail dengan melibatkan OPD dan BRGM daerah. Tingkat pusat, rehab mangrove dikoordinasikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B Pandjaitan yang melibatkan enam kementerian. Selain KLHK dan KKP, juga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang akan membangun insfratruktur pemecah ombak agar mangrove bisa ditanam.

Ada juga Kementerian Desa, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk pengkoordinasian program.

Kegiatan rehab mangrove selain ditujukan untuk perbaikan lingkungan sekaligus perbaikan perekonomian masyarakat. Di beberapa lokasi, mangrove rusak karena lahan berubah jadi tambak dan telah ditinggalkan.

“Kalau dikelola dengan lebih baik, rehab mangrove tidak hanya menghutankan kembali juga memperbaiki ekosistem,” kata Hartono.

 

 

******

Foto utama: Gambut di pesisir Riau, yang tergerus. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version