Daratan Kabupaten Bengkalis, Riau, merupakan pulau yang sangat rawan mengalami abrasi. Sebab di pulau ini berhadapan langsung dengan lautan yang terbuka atau Selat Malaka. Salah satunya seperti yang terjadi di Desa Teluk Papal, Kecamatan Bantan.
- Warga setempat mengatakan setiap tahunnya tanah perkebunan maupun pertanian yang berada di tepi pantai itu bisa hilang mencapai 10-15 meter karena tergerus ombak.
- Warga secara swadaya seringkali melakukan penanaman pohon bakau sebagai pencegah abrasi. Hanya sejauh ini upaya yang dilakukan tersebut belum juga membuahkan hasil, masih jauh dari harapan.
- Dalam jurnal Analisis Laju Abrasi Pantai Pulau Bengkalis Dengan Menggunakan Data Satelit yang ditulis Sigit Sutikno merekomendasikan abrasi ini segera ditanggulangi agar tidak berlanjut di tahun-tahun berikutnya yang akan menyebabkan luas daratan Pulau Bengkalis menjadi berkurang.
Bejan tampak bersemangat berjalan menyusuri perkebunan kelapa (Cocos nucifera) di pinggir pantai di Desa Teluk Papal, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis, Riau. Kondisi pantainya tidak karuan, dipenuhi bongkahan tanaman kelapa dengan kondisi akarnya terangkat. Sementara itu keadaan tanah perkebunan yang berada di tepi pantai juga tidak lagi utuh, membentuk cekungan-cekungan bekas tergerus gelombang.
Sebagian tanaman kelapa yang masih berdiri kondisinya juga memprihatinkan. Sebab tanah yang mengikat akarnya ikut tersapu ombak. Sejauh mata memandang hanya beberapa pohon bakau jenis api-api (Avicennnia lanata) saja yang masih bertahan.
“Tidak lama lagi pohon-pohon ini nantinya juga pasti hilang,” ujar pria 48 tahun ini saat mengantar Mongabay Indonesia menyusuri titik-titik abrasi yang terjadi di Pulau Kabupaten berjuluk Kota Terubuk itu, pada Senin (11/01/2021).
baca : Mencari Solusi Selamatkan Pulau Bengkalis dari Abrasi
Sambil berjalan, Bejan yang juga ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sehati, Desa Teluk Papal menjelaskan, setiap tahunnya tanah perkebunan maupun pertanian yang berada di tepi pantai itu bisa hilang mencapai 10-15 meter karena tergerus ombak. Untuk saat ini dia mengaku masih cukup beruntung karena lahannya belum terdampak abrasi.
Meski begitu pria yang berprofesi sebagai petani pohon karet (Hevea brasiliensis) ini juga turut merasakan atas hilangnya tanah-tanah perkebunan milik sejawatnya sesama petani. Selain itu, dia juga merasa was-was jika lahannya nanti juga ikut hanyut, karena jaraknya dengan pantai sudah sepelemparan batu.
Sering Diusulkan
Pantai di Pulau Bengkalis merupakan pantai yang sangat rawan mengalami abrasi. Sebab pesisir utara pulau ini berhadapan langsung dengan lautan yang terbuka atau Selat Malaka. Kondisi ini menyebabkan gelombang yang terjadi akibat bangkitan angin cukup besar yang potensial bisa menyebabkan abrasi pantai.
Arbangi, Kepala Seksi Pelayanan Masyarakat Desa Teluk Papal menceritakan, di desa setempat setidaknya ada lima Kepala Keluarga (KK) yang lahan perkebunannya hilang tersapu abrasi. Dia mengenang dulu pada tahun 1989 lahan tersebut merupakan salah satu tempat dimana dia mencari rumput untuk pakan sapi dan kambing.
Tapi kini lahan itu sudah lenyap, yang ada tinggal lah kenangan. “Waktu itu saya sering lewat di tanah itu, bisa ngarit (mencari rumput) disitu. Tapi sekarang sudah menyatu dengan air laut,” ujarnya. Permasalahan abrasi ini, lanjut Arbangi, sudah terjadi cukup lama.
baca juga : Abrasi Ancam Keberadaan Pulau-pulau di Riau, Apa Penyebabnya? (Bagian 2)
Setiap kali rapat Gapoktan, yang diusulkan petani yaitu penanganan abrasi. Bahkan jika ada kesempatan ketemu dengan pihak pemerintah daerah masalah abrasi ini juga seringkali disampaikan. Baginya abrasi ini merupakan masalah besar yang dihadapi petani sampai saat ini.
“Jika tidak ditangani pemerintah, Desa Papal ini juga lama-lama tinggal nama. Dari rumah ke laut itu sudah setengah kilo. Perkiraan 20 tahun sudah sampai ke pemukiman warga,” kata pria berkacamata ini.
Dia bilang, untuk menanggulangi laju abrasi tersebut masyarakat sudah pernah melakukan penanaman mangrove secara swadaya. Ada yang mengambil anakan tanaman mangrove yang masih tersisa di wilayah tersebut. Sebagian lagi ada yang membudidayakan. Kurang lebih sudah ribuan bibit yang ditanam.
Bahkan satu rumpun ada yang ditanam 25 bibit. “Jangankan anakan mangrove yang baru ditancapkan, tanaman kelapa yang sudah berbuah saja bisa ditumbangkan ombak,” imbuh dia. Lanjutnya, pernah juga perusahaan swasta memberi bantuan dan melakukan penanaman bibit mangrove. Tapi kesannya hanya seremonial saja, tidak ada pendampingan lebih lanjut. Sehingga mangrove yang bertahan tinggal 10 persen.
perlu dibaca : Abrasi Parah, Pulau Mensemut Terancam Tenggelam
Jauh dari Harapan
Sementara itu, Muhammad Toyib, Sekretaris Desa Teluk Papal membenarkan, warga setempat secara swadaya seringkali melakukan penanaman mangrove. Hanya sejauh ini upaya yang dilakukan tersebut belum juga berhasil, masih jauh dari harapan.
Untuk mencegah laju abrasi beberapa warga juga pernah mewacanakan untuk menggunakan struktur lunak buatan, misalnya menambahkan pasir dimasukkan ke karung. Usulan ini masih dianggap minor, karena pasir di kawasan tersebut karakternya berbeda. Lebih banyak bercampur dengan tanah gambut. Sehingga cara ini dikhawatirkan tidak bisa bertahan lama.
Lanjut pria 39 tahun ini, panjang pantai di wilayah Desa Teluk Papal sendiri kurang lebih 5000 meter. Pemerintah pernah membuatkan tanggul dari batu dengan panjang 200-300 meter. Tanggul ini berfungsi sebagai pemecah ombak. “Meski baru ditanam, mangrove yang terbentengi batu pemecah ombak ini lebih aman. Bahkan sendimentasinya terus naik, seperti muncul daratan baru,” ujarnya.
baca juga : Abrasi Pesisir Terjadi, Apakah Mengancam Kedaulatan Negara?
Toyib mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya abrasi, mulai dari faktor alami dan juga campur tangan manusia. Fenomena alam yang dapat menimbulkan abrasi yaitu terjadinya pasang surut air laut dan laju angin di atas lautan yang mampu menghasilkan gelombang besar, serta arus laut kencang yang mempunyai sifat merusak.
Faktor yang terjadi secara alami ini, kata dia, sulit untuk dihindari karena pada dasarnya lautan memang mempunyai sifat serta siklus yang tersendiri. Pada suatu periode diketahui laju angin akan bertiup dengan cukup kencang dan dapat menghasilkan gelombang serta arus air laut yang sangat besar.
Faktor lainnya seperti perubahan iklim yang mempengaruhi kenaikan air laut . “Jika tidak ada penghalang pemecah ombak itu sampai kapanpun abrasi masih terjadi di daerah sini,” jelas Toyib. Selain itu, karakter tanahnya juga mempengaruhi. Di Pulau Bengkalis ini sebagian besar jenis tanahnya merupakan tanah organosol, yaitu jenis tanah yang banyak mengandung bahan organik yang mudah terkikis.
Menurut dia, setiap hari pasti ada pengikisan tanah. Hanya yang paling parah itu terjadi saat bulan November-Desember. Untuk itu dia hanya bisa berharap dari Pemerintah Daerah maupun Pusat agar memperhatikan bahaya yang mengancam wilayahnya. Lebih-lebih wilayahnya ini merupakan garda terdepan berbatasan langsung dengan Negara Malaysia.
“Yang terpenting juga agar kami bisa menikmati hasil kebun dan tani. Tidak merasa was-was dengan abrasi yang selalu menggerogoti daerah kami,” pungkasnya.
perlu dibaca : Jaga Pulau Rangsang dari Abrasi ala Kadar dan Farida
Dalam jurnal Analisis Laju Abrasi Pantai Pulau Bengkalis Dengan Menggunakan Data Satelit yang ditulis Sigit Sutikno menyimpulkan, sebagian besar pantai utara Pulau Bengkalis mengalami abrasi dengan tingkat abrasi yang bervariasi. Jelasnya, secara keseluruhan rata-rata laju abrasi yang terjadi dalam kurun waktu 26 tahun terakhir adalah sebesar 59 ha/tahun.
Pesisir utara Bengkalis bagian barat merupakan pantai yang mengalami abrasi yang paling parah, dengan laju abrasi sekitar 32,5 meter/tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa di sepanjang pantai utara Bengkalis, khususnya di sisi bagian barat telah terjadi abrasi dengan laju yang relatif cukup cepat. Untuk itu, Sigit merekomendasikan abrasi ini segera ditanggulangi agar tidak berlanjut di tahun-tahun berikutnya yang akan menyebabkan luas daratan Pulau Bengkalis menjadi berkurang.