Mongabay.co.id

Kisah Singa Berber: Melawan Gladiator Romawi hingga Punah di Tangan Pemburu

 

 

Dalam banyak buku sejarah, disebutkan bahwa singa berber [Panthera leo leo] terakhir kemungkinan dibunuh tahun 1922 oleh seorang pemburu kolonial Prancis di Maroko. Singa luar biasa yang dalam Bahasa Inggris disebut sebagai Barbary atau Atlas ini di masa lalu berkeliaran bebas di gurun dan pegunungan Afrika Utara, mulai dari Maroko hingga Mesir, jauh di utara kerabat sub-Sahara mereka.

Sebagai sub-spesies singa terbesar, singa berber pada suatu waktu dikagumi karena ukuran dan rambut surainya yang berwarna gelap dan menjadi satwa peliharaan para bangsawan Maroko dan negara-negara Afrika Utara lainnya.

Tak hanya di Afrika, seperti diberitakan The Relevator, singa ini juga ditangkapi dan dibawa ke pusat kota kekaisaran Romawi kuno untuk bertarung dengan para gladiator di Colosseum Roma, menjadi penghuni kebun binatang di Eropa, bahkan sempat menghuni London Tower akhir abad ke-13.

Semua eksploitasi itu membawa dampak mengerikan: bangsa Romawi membunuh ribuan singa dalam permainan mereka di Roma, kerajaan-kerajaan Arab juga memburu hingga hanya tersisa di beberapa wilayah lebih kecil. Namun, kedatangan pemburu dari bangsa-bangsa kolonial Eropa lah yang kemudian pada abad ke-19 menghabisi mereka.

Orang-orang Eropa membunuh begitu banyak hewan ini sehingga dengan cepat dimusnahkan dari sebagian besar wilayah hidupnya yang tersisa. Tidak ada lagi singa berber yang terlihat antara 1901 dan 1910. Tahun 1920-an, para ilmuwan Barat berasumsi bahwa singa berber telah punah.

Hingga pada 2012, dilakukan penelitian baru yang kemudian diterbitkan setahun kemudian. Singa berber mungkin tetap hidup di alam liar di wilayah Aljazair dan Maroko, tersembunyi dan aman, dari sebagian besar mata manusia selama beberapa dekade. Kemungkinan hingga akhir 1965.

Baca: Mengenal 9 Jenis Kucing Terbesar di Planet Bumi

 

Inilah foto terkahir singa berber di alam liar, di pegunungan Atlas, Afrika Utara. Foto diabadikan oleh Mercelin Flandrin pada 1925, saat terbang dengan pesawat kecil dari Paris [Prancis] ke Dakkar [Senegal]. Foto: Marcelin Flandrin/Wikimedia Commons/Public Domain

 

Penulis penelitian tersebut, Simon Black dan David Roberts dari Durrell Institute of Conservation & Ecology di Inggris dan Amina Fellous from the National Agency for Nature Conservation di Aljazair, menyisir berbagai laporan yang diterbitkan sebelumnya. Termasuk, laporan-laporan penampakan singa di tahun setelah [asumsi] kepunahan mereka pada 1920-an. Laporan ini diterbitkan di Jurnal Plos One, edisi 3 April 2013 berjudul “Examining the Extinction of the Barbary Lion and Its Implication for Felid Conservation.”

Keduanya juga bertemu dengan orang-orang yang melihat singa, jauh setelah 1922, dan mewawancarai mereka untuk mengingat kembali  penampakan-penampakan singa di masa kecil mereka. Lainnya, menceritakan kisah yang diceritakan orang tua mereka atau anggota keluarga lainnya.

Para ilmuwan kemudian mulai menyimpulkan, kapan singa berber benar-benar punah di alam liar. Ini sulit dilakukan, karena momen kepunahan spesies mana pun hampir tak pernah bisa benar-benar disaksikan.

Mereka kemudian beralih ke makalah tahun 2005 yang diterbitkan di Mathematical Biosciences. Riset ini meninjau model statistik, menggunakan penampakan terakhir spesies untuk menghitung kapan kemungkinan punah, pada tahun-tahun setelah pengamatan terakhir.

Black dan rekan penulisnya menghitung bahwa singa berber mungkin habis di alam liar di Maroko pada 1948 dan kemungkinan besar punah di Aljazair tahun 1958. Dengan menggunakan probabilitas statistik, mereka menyimpulkan bahwa kepunahan singa tersebut terjadi di awal atau akhir 1965.

Baca: 5 Jenis Kucing Liar di Dunia yang Paling Genting Populasinya

 

Singa berber di alam liar di Aljazair. Foto: Sir Alfred Edward Pease/Wikimedia Commons/Public Domain

 

Kini, para ilmuwan sepakat bahwa tak diragukan lagi singa berber sudah punah di alam liar. Tetapi bisakah mereka tetap ada di penangkaran? Beberapa kebun binatang di seluruh dunia mengklaim memiliki singa berber dalam koleksi mereka. Meski begitu, kemungkinan besar, singa-singa di kebun binatang itu bukanlah singa berber asli, melainkan hibrida dengan singa dari Afrika sub-Sahara.

Sedangkan Kebun Binatang Rabat di ibu kota Maroko, menyatakan bahwa mereka memiliki 38 individu singa berber asli [bukan hibrida] yang mereka kumpulkan dari koleksi-koleksi bangsawan Maroko di masa lalu. Mereka dipelihara hingga tahun 1969, sebelum menyerahkannya kepada Kebun Binatang Rabat.

Di seluruh dunia, kini diperkirakan tersisa 90 individu singa berber [termasuk di Kebun Binatang Rabat], dan para ahli dari seluruh dunia berkoordinasi untuk tetap memelihara keaslian mereka. Tidak terjadi perkawinan dengan spesies singa lain.

Baca juga: 8 Satwa Hybrid yang Harus Anda Ketahui

 

Singa berber yang berada di Kebun Binatang Rabat, Maroko. Foto: Brahim FARAJI/ Own work/Wikimedia Commons/CC BY-SA 4.0

 

Apakah memungkinkan melepasliarkan mereka di gurun di Afrika Utara?

Simon Black yang merupakan guru besar di School of Anthropology & Conservation, University of Kent menyatakan bahwa hal ini dimungkinkan. Menurutnya, beberapa kawasan luas di Afrika Utara akan cocok sebagai tempat reintroduksi. Tetapi, perlu upaya besar, serius, dan berkelanjutan untuk memulihkan populasi mangsanya yakni rusa, babi hutan, domba barbar, dan kijang, yang sebagian besar adalah spesies terancam punah juga.

Juga, diperlukan langkah-langkah perlindungan untuk menghindari konflik manusia-singa, termasuk pemangsaan hewan-hewan ternak.

Reintroduksi secara teoritis mungkin, tetapi akan membutuhkan rencana jangka panjang dengan dukungan besar dari ranah politik dan masyarakat. Reintroduksi predator seperti singa harus menjadi bagian dari restorasi lanskap yang lebih luas dan terarah, di wilayah tersebut. [Berbagai sumber]

 

 

Exit mobile version