Mongabay.co.id

Mencari Cara Merdekakan Bumi dari Sampah Plastik

Sampahdengan sebagian besar sampah plastik sekali pakai berserakan di tepian jalan di banten. Foto: Saparian Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Sampah berserakan di sudut-sudut jalan, di bawah-bawah pepohonan, hanyut di sungai dan laut, maupun menumpuk di tepian pantai bahkan nyangkut di akar-akar mangrove, masih terus terjadi. Sampah terlebih sampah plastik jadi masalah besar di dunia, termasuk Indonesia. Untuk itu, harus ada upaya khusus, inovatif dan pastisipasi aktif para pihak dalam penanganan sampah ini.

Nani Hendiarti, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kemenko Maritim dan Investasi mengatakan, sebisa mungkin tak produksi sampah plastik. Kalau terpaksa, katanya, minimal sampah bisa terkelola. Bisa dengan cara komposting untuk sampah organik atau sampah non organik jadi beragam kerajinan dan lain-lain.

Generasi muda, katanya, kunci utama dalam upaya pengurangan dan penanganan sampah ini. Kalau pemuda terbiasa hidup ramah atau peduli lingkungan, besar kemungkinan mereka akan peka lingkungan. Dengan catatan, katanya, generasi saat ini juga menerapkan hal sama.

“Perubahan perilaku dan mindset masyarakat khusus generasi muda merupakan hal sangat penting. Anak muda dapat jadi pelopor perubahan. Salah satu cara, dalam konteks persoalan sampah ini,” katanya dalam acara virtual yang diselenggarakan Sekretariat Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL) bertajuk “Merdeka dari Sampah Plastik,” Rabu (18/8/21). Acara ini juga rangkaian memperingati HUT RI ke-76.

Pemuda, katanya, bisa memulai dengan langkah kecil seperti memilah sampah di rumah masing-masing. Juga, membiasakan membuang sampah pada tempatnya. Kalau memiliki kemampuan, bisa mengelola sampah, baik individu atau kolaborasi.

Jumeri, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah mengatakan, penting sosialisasi kepada genrasi muda soal kepedulian terhadap lingkungan.

“Sekitar 30% masyarakat Indonesia berada di pendidikan formal. Kalau mereka sadar pentingnya pengelolaan sampah, besar kemungkinan tercipta solusi lebih cepat terhadap penanganan sampah plastik ini,” katanya.

 

Baca juga: Bahaya Mikroplastik! Bukan Hanya Ikan, Manusia Juga Terpapar

Pemilahan sampah plastik  untuk pemanfaatkan kembali. Foto: Ali Topan

 

Mulai dari keluarga dan sekolah

Berbagai aktivitas warga, katanya, hampir semua hasilkan sampah, baik sisa makanan, pakaian, dan kebutuhan lain. Untuk itu, harus bijak menangani sampah sejak rumah masing-masing. Hal itu, katanya, bisa dengan melibatkan anggota keluarga, dan tak kalah penting anak-anak yang sekaligus mengedukasi mereka sejak dini.

Harris Iskandar, Widyaprada Ahli Utama Direktorat Jenderal PAUD dan Disdakmen Kemdikbudristek mengatakan, sekolah atau lembaga pendidikan memiliki tugas menumbuhkan sikap dan peduli lingkungan termasuk soal sampah.

Fitrah manusia, sejatinya baik dan peduli pada lingkungan. Untuk itu, sekolah bertugas memberitahu, memberikan nasihat, dorongan bagi pelajar lebih peduli lingkungan hidup.

Dia bilang, ada beberapa konsep bisa dilakukan lembaga pendidikan dalam mengedukasi siswa lebih peduli lingkungan. Pertama, membiasakan dan membudayakan siswa buang sampah di tempat, pilah, hidup bersih, mengelola. dan sediakan fasilitas.

Kedua, melalui Unit Kesehatan Siswa (UKS). Dalam pelaksanaan, ada tiga pilar atau Trias UKS terdiri dari pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah yang sehat. Pengelolaan sampah, katanya, termasuk dalam pelaksanaan Trias UKS.

Rama Gerald Jade, Koordinator Tim Pemajuan SMP PGRI 3 Denpasar, mengatakan, sampah plastik, sangat membahayakan bagi ekosistem laut dan berimbas pada kehidupan manusia.

Data pada 2018 di SMP PGRI 3 Denpasar, 71% limbah cair TPS sekolah dari sampah plastik. Sebanyak 10 kilogram sampah plastik terkumpul di setiap harinya.

Dari fakta itu menunjukkan, tanpa disadari, sekolah-sekolah jadi klaster produksi sampah plastik. “Karena itu, sekolah memiliki peran turut mengurangi sampah plastik.”

Dia cerita, program Zero Plastik di SMP PGRI 3 Denpasar. Mereka membuat aturan larangan penggunaan plastik sekali pakai baik siswa, guru, bahkan aturan itu berlaku bagi kantin. Mereka lakukan edukasi gerakan anti plastik dan bank sampah hingga guru dan siswa membawa sampah plastik dari rumah dan setor ke bank sampah. Kemudian ada fasilitas layanan air isi ulang, tempat makan, bak sampah di bawah tanah. Juga aksi lingkungan hidup dan sosialisasi luar sekolah.

 

Baca: Ekspedisi Susur Sungai, Perjuangan Kaum Perempuan Bebaskan Sungai Surabaya dari Pencemaran

Sampah plastik menumpuk menutupi mangrove di pantai timur Surabaya. Foto : Petrus Riski/ Mongabay Indonesia

 

Ahmad Hidayatullah, Kasubdit Kurikulum KSKK Madrasah mewakili Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama mengatakan, tak semua orang punya kesadaran soal sampah. Meskipun begitu, mulai banyak pemuda mulai bergerak mengatasi persoalan sampah, seperti komunitas madrasah dan pondok yang mengupayakan ikhtiar merdeka dari sampah plastik di Jombang.

Persoalan sampah juga dikatakan Bjornar Hotvedt, Konselor Kementerian Kedutaan Besar Norwegia dalam dialog itu.

Dia bilang, masalah sampah terutama sampah plastik di laut mengancam ekosistem dan kesehatan manusia. Sampah di laut, katanya, berasal dari limbah atau aktivitas di daratan.

“Kita semua harus sama-sama menyadari ini. Cara sederhana, mengendalikan sampah dari rumah masing-masing.”

Untuk aksi, katanya, tak harus banyak dan megah. Hal-hal kecil pun, bila dilakukan bersama, akan jadi kerja luar biasa. Aksi nyata peduli lingkungan, katanya, bisa mulai dari diri sendiri.

Dia bilang, Norwegia dan Indonesa kolaborasi soal penanganan sampah plastik di laut dan daratan.

“Menurut saya, pemuda penting terlibat dalam perubahan. Kami di Norwegia melibatkan kaum muda soal penanganan sampah laut dan aktif mengikuti isu perubahan iklim. Ini juga diharapkan di Indonesia.”

Perihal sampah, Pusat Penelitian Oseonagrafi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melaporkan, 80% sampah plastik di laut dari daratan, yang menyebabkan pencemaran air, laut, tanah, udara.

Pencemaran sampah plastik ini, katanya, berdampak bagi kesehatan, keanekaragaman hayati dan ekonomi.

Di Indonesia, 80% sampah laut berasal dari daratan dan 30% masuk kategori sampah plastik. Setiap tahun ada 0,27–0,59 juta ton sampah plastik masuk ke perairan Indonesia dan berkontribusi terhadap akumulasi sampah lokal.

Ujang Solihin Sidik, Kepala Sub Direktorat Barang dan Kemasan, Direktorat Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan, penting mengedukasi anak tentang memilah sampah dari rumah.

Dia bilang, ada beberapa tantangan dalam aksi peduli sampah dari rumah. Pertama, tantangan edukasi. Edukasi paling efektif, katanya, dengan memberikan contoh.

Kedua, perilaku. Urusan sampah lekat dengan urusan perilaku. Mengurus sampah 60-70% tergantung pada perilaku, selebihnya ketersediaan alat. Data riset BPS, menunjukkan, 75% masyarakat Indonesia belum peduli lingkungan atau kesadaran ramah lingkungan masih rendah.

Ketiga, sampah plastik makin banyak. Kalau tidak ada kebijakan dan perilaku luar biasa, pada 2050, sampah plastik akan makin banyak.

Keempat, pola pikir hierarki. Pola pikir, katanya, mencegah agar tidak menghasilkan plastik. Caranya, bisa dengan tidak menghasilkan sampah plastik, pilah, guna ulang dan olah.

“KLHK sudah mengeluarkan edaran tentang pilah sampah dari rumah. Jika dipilah, kita akan tahu sampah kemana nanti. Pemuda lakukan aksi nyata. Misal, belanja tanpa kemasan. Bawa kantong sendiri. Pilah sampah dari rumah. Kompos sampah makanan.”

Nadia Mulya, figur publik dan pegiat lingkungan, membagikan pengalaman ikut dalam aksi peduli lingkungan. Dia cerita soal Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP). Organisasi itu merupakan perkumpulan nasional yang memiliki misi mengajak masyarakat lebih bijak dalam menggunakan dan mengurangi penggunaan kantong plastik.

Dia bilang, pemuda potensial melibatkan diri peduli lingkungan, setidaknya dengan tiga gerakan: jadi pelaku, pemengaruh, dan pengusaha.

Jadi pelaku, katanya, dengan komitmen menjalani gaya hidup berwawasan lingkungan. Sebagai pemengaruh, dengan cara menularkan semangat dan pengetahuan soal lingkungan dan sampah melalui media sosial. Kemudian, jadi pengusaha, kata Nadia, dengan jadi solusi dan berinovasi terhadap masalah sampah.

 

Sampah di tepian pantai di Madura. Foto: gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

******

Foto utama:  Sampah dengan sebagian besar sampah plastik sekali pakai berserakan di tepian jalan di Banten. Foto: Saparian Saturi/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version