Mongabay.co.id

Penutupan Sementara Areal Penangkapan Gurita di Perairan Ende, Ada Apa?

 

Yayasan Tananua Flores (YTNF) bersama nelayan penangkap gurita dari Arubara dan Maurongga, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan kunjungan belajar tentang pengelolaan perikanan gurita berbasis masyarakat di Minahasa Utara, Sulawesi Utara, pada 2020.

Kunjungan belajar ini memperkuat pemahaman dan mengubah pola pikir, cara menangkap dan sistem pengelolaan perikanan gurita yang selama ini dilakukan oleh para nelayan di Arubara dan Maurongga.

Direktur YTNF Bernadus Sambut mengatakan, kunjungan  itu berpengaruh positif kepada masyarakat.

“Nelayan memberikan respons positif untuk pembentukan kelompok LMMA (locally managed marine area) dan pengelolaan perikanan gurita berupa penutupan sementara selama 3 bulan,” sebut Bernadus, Jumat (20/8/2021)

LMMA merupakan kelompok kerja yang mengelola wilayah kelautan secara lokal dengan mengorganisir para nelayan untuk menjaga ekosistem, mengawasi pelaksanaan sistem buka tutup area tangkapan gurita, menjalin kerjasama dengan stakeholder untuk upaya-upaya pengelolaan perikanan gurita secara berkelanjutan di wilayah Arubara.

Selama ini penjualan gurita oleh nelayan ke pedagang pengumpul menggunakan sistem timbang dan dibayar sesuai berat gurita. Semakin berat gurita maka harganya semakin tinggi.

“Hal inilah yang memotivasi nelayan untuk tidak menangkap gurita kecil yang beratnya di bawah 0,5 kilogram. Gurita dibiarkan tumbuh lebih besar baru kemudian ditangkap dengan menggunakan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan,” jelasnya.

baca : Melihat Kesuksesan Sasi Gurita di Minahasa Utara

 

Areal penangkapan gurita di Kampung Arubara, Kelurahan Tetandara, Kabupaten Ende, NTT yang ditutup selama tiga bulan. Foto : Yayasan Tananua Flores

  

Tutup Areal Penangkapan

Pengelolaan perikanan berbasis masyarakat dengan sistem buka tutup sudah dilakukan pada tanggal 29 Juli 2021. Masyarakat menutup sementara 5 area penangkapan yaitu di perairan Maubhanda, Mauwaru, Maugago, Ngazu Dola dan Tengumanu.

Total area penutupan sementara seluas 7,52 ha. Pembukaan area tersebut akan dilakukan tanggal 29 Oktober 2021.

Bernadus menyebutkan, penutupan sementara perikanan gurita selama tiga bulan sebagai pembelajaran bagi masyarakat tentang pengelolaan perikanan berbasis masyarakat.

Selain itu ucapnya, untuk memberikan waktu dan tempat bagi gurita berkembang biak, bertelur dan tumbuh lebih besar. Gurita  spesies Octopus cyanea, mempunyai masa hidup yang singkat sekitar 12 bulan.

Bernadus memaparkan, gurita betina dewasa mampu bertelur 150 ribu sampai 170 ribu telur dan merawatnya sampai menetas. Octopus cyanea diyakini bertelur sepanjang tahun dengan periode pemijahan puncak selama bulan Juni dan Desember.

“Dengan siklus hidup gurita Octopus cyanea yang singkat, penutupan sementara merupakan pengelolaan perikanan yang sesuai untuk diimplementasikan. Harapannya ketika dibuka gurita sudah tumbuh dengan besar dan mempunyai nilai lebih,” ungkapnya.

baca juga : Meski Harga Gurita Merosot Tajam, Nelayan Ende Tetap Melaut

 

Saliha, perempuan pencari gurita di Kampung Arubara, Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende, NTT memperlihatkan gurita hasil tangkapannya. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Bernadus mengakui, proses penutupan area ini dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama kelompok LMMA, para nelayan yang didukung oleh stakeholder seperti Bappeda Ende, Kantor Cabang Dinas Perikanan dan Kelautan Wilayah Ende, Nagakeo dan Ngada, KSOP Ende, Camat Ende Selatan, Lurah Tetandara dan Babinsa Kelurahan Tetandara.

Ketua kelompok nelayan LMMA, Iksan Ahmad, menjelaskan, sebelum mendapatkan pendampingan dari Yayasan Tananua Flores, para nelayan bekerja secara perorangan. Baru di tahun 2019 setelah ada pendampingan dan terbentuk kelompok.

Iksan katakana dampak dari pendampingan membuat nelayan memiliki keterampilan dan wawasan sehingga dapat memanfaatkan sumber daya perikanan gurita dengan lebih baik.

“Sejak adanya pendampingan disertai pelatihan, sistem penangkapan gurita pun berubah. Para nelayan mulai merasakan manfaatnya dan sepakat untuk membentuk kelompok nelayan penangkap gurita,” ucapnya.

Iksan mengaku ada perubahan dalam proses penangkapan gurita dan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan.

Menurutnya, penutupan sementara lokasi tangkap gurita sebagai upaya pelestarian, menjaga biota laut dan diharapkan nantinya mendapatkan tangkapan yang sesuai permintaan pasar.

“Pada prinsipnya upaya yang dilakukan Yayasan Tananua Flores, sangat membantu dan memberikan nilai positif bagi nelayan penangkap gurita,” sebutnya.

perlu dibaca :  Berani Sukses Kelola Gurita Seperti Nelayan Wakatobi

 

Baiq Asmini (kiri) dan Ifan H Ahmadin, petugas enumerator pencatat gurita di Kampung Arubara, Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende, NTT sedang memperlihatkan gurita yang sobek di mulutnya. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Lakukan Pendataan

Sejak tahun 2019, YTNF bekerjasama dengan Yayasan Pesisir Lestari dan mitra Blue Ventures merintis program pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat.

Program ini lahir melihat terjadinya degradasinya sumber daya pesisir dan laut akibat perilaku manusia. Penyebabnya, terbatasnya pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut bagi penghidupan yang berkelanjutan dan keterampilan dalam mengelola sumber daya yang ada secara berkelanjutan.

“Keterbatasan pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut ditunjukkan dengan adanya perilaku pemboman ikan, penebangan bakau, pengambilan pasir dan batu hijau yang berlebihan,” sebut Bernadus.

Fokus dari program ini adalah pengelolaan perikanan gurita dengan penguatan kelembagaan nelayan. Tujuannya, meningkatkan kesejahteraan ekonomi, kualitas kesehatan masyarakat nelayan dan konservasi daerah pesisir.

Pada 2019, YTNF memulai program ini di Arubara, Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende Selatan dan di desa persiapan Maurongga, Kecamatan Nangapanda.

Tahun 2021 wilayah pendampingan diperluas ke Desa Maubasa, Maubasa Timur dan Serandori di Kecamatan Ndori dan Desa Tonggo dan Podenura di Kecamatan Nangaroro. Juga di Desa Kotodurimali Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo.

Saat ini YTNF mendampingi 36 nelayan di Arubara yang sudah terorganisir dalam Kelompok Nelayan Gurita Arubara, 1 kelompok nelayan di Maurongga beranggotakan 13 orang.

Terdapat Kelompok Kerja LMMA atau Wilayah Kelautan yang Dikelola secara Lokal di Arubara dan kelompok perikanan di wilayah Desa Podenura, Tonggo dan Kotodirumali di Kabupaten Nagekeo dan 3 desa di Kecamatan Ndori.

“Ada beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat nelayan dan salah satu kegiatannya adalah pendataan perikanan gurita,” paparnya.

baca juga : Nelayan NTT Masih Miskin, Apa Penyebabnya?

 

Iksan Ahmad (kiri) nelayan pemancing gurita Kampung Arubara, Kelurahan Tetandara,Kabupaten Ende,NTT bersama staf Yayasan Tananua Flores menunjukan gurita hasil tangkapan. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Bernadus sebutkan pendataan perikanan gurita dilakukan oleh masyarakat sendiri. Data yang dikumpulkan memberikan gambaran bahwa potensi perikanan gurita di wilayah pesisir selatan Kabupaten Ende menjanjikan.

Hasil pendataan gurita Oktober 2019 – Mei 2021 oleh 59 nelayan, jumlah tangkapan gurita sebanyak 9.359 kg. Gurita berukuran di atas 2 kg sebanyak 3.292 kg,  1-2 kg jumlahnya 5.876 kg dan di bawah 1 kg 190 kg.

“Jumlah total individu gurita yang di tangkap sebanyak 5.652 ekor. Dengan rincian gurita betina 2.844 ekor dan jantan 2.808 ekor,” bebernya.

Bernadus jelaskan, total pendapatan nelayan gurita (pendapatan desa dari perikanan gurita) sebesar Rp170,69 juta. Tahun 2019 bulan Oktober-Desember sebanyak Rp75,42 juta dengan harga gurita Rp40 ribu/kg.

Pada tahun 2020, harga gurita turun Rp15 ribu sampai Rp20 ribu/kg sehingga total pendapatan tahun 2000 (Januari – Desember) sebesar Rp68,49 juta.

Tahun 2021 kisaran harga gurita Rp20 ribu/kg dan total pendapatan nelayan (Januari – Mei) berjumlah Rp26,77 juta.

Terdapat 69 lokasi yang menjadi area tangkapan nelayan. Nelayan Arubara memancing di Ngalupolo sebanyak 1.079,5 kg, Wolotopo 879,5 kg dan yang paling rendah di Loworongga berjumlah 4 kg.

Lokasi terfavorit yang sering dikunjungi nelayan gurita Arubara yaitu Mauwaru oleh 47 nelayan sebanyak 104 trip. Lokasi favorit lainnya yaitu Wolotopo 40 nelayan dengan 104  trip dan lokasi yang jarang didatangi yaitu Mbomba oleh 1 orang nelayan dan 1 kali trip.

Sedangkan nelayan Maurongga memancing di perairan mereka oleh 7 nelayan sebanyak 218 trip. Para nelayan biasanya menggunakan alat tangkap yang berbeda.

Hasil tangkapan menggunakan alat pancing 4.101 ekor, pocong saja 1.232 ekor, pocong dan pancing 151 ekor, ganco 154 ekor, dan menggunakan baka besi 14 ekor.

 

Seorang nelayan penangkap gurita. Foto : Blue Ventures

 

Exit mobile version