Mongabay.co.id

Tanaman Vegetasi Pantai, Pelindung Pesisir dari Bencana Alam

 

Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi kawasan yang rentan terdampak peristiwa bencana alam seperti tsunami. Ancaman tersebut mengintai hampir semua kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang ada di seluruh Indonesia.

Agar ancaman tersebut tidak menjadi nyata, Pemerintah Indonesia secara perlahan melakukan penataan kawasan tersebut dengan berbagai cara. Termasuk, yang sudah dilaksanakan di wilayah pesisir pantai di Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat belum lama ini.

Di sana, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan mitigasi dengan menanam bibit vegetasi pantai jenis cemara laut yang bisa memperkuat wilayah pesisir dalam menghadapi bencana alam. Jenis tanaman tersebut ditanam di lahan seluas 9,6 hektare di kawasan pesisir Tasikmalaya tersebut.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Pamuji Lestari mengatakan, jenis cemara laut yang ditanam jumlahnya mencapai 6.000 bibit. Seluruh tanaman tersebut diharapkan bisa membantu masyarakat pesisir untuk bersiaga menghadapi bencana alam.

“Program ini bertujuan untuk membantu masyarakat pesisir apabila terjadi bencana tsunami,” ungkap dia di Jakarta.

baca : Mitigasi Berbasis Vegetasi untuk Redam Tsunami

 

KKP menanam bibit vegetasi pantai jenis cemara laut untuk mitigasi tsunami di kawasan pesisir Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Foto : KKP

 

Adapun, pemilihan tanaman jenis cemara laut yang dilakukan KKP, karena diyakini kalau tanaman tersebut memiliki manfaat jangka panjang jika dibiarkan tumbuh di wilayah pesisir. Manfaat tersebut tidak adalah untuk memperkuat ketahanan terhadap bencana alam seperti tsunami.

Dalam penilaian Pamuji Lestari, penguatan vegetasi pantai dengan tanaman cemara laut salah satunya, akan menghasilkan fungsi sebagai penyangga bagi wilayah pesisir pantai. Fungsi tersebut akan mengurangi energi dan dampak tsunami terhadap infrastruktur pantai yang sudah terbangun.

Dilaksanakannya program penguatan vegetasi pantai, karena Pemerintah ingin wilayah pesisir menjadi wilayah yang aman untuk ditempati sebagai permukiman, dan sekaligus juga nyaman untuk aktivitas ekonomi dan yang lainnya.

Dengan wilayah pesisir yang aman dan nyaman, maka segala aktivitas akan bisa berjalan dengan baik. Kondisi tersebut pada akhirnya akan memicu bergeraknya roda perekonomian yang sebelumnya terkendala karena ancaman bencana alam seperti tsunami.

“Vegetasi pantai juga bermanfaat dalam membangkitkan ekonomi masyarakat melalui mata pencaharian alternatif yang muncul dari adanya kawasan hutan pantai,” jelas dia.

baca juga : Begini Mitigasi Tsunami dan Gempa Megathrust Selatan Jawa

 

KKP menanam bibit vegetasi pantai jenis cemara laut untuk mitigasi tsunami di kawasan pesisir Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Foto : KKP

 

Selain di Kabupaten Tasikmalaya, upaya untuk mencegah dampak bencana alam di wilayah pesisir, juga dilaksanakan KKP di Provinsi Sumatera Barat. Di sana, tanaman vegetasi pantai sebanyak 6.300 bibit disebar ke lima titik seluas total 9,2 ha di Kabupaten Pesisir Selatan.

Menurut Pelaksana Harian (Plh) Plt Dirjen PRL KKP Suharyanto, penanaman tanaman vegetasi pantai terus dilakukan oleh Pemerintah, karena hampir sebagian besar wilayah pesisir pantai di Indonesia saat ini rawan terhadap bencana alam, terutama tsunami.

Kerawanan tersebut ada di wilayah pantai Barat Sumatera, Selatan Jawa, Selatan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, sebagai pesisir Sulawesi, hingga ke wilayah pantai pulau Papua yang selama ini didominasi oleh pasir dengan energi gelombang laut yang tinggi.

“Oleh karenanya, vegetasi non mangrove seperti cemara laut, kelapa, ketapang lebih cocok dijadikan struktur alami,” terang dia.

Dengan dilakukan penanaman, diharapkan segala resiko yang berkaitan dengan bencana alam di wilayah pesisir bisa terus dikurangi, bahkan dicegah secara penuh. Karenanya, program penguatan vegetasi pantai akan terus dilakukan di seluruh wilayah pesisir yang sedang dalam ancaman besar.

Tentang tanaman vegetasi pantai yang difungsikan untuk memperkuat wilayah pesisir dari ancaman bencana alam, dia menyebut kalau itu bisa terjadi karena tanaman tersebut akan membentuk konfigurasi vegetasi pantai dengan ketebalan dan kerapatan tertentu.

Jika sudah terbentuk konfigurasi, maka akan terbentuk sabuk hijau yang bisa memberikan banyak manfaat bagi lingkungan dan masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Sabuk hijau memiliki keuntungan yang nyata, baik secara lingkungan maupun ekonomi.

“Bagi daerah yang rawan terhadap tsunami, keuntungan akan bertambah bila sabuk tersebut didesain untuk mitigasi bencana tsunami,” tutur dia.

Pemerintah sendiri fokus untuk melakukan penguatan vegetasi pantai, karena belajar dari peristiwa bencana alam yang terjadi di dua daerah di Sumatera Barat dalam waktu berdekatan. Pertama, terjadi pada 2009 di pesisir Kota Padang, dan kedua di pulau Mentawai pada 2010.

Bencana alam di kedua daerah namun beda pulau tersebut, dipicu oleh sesar aktif yang menyebabkan terjadinya bencana tsunami. Rincinya, ada tiga sesar aktif yang menjadi sumber ancaman dari kedua peristiwa yang disebut bencana alam kembar tersebut.

Ketiga sesar aktif itu adalah Megathrust Mentawai, Mentawai Fault System, dan Sumatera Fault System.

baca juga : Apakah Mangrove si Penyerap Karbon Bisa Tergantikan Teknologi?

 

KKP menanam tanaman vegetasi pantai sebanyak 6.300 bibit disebar ke lima titik seluas total 9,2 ha di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Foto : KKP

 

Ketahanan Pesisir

Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil KKP Muhammad Yusuf menjelaskan, titik penanaman vegetasi pantai non mangrove yang dilaksanakan di Pesisir Selatan ada di Nagari Sago Salido, Kampung Muara Anakan, Kampung Sungai Tawa, Nagari Nyiur Melambai, dan Nagari Muara Kandis Punggasan.

“Dengan mempertimbangkan kondisi setempat, yaitu substrat pantai berpasir, maka jenis vegetasi yang ditanam adalah cemara laut. Jenis ini juga mendominasi areal target penanaman,“ jelasnya.

Menurut dia, selain berfungsi sebagai buffer untuk mengurangi energi dan dampak bencana terhadap infrastruktur pantai, vegetasi pantai beserta kelengkapannya juga berperan dalam membangkitkan ekonomi masyarakat pesisir melalui mata pencaharian alternatif yang muncul dari adanya kawasan hutan pantai.

Sementara, untuk Kabupaten Tasikmalaya, penanaman vegetasi pantai dilakukan, karena daerah pesisir tersebut memiliki riwayat bencana alam pada 2006, 2009, dan 2017 dengan kekuatan di kisaran 6,8 hingga 7,3 magnitudo. Itu artinya, pesisir Tasikmalaya menjadi daerah yang rawan terhadap gempa bumi dan tsunami.

Dengan fakta tersebut, penanaman vegetasi pantai menjadi program kerja yang harus dilaksanakan di wilayah pesisir tersebut. Hal itu, karena vegetasi pantai terbukti sudah bisa mencegah kerusakan yang besar akibat bencana alam seperti tsunami.

Adapun, penanaman vegetasi pantai di Kabupaten Tasikmalaya dilaksanakan di Desa Ciheras, Desa Mandala Jaya, Desa Cidadap, dan Desa Cimanuk. Penanaman tersebut dilakukan dengan menanam jenis cemara laut yang terkenal khasiat ketahanan dari bencana alam.

Selain tanaman vegetasi pantai, upaya untuk menjaga ketahanan wilayah pesisir juga dilakukan Pemerintah dengan memulihkan kembali ekosistem mangrove. Upaya tersebut dilakukan dengan menanam kembali mangrove di wilayah pesisir yang mendapat ancaman tinggi.

baca juga : Upaya Memulihkan Ekosistem Mangrove yang Kritis

 

KKP menanam tanaman vegetasi pantai sebanyak 6.300 bibit disebar ke lima titik seluas total 9,2 ha di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Foto : KKP

 

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemko Marves) yang memimpin kegiatan tersebut di seluruh Indonesia, mengadopsi banyak teknik untuk memudahkan proses pemulihan kembali ekosistem mangrove yang mengalami degradasi.

Plt Asisten Deputi Pengelolaan Produk Kehutanan dan Jasa Lingkungan Kemko Marves Zainuddin memaparkan, salah satu upaya yang sedang dilakukan untuk memulihkan ekosistem mangrove, adalah dengan mengadopsi teknologi drone untuk proses penanaman kembali.

Penggunaan teknologi drone, diharapkan bisa membantu proses pemulihan ekosistem mangrove. Sehingga, fungsi mangrove yang berperan sebagai penahan ombak, badai, dan melindungi daratan dari erosi dan abrasi bisa berjalan dengan baik.

Selain itu, jika ekosistem mangrove kondisinya sehat, maka peran sebagai penjaga biota laut dan penyimpan karbon juga akan bisa berjalan sama baiknya. Dengan demikian, semua manfaat tersebut bisa berdampak pada putara roda ekonomi masyarakat yang ada di sekitarnya.

“Keberadaan mangrove berdampak langsung bagi komunitas lokal,” tegas dia.

 

Bola benih (seed balls) berisi bibit mangrove yang diujicoba oleh Kemenko Marves. Foto : Kemenko Marves

 

Peneliti Ahli Utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Maman Turjaman menyebutkan, penggunaan teknologi drone untuk penanaman kembali mangrove, memerlukan sejumlah syarat.

Di antaranya adalah benih mangrove harus berukuran kecil di bawah tiga centimeter dengan berat maksimal 15 gram. Kemudian, benih berukuran tersebut harus tersedia dengan jumlah yang melimpah, serta memiliki kesesuaian silvikultur.

Dengan syarat-syarat tersebut, maka jenis bibit mangrove yang bisa untuk ditanam dengan drone, adalah jenis Avicennia sp. dan Sonneratia sp. Jenis tersebut kemudian dibungkus dengan lumpur membentuk bola dan ditembakkan oleh drone dari udara ke lahan yang menjadi target.

Selain lumpur, bahan tambahan lain dalam boleh benih (seed ball) tersebut adalah bahan amelioran seperti arang (charcoal), tanah liat (clay), dan kompos. Nantinya, benih yang ditembakkan akan beradaptasi selama 1-2 tahun dan pada tahun ketiga, anakan mangrove yang bertahan akan tumbuh dengan baik.

 

Kawasan mangrove yang perlu dijaga untuk memitigasi bencana tsunami. Foto : Kemenko Marves

 

Exit mobile version