Mongabay.co.id

Perkuat Warga Jaga Penyu Langka di Batas Negeri

 

Zulfian (28) semangat bukan main, pada 12 Agustus 2021 lalu. Dia mewakili Kelompok Wahana Bahari menerima bantuan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Bantuan berupa sarana dan prasarana untuk kegiatan konservasi.

Bagi dia dan anggota kelompoknya di Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, bantuan tersebut sangat berharga untuk konservasi pantai peneluran penyu. Bantuan diserahkan langsung oleh Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, Andry I Sukmoputro, berupa satu unit kendaraan ATV, satu unit laptop, satu unit speaker, satu unit genset, satu unit kendaraan roda tiga dengan total nilai sejumlah Rp97,46 juta.

“Bantuan ini akan membantu program pengawasan dan konservasi penyu di daerah kami,” tukas Zulfian, saat dihubungi Mongabay Indonesia. Sinyal telekomunikasi yang terbatas tak menyurutkan Zulfian berbagi kebahagiaan. Wajar saja, Zulfian berada di salah satu daerah perbatasan Indonesia – Malaysia.

Waktu tempuhnya dari Kota Pontianak, ibukota provinsi sekitar 12 jam perjalanan ke Kecamatan Paloh. Di sini terdapat pantai peneluran penyu terpanjang di Indonesia. Plt Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Pamuji Lestari, menerangkan panjang pantai peneluran tersebut mencapai 63 kilometer, dan berbatasan dengan Desa Telok Melano, Sarawak, Malaysia.

“Pantai ini merupakan tempat bagi penyu hijau, sisik, lekang dan penyu belimbing untuk bertelur. Kelompok masyarakat memiliki peran sangat besar dalam pengelolaan biota ini, khususnya untuk pelestarian konservasi penyu yang ada di Paloh,” terang Tari.

baca : Keracunan Aspal, Puluhan Penyu Mati di Pantai Paloh

 

Kelompok Wahana Bahari, kelompok konservasi penyu di Paloh, Kalbar menerima bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupa sarana dan prasarana untuk kegiatan konservasi. Foto : KKP

 

Tari berharap penyaluran bantuan pemerintah bisa menjadi pemantik bagi masyarakat dalam pengelolaan sekaligus pengawasan sumber daya perairan sehingga dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan kawasan konservasi perairan dari sisi ekologi, sosial dan ekonomi masyarakat pesisir.

“Kelompok penerima bantuan harus berperan aktif dalam menjaga kelestarian sumber daya laut di kawasan konservasi dan menjadi garda terdepan dalam membangun sektor kelautan dan perikanan melalui berbagai aksi perlindungan dan konservasi,” tegasnya.

Kepala BPSPL Pontianak, Andry I Sukmoputro, menambahkan, bantuan untuk Kelompok Masyarakat Penggerak Konservasi (Kompak) merupakan bentuk dukungan aksi konservasi terhadap akselerasi pengelolaan kawasan konservasi serta pengelolaan jenis ikan terancam punah dan/atau dilindungi terutama jenis penyu.

Dia menekankan pentingnya habitat penyu bagi ekosistem pesisir dan pentingnya rekam data penyu untuk mendukung keberlanjutan ekosistem penyu. “Saya berharap bantuan ini dapat dirawat, dipelihara, dikelola dengan bijak. Lalu, agar bisa berlanjut dalam proses pemeliharaanya kelompok wajib menyisihkan pendapatannya untuk perawatan alat dan tetap menjaga keterbukaan antar masing-masing anggota kelompok,” harapnya.

baca juga : Catatan Akhir Tahun : Mengelola ‘Mutiara’ Potensi Pesisir dan Laut Kalimantan Barat

 

Kelompok Wahana Bahari melakukan perhitungan dan pengawasan sarang penyu di Pantai Sungai Belacan. Foto : Zulfian/Pokwasmas Wahana Bahari

 

Perkuat Patroli

Sejurus setelah bantuan diterima, Zulfian dan rekan-rekannya langsung membuat perencanaan. “Terutama untuk memanfaatkan berupa ATV, untuk wisata dan pengawasan penyu di sepanjang pantai,” ujarnya. Jumlah anggota Pokwasmas Wahana Bahari sebanyak 25 orang, mereka pun mencocokkan jadwal satu sama lain untuk melakukan pengawasan.

Pengawasan yang bersifat sukarela ini membuat masing-masing anggota terus melakukan pencocokan agar tidak bentrok dengan pekerjaan. Pengawasan dilakukan sepanjang hari, dengan dua orang personel setiap shift jaga. Terlebih pada musim-musim penyu bertelur, jadwal pengawasan bukan mustahil ditambah.

Pantai peneluran penyu tersebut sebenarnya bernama Pantai Sungai Belacan. Letaknya selain berbatasan dengan negara tetangga, juga berada di antara kawasan hutan lindung dan taman wisata alam. Sungguh sebuah lokasi yang sangat strategis untuk mengembangkan ekowisata. Terlebih pemerintah daerah telah mempunyai payung hukum untuk mengelola sumber daya kelautan dan perikanan sesuai mandat Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Kalimantan Barat membuat peraturan daerah No 1 Tahun 2019, yang di dalamnya menetapkan luasan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K) Taman Pesisir Paloh Kabupaten Sambas adalah 168.569,35 hektare. Di kawasan ini, menjadi pusat perlindungan dan jalur migrasi Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) dan Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea). Termasuk pula menjadi tempat untuk perlindungan penyu yang tak sengaja tertangkap (by-catch).

baca juga : Perburuan Telur Penyu di Paloh Turun Drastis

 

Suasana pengarahan untuk pengawasan pantai peneluran penyu di Kecamatan Paloh. Foto : Zulfian/Pokwasmas Wahana Bahari

 

Di sini wisatawan bisa menikmati keindahan pantai yang letaknya ekor paling utara Kalimantan Barat. “Selain melihat penangkaran penyu, bisa pula melihat atraksi penyu bertelur pada musimnya, ada pula hutan mangrove, serta cagar budaya bersejarah peninggalan penjajahan Belanda dulu,” terang Zulfian.

Menurutnya, selama lebih dari satu satu dekade upaya konservasi, sedikit banyak masyarakat sudah mulai merasakan manfaat bawaan dalam menjaga alam. Peningkatan perekonomian masyarakat dilakukan dengan memanfaatkan potensi budidaya madu kelulut. Tak lain untuk mengurangi pencurian telur penyu untuk dijual maupun di konsumsi. “Alhamdulillah, di masa pandemi ini tingkat pencurian telur tidak banyak. Paling satu hari satu sarang atau paling banyak tiga sarang,” ujarnya.

Namun, dia mengakui kunjungan wisatawan berkurang selama pandemi. Terlebih kawasan Malaysia menutup jalan perbatasan untuk mencegah meluasnya penularan Covid-19. Hingga bulan ini, jumlah kunjungan belum mencapai angka 100 pengunjung. Beruntung, ada produk unggulan lainnya, seperti madu kelulut.

Produk malu kelulut Paloh cukup tersohor di Kalimantan Barat selama pandemi. WWF-Indonesia membantu mereka dalam untuk kemasan, serta perizinan. Kelompok Wahana Bahari Paloh juga memberikan pendampingan kepada warga yang melakukan budidaya, untuk menghasilkan madu yang baik. Awalnya madu dijual dari mulut ke mulut, meningkat ke media sosial, dan kini madu telah dijual di lapak online.

WWF Indonesia hingga 2019, telah mendampingi 91 peternak dengan peningkatan kapasitas budidaya 42%. Survey yang dilaksanakan maret 2019 terhadap 29 peternak dampingan menunjukkan selama tahun 2018 produksi madu kelulut Paloh yang berhasil dipasarkan mencapai 4 ton.

 

Suasana pengarahan untuk pengawasan pantai peneluran penyu di Kecamatan Paloh. Foto : Zulfian/Pokwasmas Wahana Bahari

 

Jalan Panjang

Hendro Susanto, Marine Conservation Officer For Kalimantan WWF Indonesia, menambahkan, program konservasi penyu di Kecamatan Paloh dimulai sejak April 2009. Program ini mendorong pola kemitraan bersama stakeholder.

“Dari sinilah terbentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Kambau Borneo yang dibentuk. Mereka adalah beberapa orang yang sebelumnya adalah pelaku perburuan telur penyu,” ujar Hendro. Pokmaswas Kambau Borneo hingga saat ini masih aktif melaksanakan kegiatan pemantauan populasi penyu di Pantai Peneluran Penyu Paloh dan bekerjasama dengan Balai Pengelola Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak.

WWF Indonesia juga melahirkan kegiatan Festival Pesisir Paloh (FESPA) sejak 2012 dan telah menjadi agenda tetap Pemerintah Kabupaten Sambas sejak 2017. Pada tahun 2018 dilaksanakan dengan pendanaan kolaboratif lebih dari 50 lembaga dan berhasil mendatangkan lebih dari 500 wisatawan mancanegara.

“WWF Indonesia sejak 2013 melakukan studi mitigasi bycatch penyu pada alat tangkap jaring insang untuk mengurangi resiko kematian dan peningkatan kelulushidupan bycatch penyu. Hingga tahun 2018 telah melatih 321 nelayan di Paloh dengan 43,96% Nelayan mampu menangani Penyu dengan baik,” tambahnya.

Tak hanya itu, ujicoba penggunaan lampu LED pada jaring insang periode tahun 2014 hingga 2018 menunjukkan penurunan angka tangkapan sampingan penyu sebesar 62,5% serta mampu meningkatan tangkapan nelayan sebesar 15.23%. Sejak 2016, WWF Indonesia juga mendorong pengembangan wisata berbasis Penyu di Pos Monitoring Penyu Paloh dengan melibatkan kelompok lokal.

 

Penyu hijau di Pantai Paloh Sambas, bisa jadi tontontan menarik bagi wisatawan mancanegara. Foto: Andi Fachrizal

 

Exit mobile version