Mongabay.co.id

Kondisi Miris Buruh Harian Lepas di Toba Pulp Lestari

Tenda biru para buruh harian lepas PT TPL. Foto: AMAN Tano Batak

 

 

 

 

Laporan tim gabungan beberapa organisasi masyarakat menemukan dugaan perbudakan dalam sistem kerja buruh harian lepas (BHL) di perkebunan kayu, PT Toba Pulp Lestari di Sumatera Utara. Para buruh harian lepas ini mendapatkan upah murah, peniadaan lembur, dan hak cuti maupun hak istirahat kerja.

Organisasi yang tergabung dalam tim ini yakni, DPD GSBI Sumut, Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Aman Tano Batak, Bakumsu, Walhi Sumut, Serikat Tani Tobasa dan Aliansi Gerak Tutup TPL.

Buruh harian lepas banyak dari luar daerah seperti dari Kepulauan Nias, Siantar, Dolok Sanggul, Tanjung Balai. Mereka bekerja sebagai buruh harian lepas di sub kontraktor yang bermitra dengan TPL. Mereka bekerja tanpa perlu membuat surat lamaran, dan tak pernah ada perjanjian kerja.

BHL dilekatkan sebagai identitas pembeda antara buruh harian lepas di bawah perusahaan sub kontraktor dan buruh di bawah TPL.

“Mereka bekerja siang malam, hingga 14 jam kerja, pergi pagi , pulang hingga larut malam bahkan lembur hingga pukul 03.00 WIB,”, kata Eben, DPD Gerakan Serikat Buruh Indonesia Sumut dalam diskusi rilis laporan, penghujung Agustus lalu.

Dia melihat langsung praktik kerja ini di tiga titik pabrik perusahaan ini. Perusahaan juga mempekerjakan anak di bagian penanaman dan perawatan kayu eukaliptus.

Upah satu hari Rp85.000 dan paruh waktu atau empat jam Rp40.000. Kalau buruh genap bekerja sebulan, atau 25 hari, menerima upah Rp2, 125 juta ditambah beras 10 kg dan susu kental manis satu kaleng.

Buruh rata-rata menerima upah Rp1, 87 juta-Rp1, 36 juta bahkan banyak di bawah Rp.1 juta per bulan.

 

Baca juga: Konflik Lahan dan Kerusakan Lingkungan Terus Terjadi dalam Operasi PT TPL

Kondisi hutan di sekitar Kawasan Danau Toba, terus tergerus. Foto: Koalisi Tutup TPL

 

Dia menduga, sub kontraktor juga melakukan praktik penggelapan upah berkedok potongan premi BPJS Ketenagakerjaan. Kondisi ini dialami bagi buruh yang tak terdaftar peserta BPJS Ketenagakerjaan, karena tidak memiliki KTP. Dengan alasan sudah terdaftar kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, upah buruh bersangkutan dipotong setiap bulan Rp53.372, bahkan nominal bisa lebih besar lagi.

Alat perlindungan kerja pun buruh harus beli sendiri. “Sarung tangan melindungi mata dari sampah, mesti dibeli sendiri oleh buruh. Hanya beberapa alat kerja difasilitasi perusahaan, seperti parang untuk memotong dahan atau ranting, cangkul untuk membuat lubang pupuk dan pembersihan piringan area batang pohon eukaliptus,” kata Eben.

BHL dapat baju mantel untuk melindungi tubuh terpapar racun hama, dan alat semprot racun gulma dan hama.

Eben cerita, buruh berangkat dari rumah pagi buta, kalau anak-anak usia 2– 10 tahun ikut, tanpa ada tempat penitipan dan arena permainan. Mereka berangkat kerja menaiki truk sub kontraktor berkapasitas 30 orang.

Investigasi tim gabungan itu juga menemukan perihal aktvitas para buruh harian lepas yang tinggal di bawah tenda biru, beralaskan tanah, selama berminggu-minggu. Tak jarang mereka membawa istri dan anak-anak, upah tak sebanding dengan kehidupan layak dan tidak termasuk biaya sekolah.

“Mereka tinggal di barak 4×5 meter, belum lagi soal terpenuhnya kalori dan gizi. Jarak sekolah dengan tempat tinggal jauh, banyak anak putus sekolah”, kata Eben.

BHL, katanya, hampir tidak ada yang menerima tunjangan hari raya (THR), insentif, dan tak terdaftar dalam peserta BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan.

Gindo Nadapdap, advokat mengatakan berdasarkan laporan tahunan perusahaan mempekerjakan 1.100 pekerja tetap, selebihnya, 7.000 BHL dan tak terdaftar dalam Dinas Ketenagakerjaan Balige.

“Ini praktik ilegal, negara harus menindak lanjuti ini.”

Dalam laporan tahunan TPL 2020, ada 1.195 karyawan di pabrik pengolahan pulp dan sebagian di areal konsesi kayu eukaliptus.

Di sana, ada 740 orang dari penduduk lokal dan 455 orang lain dari luar daerah.

 

Baca juga: Aksi Jalan Kaki dari Sumut ke Jakarta, Demi Kelestarian Danau Toba

Pembersihakn hutan di konsesi TPL untuk tanam tanaman HTI, beberapa tahun lalu. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Perbudakan modern

Usman Hamid, Direktur Amnesty International, menilai, kondisi buruh harian lepas buruk, atau jauh dari kehidupan layak ini, merupakan jenis perbudakan modern.

Persoalan hak ekonomi sosial budaya (ekosob) seperti kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul menjadi hal penting dalam mewujudkan kesejahteraan buruh atau tenaga kerja. PBB melalui Komite Hak Sosial dan Budaya menjamin setiap warga negara untuk mendapatkan hak atas kesehatan dan hak kondisi kerja maupun jaminan sosial.

Indonesia, sebagai anggota PBB yang ikut konvensi perjanjian Internasional ini juga telah meratifikasi melalui UU Nomor 11/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya.

Praktik perbudakan ini, katanya, merupakan pelanggaran HAM.

Tidak ada perjanjian kerja dan upah murah serta kebutuhan layak seperti nutrisi anak mesti jadi perhatian pemberi kerja. “Ini mesti ditindaklanjuti lembaga negara yang berwenang demi perbaikan kondisi pekerja TPL.”

Dedy Armaya, Corporate Communication (Corpcom) Coordinator, PT Toba Pulp Lestari Medan-Siantar-Simalungun, mengatakan, perusahaan sudah punya aturan dan tegas tidak mengizinkan anak di bawah umur 18 tahun bekerja.

“Perusahaan siap menyediakan pengasuh anak, apabila ada anak asuh yang ditinggal pergi bekerja,” katanya saat diwawancara melalui WhatsApp.

Dedy menampik perusahaan telah kerja paksa. Dia bilang, jam kerja harian dan mengacu pada aturan 40 jam per minggu. Untuk kerja borongan, katanya, para pekerja sendiri yang mengatur untuk penyelesaian kerja.

Dia bilang, perusahaan menyediakan rumah layak, kecuali kalau buruh tinggal dekat lokasi kerja mereka sediakan tenda militer untuk tempat tinggal sementara dilengkapi jamban dan pasokan air bersih. “Kadang pekerja suka tinggal dekat lokasi kerja, perusahaan memberikan tenda militer didukung pembuatan jamban dan air bersih,” kata Dedy.

 

*****

Foto utama: Tenda biru, tempat buruh harian lepas tinggal sementara saat ada pekerjaan di PT TPL. Foto: AMAN Tano Batak

Exit mobile version