Mongabay.co.id

Cekibar, Si Reptil Unik Penjaga Pohon

 

Dengan menggunakan sepasang sayap dibelakang kaki depannya yang unik reptil bertubuh kecil itu terbang dari atas pohon menuju ke bebatuan. Cara terbangnya pun terlihat berbeda dengan burung atau kupu-kupu. Di udara, hewan ini hanya mampu terbang beberapa detik saja. Tidak hanya bebatuan yang menjadi muara, ranting-ranting kecil juga menjadi tempat dimana dia akan mendarat dengan cepat.

Dialah cecak terbang atau dikenal juga dengan cekibar atau flying lizard (kadal terbang) dan juga flying dragon (naga terbang). Reptil ini terbang hanya saat angin tenang saja. Saat angin kencang dan hujan turun dia lebih memilih untuk merayap di atas pohon.

Mempunyai ciri kepala berbingkul-bingkul, bersegi-segi dan berkeriput seperti halnya kakek-kakek. Cekibar yang jantan memiliki kantung dagu berwarna kuning. Sementara, yang betina kantung dagunya berwarna biru cerah, dan sepasang sibir kulit di kiri kanan leher.

Rigi mahkota kecil, terletak di sisi belakang kepala. Mempunyai ciri mata yang khas kadal agamid, dengan pelupuk tebal menonjol. Sisi tubuh satwa yang memiliki nama latin Draco volans dibagian atas (dorsal) berwarna coklat sampai kehitaman atau keabu-abuan, jika merasa terganggu warna kulitnya bisa berubah menjadi lebih gelap atau lebih terang.

baca : Lebih 100 Tahun Hilang, Kadal Ini Muncul Lagi di Danau Toba

 

Cekibar ini terbang hanya saat angin tenang saja. Saat angin kencang dan hujan turun dia lebih memilih untuk merayap di atas pohon. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Samaran yang Baik

Disepanjang tulang belakang (vertebarata) terdapat pola bercak-bercak hitam yang letaknya teratur, dimulai dari ubun-ubun, belakang kepala, tengkuk, lalu kemudian bisa membesar dan berubah menjadi pola hitam kecoklatan setengah lingkaran pada tiga titik dipunggung (dorsum) dan satu dipangkal ekor, pola warna semacam ini merupakan samaran yang baik di pepagan (kulit terluar) pohon atau batu.

Panjang tubuh cekibar sekitar 22 cm. Di tubuh bagian bawah (ventral) berwarna abu-abu keputihan, pada sisi medial (garis tengah tubuh) warnanya agak kehijauan dengan titik-titik kecoklatan di arah lateral (sebelah pinggir tubuh). Sementara ukuran ekor cekiber 1,5 kali panjang tubuh, ujungnya berbelang-belang, dengan sisik-sisik yang berlunas kuat menjadikannya nampak bersegi-segi.

Nathan Rusli, ketua Yayasan Herpatofauna menjelaskan, selain digunakan untuk meluncur, sayap draco volans ini juga berfungsi sebagai pertahanan diri, dia bisa melipat sayapnya dan menyerap panas lebih banyak. Karena reptil berdarah dingin, sehingga dia membutuhkan panas dari matahari untuk menyesuaikan tubuhnya.

Umumnya, cekibar juga bisa ditemukan di pemukiman seperti perkotaan, hidupnya berada di pohon pohon besar ataupun kecil. Biasanya juga ditemukan dipedalaman hutan hujan, sering ditemukan diperkebunan atau persawahan.

Sedangkan musuh dari Draco ini yaitu burung (Aves), kelabang (Chilopoda) dan ular (Serpentes). Cara lain dalam perlindungan diri yaitu dengan merubah warna kulitnya. Sementara sayapnya bisa dilipat, cekibar bisa melayang di udara berkat keberadaan membran bernama patagium pada kedua sisi badannya. Patagium ini berada pada kondisi berlipat dalam keadaan biasa.

baca juga : 10 Kadal Terunik di Dunia, 2 Jenis Ada di Indonesia

 

Kadal ini dalam bahasa Inggris dikenal juga dengan sebutan flying lizard (kadal terbang) dan juga flying dragon (naga terbang). Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Saat cekibar melayang, patagium dan tulang rusuk panjangnya akan terentang di kedua sisi badannya. Aliran udara yang menerpa patagium akan memberi daya angkat kepada cekibar, sehingga satwa tersebut bisa melayang selama mungkin di udara. Cekibar akan menggerakkan ekor panjangnya tatkala ingin mengubah arah terbangnya.

“Kerjanya makan rayap, semut dan serangga kecil lainnya. Saat merasa terancam dia ini bisa membuka rusuknya seperti parasut. Jadi dia bisa membuka lalu loncat dari atas pohon ke pohon lain,” ujar pria yang fokus penelitiannya di amfibi dan reptil ini, Sabtu (24/09/2021).

 

Pengendali Populasi Serangga

Reptil yang dikenal juga dengan sebutan klarap ini merupakan predator yang mencari makannya pada siang hari (diurnal). Keberadaanya yaitu bermanfaat sebagai pengendali ekosistem serangga yang argoreal dan durnal. Sehingga pohon tersebut tidak cepat tumbang. Selain itu, keberadaan cekibar juga bisa di dijadikan indikator sebuah sistem yang sehat baik itu diperkotaan ataupun dipedesaan.

Amir Hamidy, Peneliti Herpetologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelaskan, jika dilihat dari peran ekosistem dari perspektif manusia, peran satu spesies akan selalu dikaitkan dengan perannya pada rantai makanan.

Secara ekonomi, sekarang ini banyak penghobi yang memelihara reptil. Menurut dia, itu yang kemungkinan yang akan dikemas atau dikomersialkan, apalagi cekibar ini mempunyai penampilan yang menarik. Tetapi untuk memelihara reptil jenis ini tidak segampang memelihara reptil yang lain, karena cekibar membutuhkan ruang yang luas untuk meluncur.

“Kalau dipelihara di dalam ruangan ya kasihan, yang namanya pat ini kan fashion industry. Sehingga kedepan kemungkinan ada kecenderungan untuk menjadi tren, misal harga bagus pasti banyak yang mencari,” ujarnya.

menarik dibaca : Dirilis, Daftar 100 Reptil Paling Unik dan Terancam Punah di Dunia

 

Umumnya, cekibar juga bisa ditemukan di pemukiman seperti perkotaan, hidupnya berada di pohon pohon besar ataupun kecil. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Bagi peneliti, yang akan dieksplorasi adalah jenis-jenis Draco baru, karena penemuan jenis-jenis baru ini akan terus ada. Banyak juga peneliti yang tertarik meneliti dari segi taksonomi. Draco merupakan reptil yang unik dan endemiksitasnya juga tinggi, keberadaanya juga tersebar di beberapa negara seperti India, Asia Selatan, Asia Tenggara, hingga ke wilayah Indonesia.

Ada lebih dari 40 spesies cekibar yang sudah diketahui oleh manusia. Sedangkan di Indonesia, sendiri ada 21 jenis yang sudah teridentifikasi, tersebar di wilayah Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi.

Dengan adanya potensi seperti itu, kata Amir, peneliti bisa lebih mengenal keunikan dari satwa yang dimiliki Indonesia, apalagi dari 40 jenis itu 50 persennya ada di Indonesia. Sehingga potensi masih sangat besar, persebarannya juga banyak hampir di seluruh wilayah kepulauan. Jadi banyak endemis yang secara taksonomi perlu dieksplor.

“Kami juga berharap kepada yang muda-muda bisa berkontribusi untuk meneliti itu. Apalagi Draco ini mempunyai warna yang menari disayapnya, jumlah rusuknya. Kemudian warna di leher antara jantan dan betina,” pungkasnya.

Sedangkan, untuk regulasi secara nasional semua jenis Draco belum termasuk jenis satwa yang dilidungi. Menurut IUCN, Draco juga tidak termasuk satwa yang terancam.

 

Musuh dari Draco ini yaitu burung (Aves), kelabang (Chilopoda) dan ular (Serpentes). Cara lain dalam perlindungan diri yaitu dengan merubah warna kulitnya. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version