Mongabay.co.id

Ini Dampak Berbahaya Jika Laut Tidak Sehat

 

Kesehatan laut menjadi faktor penting untuk mendukung pemanfaatan ruang laut yang ada di Indonesia. Fator tersebut bisa menggerakkan roda perekonomian yang dilaksanakan di laut dan sekaligus bisa menjaga kelestarian ekosistem laut tetap berjalan baik.

Pentingnya menjaga kesehatan laut, karena wilayah perairan laut Indonesia posisinya diapit dua samudera besar dunia, Pasifik dan Hindia. Kondisi tersebut membuat wilayah laut Indonesia menjadi sangat rentan terkena pencemaran yang berasal dari dua samudera tersebut.

Pakar Modeling dan Hydro Oseanografi dari Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP KKP) Widodo Pranowo menjelaskan, risiko pencemaran bisa terjadi karena secara antropologi air laut itu tidak bisa dibatasi.

“Kita juga tidak menutup mata, air laut itu mengalir dan tidak ada yang bisa menghentikannya,” ungkap dia dalam acara daring Bincang Bahari bertema “Penerapan Komitmen Ocean Health demi Ekonomi Berkelanjutan,” Selasa (12/10/2021).

Menurut dia, jika tidak ada perencanaan dan antisipasi, kesehatan laut di Indonesia akan terancam setiap waktunya. Hal itu, karena pencemaran yang sedang terjadi di perairan Samudera Pasifik atau Hindia akan bisa dengan mudah masuk ke perairan laut Indonesia.

Walaupun ketika sampai di perairan Indonesia kandungan bahan berbahaya dari pencemaran sudah semakin sedikit, namun itu tidak menghilangkan risiko terhadap kesehatan laut. Penurunan kadar pencemaran itu terjadi, karena terjadi pengenceran oleh air laut.

Di antara bahan berbahaya yang harus diwaspadai bisa mengancam kesehatan laut, adalah mikroplastik yang jumlahnya terus meningkat dari waktu ke waktu. Bahan tersebut sangat mungkin banyak tersedia di kedua perairan samudera tersebut.

Bahan-bahan berbahaya yang menjadi bagian dari pencemaran tersebut, berpotensi masuk ke perairan Indonesia dari perairan Samudera Pasifik. Polanya selalu sama, yaitu mengalir melewati laut Sulawesi di Selat Makassar, atau laut Halmahera, dan kemudian masuk ke seluruh wilayah laut Indonesia.

baca : Ancaman Mikroplastik Semakin Nyata di Kawasan Pesisir Indonesia. Seperti Apa?

 

Seorang penyelam berenang bersama pari manta di perairan yang penuh sampah plastik di lepas pantai Nusa Lembongan, Bali. Foto : thecoraltriangle.com

 

Widodo menyebutkan, massa air di samudera Pasifik besarnya mencapai angka 11 juta meter per kubik dan itu cukup untuk mengencerkan kadar pencemaran yang akan mengalir ke perairan sekitarnya. Aliran air tersebut, masuk ke Indonesia menuju perairan Australia atau Arus Lintas Indonesia (Arlindo).

Selain dibawa oleh aliran air laut dari dua samudera yang mengapit Indonesia, potensi pencemaran juga bisa datang dari peristiwa minyak tumpah yang dibawa oleh kapal pengangkut minyak. Atau, peristiwa kecelakaan kapal yang terjadi di perairan negara lain.

“Sumber minyak di laut Indonesia itu banyak. Juga tumpahan minyak banyak. Kalau kecelakaan tabrakan kapal, itu akan mencemari laut setempat dan kemudian terbawa aliran air laut dan masuk ke Indonesia,” jelas dia.

Untuk mengendalikan potensi pencemaran di laut, maka harus ada instrumen yang bisa memantaunya dengan ketat. Instrumen yang dimaksud, adalah teknologi untuk mengendalikan pencemaran, dan juga regulasi dari Pemerintah Indonesia yang memberikan kekuatan secara hukum.

“Kita harus punya instrumen, keras dan lunak. Keras itu adalah teknologi, dan lunak adalah regulasi,” tambah dia.

Widodo Pranowo mengatakan, untuk bisa menegakkan kekuatan hukum di laut, diperlukan sinergi yang kuat antara dua instansi Negara terkait, yaitu KKP bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK).

Dengan melakukan sinergi, maka kegiatan yang berlangsung di ruang laut bisa berjalan dengan baik, tidak bertentangan dengan regulasi, dan memastikan itu berjalan sesuai dengan prinsip keberlanjutan lingkungan yang bertujuan untuk menjaga kelestarian alam di laut.

baca juga : Ekosistem Laut Terancam Pencemaran Perairan

 

Sepasang kapal penangkap ikan yang bersamaan melaut. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Menurut dia, manfaat dari sinergi adalah akan terciptanya keselarasan antara kebijakan pembuatan analisis mengenai dampak terhadap lingkungan (AMDAL) yang dipimpin KLHK, dengan penerapan kebijakan AMDAL di lapangan yang dipimpin oleh KKP.

“Ini saling menguatkan. KKP harus mengadvokasi dari sumber dayanya, sementara KLHK ada yang mengeluarkan izin untuk memanfaatkan lingkungan ada juga yang penindakan. Jadi sebetulnya memang diperlukan banyak pihak, karena laut kita sangat luas,” terangnya.

Mengingat pentingnya kesehatan laut, maka diperlukan indeks kesehatan laut yang harus diperbarui secara berkala. Indeks tersebut bisa menjadi alat untuk melihat sejauh mana kondisi laut, dan juga bagaimana harus mengelola laut yang bisa berdampak bagus secara ekonomi.

Pakar Ekonomi Kelautan dari IPB University Profesor Akhmad Fauzi pada kesempatan yang sama menjelaskan bahwa untuk memastikan laut dalam kondisi yang sehat, diperlukan langkah yang tegas dengan melaksanakan perbaikan tata kelola laut.

Perbaikan harus dilakukan, karena kondisi kesehatan laut secara global sudah mengalami penurunan. Sementara, di saat yang sama ada paradigma baru yang muncul di negara-negara dunia dan meyakini bahwa perekonomian itu tidak lagi tentang pertumbuhan, tapi juga tentang keberlanjutan.

perlu dibaca : Menata Ruang Laut, Menyeimbangkan Ekonomi dan Ekologi

 

Nelayan di Lamongan sedang menangkap ikan. Selain ikan tongkol, jaring ini juga digunakan untuk menangkap ikan kembung. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Salah satu wujud keberlanjutan yang dimaksud, adalah platform Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang sudah menjadi kesepakatan 192 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sudah ditetapkan pada 2015.

“Kuncinya tadi perbaikan tata kelola. Ini kunci untuk menjembatani perubahan orientasi pertumbuhan menjadi orientasi keberlanjutan. Bagaimana izin diperbaiki, peningkatkan daya saing produk kita perbaiki. Di situ kuncinya,” papar dia.

Untuk mewujudkan kesehatan laut dan ekonomi kelautan yang berkelanjutan, ada beberapa prinsip yang harus dipahami oleh para pihak yang berkepentingan. Pertama, adalah prinsip timbal balik (reciprocity) yang menjelaskan tentang pemanfaatan laut untuk ekonomi dan kegiatan ekologi.

Dengan prinsip tersebut, dia meyakini jika ekonomi kelautan bisa tetap berjalan baik dengan terus meningkatan produktivitas. Namun, di saat yang juga kelestarian ekosistem laut turut dijaga, sehingga akan berjalan beriringan untuk saling memberi keuntungan.

Prinsip kedua, adalah sumber daya tambahan (augmented resources) yang berfungsi untuk memperkaya dari sisi nilai dan juga fisik. Dalam menerapkan prinsip ini, adalah bagaimana kawasan konservasi perairan bisa terus diperluas dan dikelola dengan baik, juga pengembangan budi daya perikanan.

Ketiga, adalah prinsip investasi biru (blue investment), yaitu investasi yang diarahkan untuk meningkatkan dampak jaringan dari ekonomi kelautan. Berikutnya, adalah prinsip faktor keempat (factor four) yang bertujuan untuk mengembangkan bisnis dengan keuntungan empat kali lipat.

“Namun, prinsip ini harus mengedepankan perbaikan tata kelola dengan memperhatikan ekosistem laut, dan kesehatannya. Jadi prinsip kesehatan laut bisa dijaga,” jelas dia.

baca juga : Transformasi Ekonomi Laut Berkelanjutan untuk Kelestarian Ekosistem Laut

 

Sekelompok nelayan di pantai Jimbaran, Bali. Foto : shutterstock

 

Prinsip kelima, adalah endogenitas, yaitu fungsi penyerap karbon yang tidak tergambar di pasar. Namun, fungsi ini harus bisa dipetakan lebih jauh lagi oleh para pemegang kebijakan dan juga para pakar berkompeten.

Melalui prinsip ini, kekayaan laut bisa dipetakan kondisinya dan bagaimana cara memanfaatkan yang tepat dan efisien. Dengan pemetaan yang baik, maka kekurangan juga akan bisa diketahui dan itu akan memberi gambaran bagaimana melakukan tata kelola laut yang tepat.

Bagi Akhmad Fauzi, prinsip kelima ini juga tak kalah pentingnya, karena bisa digunakan unuk memanfaatkan laut dengan bijak dan sekaligus memperhatikan dampak terhadap lingkungan. Singkatnya, adalah bagaimana dampak-dampak tersebut bisa muncul dalam ekosistem pasar.

Prinsip terakhir, adalah wealth accounting yang bertujuan untuk memetakan kekayaan laut yang mencakup di dalamnya adalah segala potensi sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dan kehidupan.

Dengan enam prinsip tersebut, Akhmad Fauzi mengingatkan bahwa ada perubahan cara pandang dari negara-negara dunia terhadap pemanfaatan ruang laut secara utuh. Jika sebelumnya fokus pada pertumbuhan yang menganut peningkatan keuntungan, maka sekarang itu harus segera ditinggalkan.

“Sudah selayaknya ditinggalkan, karena dampaknya signifikan kepada ekosistem. Hampir semua negara sudah mengubah ke sustainable resources,” tegas dia.

Untuk bisa mewujudkan perubahan tersebut, ada tantangan yang tidak akan mudah untuk bisa dilewati oleh Indonesia. Hal itu, terutama karena prinsip keberlanjutan berarti melaksanakan perubahan dari sejak penerbitan perizinan, hingga hilirisasi produk.

“Tapi di saat yang sama, arahnya secara global ada penurunan produksi laut. Itu tantanganya, bagaimana mengimplementasikannya,” tambah dia.

perlu dibaca : Ini Tantangan Menyeimbangkan Fungsi Ekonomi dan Ekologi di Laut Nusantara

 

Seekor ikan kakap melompat dari permukaan air laut untuk memakan umpan. Foto : shutterstock

 

Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP Suharyanto mengatakan bahwa KKP menerbitkan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) melalui proses yang ketat. Langkah tersebut dilakukan, terutama bagi aktivitas yang berisiko tinggi di laut.

“Segala aktivitas yang punya risiko tinggi, baru dipastikan akan diberikan persetujuan kegiatan di ruang laut, jika sudah clear and clean aspek kajian AMDAL-nya,” ucap dia.

Setelah itu, perusahaan yang sudah mendapatkan izin harus bisa berkomitmen untuk menjaga kesehatan laut saat menjalankan aktivitas usahanya. Komitmen itu akan dipandu melalui Petunjuk Teknis (Juknis).

Juknis tersebut adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Muatan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Selain itu, ada juga Permen KP No.26/2021 tentang Pencegahan Pencemaran, Pencegahan Kerusakan, Rehabilitasi, dan Peningkatan Sumber Daya Ikan dan Lingkungannya.

Regulasi lainnya, adalah Permen KP No.28/2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, Permen KP No.30/2021 tentang Pengawasan Ruang Laut, serta Permen KP No.31/2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan.

Tentang aktivitas di laut, Spesialis Dukungan Bisnis Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas Rudi Hartono menjabarkan bahwa menjaga lingkungan dalam setiap kegiatan operasional sudah menjadi komitmen bersama. Karenanya, setiap rencana kegiatan eksplorasi selalu diawali dengan studi terkait lingkungan.

“Sampai akhir kegiatan pun, masih dilakukan studi lingkungan untuk mengetahui kondisi saat itu. Itu dilakukan oleh semua KKS di bawah SKK Migas,” ungkap dia.

 

Exit mobile version