Mongabay.co.id

Mengenal Tumbuhan “Alien” di Sekitar Kita

 

 

Tumbuhan “alien” itu ada di sekitar kita, di halaman rumah, kebun, atau di kebun raya. Sebutannya Invasive Alien Species [IAS], yaitu tumbuhan yang dikenalkan ke habitat di luar jangkauan alaminya. Jenis seperti ini ditengarai menjadi salah satu faktor ancaman keberlangsungan keanekaragaman hayati, bahkan mengancam ekosistem yang ada.

Decky Indrawan Junaedi, peneliti dari Kebun Raya Cibodas, Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya, Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN] mencontohkan tumbuhan alien yaitu gulma siam [Chromolaena odorata].

“Awal tumbuhan ini dari Jawa, namun kini sudah ‘menjajah’ atau invasif di Sumatera,” terangnya dalam Bincang Alam Mongabay Indonesia bertajuk Mengenal Tumbuhan ‘Alien’: Para Penjajah di Kebun Raya, Kamis [07/10/2021].

Pertumbuhan gulma ini agresif, sehingga menimbulkan persaingan dengan tanaman budidaya, terutama untuk faktor tumbuh yang terbatas seperti air, unsur hara, dan cahaya matahari.

“Adanya tumbuhan ‘alien’ yang invasif tentu berdampak secara signifikan terhadap pertanian, menjadi hama.”

Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi [Balitkabi], Kementerian Pertanian, gulma siam dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk meningkatkan penyerapan unsur K tanaman, dan berpotensi sebagai nematisida nabati.

“Hasil kajian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun C. odorata dengan konsentrasi 20 persen dan 30 persen berpotensi sebagai bioherbisida yang dapat mengendalikan pertumbuhan gulma,” tulis penelitian tersebut.

Baca: Minimnya Pengetahuan Kita Tentang Kerbau

 

Satwa liar dan tumbuhan yang berada di Taman Nasional Baluran. Foto: Dok. Taman Nasional Baluran

 

Ancaman akasia berduri

Contoh lain pohon ‘alien’ invasif adalah akasia berduri [Vachellia nilotica]. Pohon ini dapat kita lihat di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, yang dulunya didatangkan dari Kebun Raya Bogor untuk keperluan mitigasi kebakaran Taman Nasional Baluran. Akasia berduri ini dijadikan sekat bakar.

Kini tumbuhan ini bisa menjadi salah satu ancaman kepunahan tumbuhan di Baluran dan merusak ekosistemnya. “Tumbuhan ini tentu mengancam tanaman bawah yang menjadi pangan banteng jawa [Bos javanicus],” kata Decky.

Mengutip Indonesia.go.id, TN Baluran merupakan bagian gunung api purba di Kecamatan Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur. Muntahan material vulkanik jutaan tahun silam dari perut gunung dengan puncak kaldera yang berada di ketinggian 1.247 meter di atas permukaan laut [mdpl] itu, menyebar rata di permukaannya.

Material vulkanik yang kaya kandungan mineral itu, perlahan memberikan sumber kehidupan, terutama ekosistem flora untuk bertumbuh kembang. Tahun 1997, di wilayah ini diperkirakan terdapat 51 spesies tumbuhan bawah yang terdiri dari rumput dan semak non-rumput.

Tumbuhan bawah ini merupakan pakan alami satwa yaitu kerbau liar [Bubalus bubalis], kijang [Muntiacus muntjak], babi hutan, dan banteng jawa.

Berdasarkan pengamatan Rizky Diah Aryani, Husnatun Nihayah, Rizky Yuniantari, Rifqi Nur Hidayatullah dan Putu Wira Bumi, Mahasiswa Biologi angkatan 2011, Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta [UNY], pada akhir 2014, diketahui akasia berduri ini telah menginvasi savana di Baluran.

Dijelaskan bahwa pertumbuhan Vachellia nilotica sangatlah cepat melalui penyebaran biji yang jatuh ke tanah dari pohon, kemudian dimakan hewan.

“Biji yang tidak dapat tercerna di tubuh hewan, dikeluarkan kembali menjadi biji utuh. Namun, sudah berbentuk hitam karena bercampur dengan kotoran dan berceceran di tanah.”

Akasia berduri dikenal sebagai tanaman yang memiliki perakaran kuat. Meski kering dan ditebang, akarnya masih tetap ada di tanah, menyebabkan cepatnya terjadi regenerasi.

Baca: Perluasan Habitat, Upaya Nyata Menyelamatkan Badak Jawa dari Kepunahan

 

Langkap [Arenga obtusifolia] adalah sejenis aren invasif tinggi antara 10-15 m yang cepat berkembang biak, mengancam tumbuhan vegetatif pakan badak di Ujung Kulon. Foto: Ridzki R. Sigit/Mongabay Indonesia

 

Pohon langkap di Ujung Kulon

Pohon invasif lain adalah langkap [Arenga obtusifolia], sejenis pohon palem-paleman. Jenis ini sangat mengancam keberadaan badak jawa (Rhinoceros sondaicus) yang hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Tumbunan ini menekan pertumbuhan tanaman pakan badak jawa, satwa langka kebanggaan Indonesia.

Memang dampak keberadaan pohon Langkap bukan langsung ke badak, tapi menekan ke tumbuhan pakan satwa bercula itu. Pertumbuhannya sangat cepat.

Dalam Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 10 No. 1 [2020] berjudul “Komposisi Jenis Tumbuhan dan Analisis Sebaran Langkap [Arenga obtusifolia] di Taman Nasional Ujung Kulon” karya Indra Febriana, Cecep Kusmana dan U. Mamat Rahmat, diketahui langkap merupakan jenis yang dominan di TNUK pada laju pertumbuhan pancang. Kerapatannya, 480-624 individu per hektar, sedangkan kerapatan tangkapan pada laju pertumbuhan semai adalah 900-2,200 individu per hektar.

“Sebarannya menunjukkan pola mengelompok dan seragam,” tulis laporan itu.

Baca juga: Bukan Hanya Perburuan, Badak Jawa Juga Menghadapi Ancaman Langkap

 


 

Proses invasi

Decky menjelaskan, proses penyebaran pohon “alien” bisa sengaja atau tidak. “Proses alam membuat tumbuhan itu beradaptasi, lalu bernaturalisasi, dan berkolonisasi.”

Tumbuhan ‘alien’ yang invasif tentu harus dikendalikan agar tidak mengancam ekosistem asli di suatu daerah. Tidak membuat ancaman kepunahan bagi flora dan satwa tertentu.

Kadang, tanaman ‘alien’ sengaja ditanam di kebun raya sebagai koleksi, dan terutama untuk   konservasi dan penelitian.

“Kebun raya yang memiliki koleksi tanaman ‘alien’ di antaranya adalah Kebun Raya Cibodas, disusul Bali, Baturaden, dan Kuningan,” terangnya.

Indonesia saat ini memiliki 43 kebun raya yang didukung pemerintah daerah kabupaten dan universitas serta 5 kebun raya BRIN.

 

 

Exit mobile version