Mongabay.co.id

Pegiat Lingkungan dan Pariwisata Flores Tolak Pembangunan di TNK dan Alih Fungsi Hutan Bowosie

 

Para pegiat lingkungan dan pelaku pariwista di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) menyampaikan aspirasi kepada Presiden Joko Widodo terkait dengan pembangunan pariwisata di Labuan Bajo, Flores, NTT.

Aspirasi itu mereka sampaikan melalui surat yang diberikan melalui Kapten Aditia dari Sekretariat Kepresidenan di Labuan Bajo pada Kamis (14/10/2021).

Venansius Haryanto dari Sun Spirit for Justice and Peace dalam rilis yang diterima Mongabay Indonesia, Kamis (14/10/2021) menyebutkan awalnya pegiat lingkungan dan pariwisata sangat berharap dapat memberikan surat itu secara langsung kepada Presiden Joko Widodo.

Presiden saat itu mengunjungi Labuan Bajo untuk meresmikan beberapa fasilitas penunjang Pariwisata Super Premium. Namun, hal itu tidak dapat dilakukan karena protokoler yang sangat ketat.

Venan sapaannya mengatakan sambil mengapresiasi program pemerintah untuk menyiapkan infrastruktur dasar bagi pelayanan publik dan pengembangan pariwisata di NTT, masyarakat sipil pegiat lingkungan dan pelaku pariwisata di Flores NTT menegaskan kembali sikap kritis mereka.

“Kami mengkritisi model pengembangan pariwisata super premium di dalam Taman Nasional Komodo (TNK) yang mengabaikan keberadaan kawasan itu sebagai tempat perlindungan alami bagi satwa terutama komodo dan ruang hidup warga setempat,” tegasnya.

baca : Menyoal Kebijakan Kontroversi di Taman Nasional Komodo

 

Sebuah truk pengangkut material sedang berhadapan dengan satwa Komodo di Pulau Rinca di Taman Nasional Komodo (TNK),Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Foto : Akun Twitter Save Komodo Now

 

Venan menyampaikan, pihaknya menentang keras pemberian konsesi bisnis wisata kepada sejumlah perusahaan seperti PT Sagara Komodo Lestari seluas 22,1 Ha di Pulau Rinca.

Juga kepada  PT Komodo Wildlife Ecotourism 274,13 Ha di Pulau Padar dan 151,94 di Pulau Komodo serta PT. Synergindo Niagatama seluas 17 Ha di Pulau Tatawa.

Selain itu, Lukas Madahura dari Himpunan Pramuwisata Indonesia mengatakan pihaknya mendesak perhatian serius presiden untuk menindaklanjuti peringatan dari UNESCO pada Juli 2021.

Lukas sebutkan peringatan tersebut terkait dengan pembangunan bisnis pariwisata di TNK yang mengancam nilai universal luar biasa (outstanding universal values) dari kawasan TNK sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage Site) dan Cagar Alam dan Budaya (Men and Bioshpere Reserve).

“Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) juga sudah memperingatkan meningkatnya ancaman kepunahan komodo yang disebabkan oleh perubahan iklim dan aktivitas manusia,” ungkapnya.

Lukas menambahkan, pihaknya meminta kepada Presiden Jokowi untuk mengevalusi total keseluruhan pembangunan pariwisata super premium di dalam kawasan TNK dan melakukan daya upaya konservasi yang lebih jelas dan sistematis.

baca juga : UNESCO Minta Setop Proyek Wisata di TN Komodo, Respon Pemerintah?

 

Peta pemanfaatan lahan di Hutan Bowosie seluas 400 hektare. Sumber : Sunspirit for Justice and Peace

 

Alih Fungsi Hutan

Luas kawasan Hutan Lindung (HL) di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Pulau Flores, NTT saat ini mencapai 54.319,93 ha.

Hutan lindung ini menyebar di 13 lokasi yakni Mbleliling, Golo Leleng, Golo Ndesi, Golo Rata, Golo Tantong, Meler Kuwus, Muung, Nggalak Rego, Nggorang Bowosie, Paelombe, Puntuh I, Sesok dan Todo.

Wilayah terluas berada di kawasan Mbeliling seluas 24.347,7 ha dan luasan terkecil di Golo Leleng sejumlah 15,34 ha.

Sedangkan kawasan hutan produksi memiliki luas 18.174,22 ha berada di Golo Larong Rongot,seluas 590, 75 ha dan kawasan hutan Nggorang Bowosie 17.583, 47 ha.

Terdapat juga hutan konservasi yang terdiri dari hutan Cagar Alam (CA) Wai Wuul dengan luas 1.467,41 ha. Juga ada di kawasan TNK  daratan seluas 58.249,6 ha dan Taman Nasional Laut dengan luas 120.990,36 ha.

 Direktur Insan Lantang Muda (Ilmu), Doni Parera menegaskan pihaknya juga mengkritisi keputusan presiden melalui Perpres No.32/2018 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Labuan Bajo yang yang mengalih fungsi lahan seluas 400 Ha.

Doni menjelaskan,lahan di Hutan Bowosie yang berada di puncak Labuan Bajo tersebut disulap menjadi kawasan bisnis wisata.

“Hutan Bowosie memiliki fungsi ekologis penting bagi kota Labuan Bajo dan kampung-kampung di sekitarnya. Alih fungsi hutan ini akan membuat wilayah ini semakin rentan terhadap bencana,” ungkapnya.

baca juga : Alih Fungsi Hutan Bowosie jadi Pariwisata Labuan Bajo Ditentang Banyak Pihak. Bagaimana Dampaknya?

 

 

Doni sebutkan terjadi konflik agraria dengan masyarakat setempat sehingga pihaknya mendesak Presiden Jokowi untuk segera menghentikan alih fungsi dan pembabatan Hutan Bowosie.

Presiden Jokowi juga diminta segera mencabut Perpres No.32/2018 terutama pasal 2 dan 25, serta kebijakan turunannya. Pemerintah diminta segera menyelesaikan secara berkeadilan konflik agraria dengan warga setempat.

“Kami akan terus bekerja dengan semua pihak untuk menjamin pembangunan berkeadilan dan selaras alam di Flores. Kami menyakini bahwa pariwisata di Flores harus dibangun dengan prinsip kehati-hatian dengan mengedepankan aspek konservasi dan keadilan sosial,” tegasnya.

 

Percepat Pembangunan Pariwisata

Koordinator Kampanye Walhi NTT, Rima Melani Bilaut kepada Mongabay Indonesia beberapa waktu lalu menjelaskan, Rapat Tata Batas Areal Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH) untuk kawasan pariwisata atas nama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores merupakan pintu masuk terhadap penghancuran ekologi di kawasan Labuan Bajo.

Rima katakan secara faktual, kondisi geografis kawasan hutan ini merupakan hutan tutupan Kota Labuan Bajo dan wilayah sekitarnya. Hutan ini juga merupakan wilayah tangkapan air untuk 11 mata air di dalam Kota Labuan Bajo dan sejumlah mata air lainnya di Wilayah Nggorang.

Hutan ini membentang di beberapa wilayah adat yaitu Kampung Lancang, Wae Mata, Kaper, Merombok, Nggorang, Watu Langkas, dan Dalong yang semuanya berada di bawah wilayah ulayat Nggorang.

“Dengan memindahkan kawasan hutan ini dan menjadikannya sebagai kawasan pariwisata secara bersamaan, Walhi NTT menilai pemerintah telah ikut menghancurkan ekosistem yang sangat esensial bagi Kota Labuan Bajo,” ungkapnya.

Menurut Rima, dengan kata lain pemerintah lebih mementingkan urusan pariwisata dengan menggadaikan keberlanjutan lingkungan hidup di Kota Labuan Bajo.

Walhi NTT melihat bahwa proses pemindahan ini juga merupakan upaya untuk mempercepat proses pembangunan pariwisata di Kawasan Hutan Bowosie, padahal proses pembangunan ini masih bermasalah dalam hal tata ruang.

perlu dibaca : Proyek Wisata di TN Komodo, Organisasi Masyarakat Desak Evaluasi Menyeluruh

 

Hutan Golo Kaca yang dibabat. Diduga ada oknum pejabat yang terlibat. Foto: Sirilus Ladur/Floresa

 

Tidak Layak Lingkungan

Berdasarkan Pasal 27 Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 9 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2012-2032 menyebutkan Hutan Nggorang Bowosie termasuk Kawasan Budidaya dengan peruntukan Hutan Produksi.

Menurut Pasal 28 Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2010-2030 menyebutkan hutan di Kabupaten Manggarai Barat termasuk salah satu lokasi Kawasan Budidaya dengan peruntukan Hutan Produksi Tetap dan Terbatas.

“Dengan demikian proses pembangunan tersebut tidak layak lingkungan sehingga Walhi NTT sebagai salah satu tim penilai AMDAL menolak pembangunan infrastruktur pariwisata yang mengorbankan Hutan Bowosie,” ujarnya.

Rima juga menjelaskan, di dalam kawasan tersebut juga masih terdapat konflik kepemilikan hutan antara masyarakat adat dengan pemerintah yang masih belum terselesaikan.

Ia katakana warga sampai hari ini masih menuntut pengakuan negara atas hak ulayat mereka. Persoalan ini menunjukan bahwa pemerintah tidak serius dalam menyelesaikan permasalahan kepemilikan hutan untuk masyarakat lokal.

“Pemerintah lebih serius mengurusi urusan investasi dalam kawasan yang bermasalah tersebut,” sesalnya.

Rima mengakui keberpihakan pemerintah terhadap investor juga terlihat jelas dalam proses penilaian AMDAL dimana perwakilan masyarakat yang akan terdampak dalam rencana pembangunan tersebut tidak dilibatkan.

Bahkan dalam Rapat Tata Batas Areal Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH) ini masyarakat juga tidak dilibatkan.

Ia menegaskan Walhi NTT menuntut pemerintah untuk menghentikan seluruh proses pembangunan dalam kawasan Hutan Bowosie dan mengembalikan fungsi Hutan Bowosie sebagai kawasan penyangga Kota Labuan Bajo.

“Walhi NTT meminta pemerintah menghentikan rencana pemindahan kawasan hutan dan menyelesaikan konflik yang ada dengan masyarakat,” pungkasnya.

baca juga : Pemerintah Lakukan Berbagai Pembangunan di TN Komodo, Bagaimana Dampaknya?

 

Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo menikmati senja di Kompas Bajo, Puncak Waringin, Kamis (14/10/2021) sore. Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev

 

Presiden Resmikan Proyek

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meresmikan penataan Kawasan Puncak Waringin, Kawasan Batu Cermin, dan delapan ruas jalan di Labuan Bajo dalam kunjungan kerjanya ke Provinsi Nusa Tenggara Timur. Acara peresmian ketiganya dilakukan secara serentak di Puncak Waringin, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Kamis (14/10/2021).

“Alhamdulillah pembangunan berbagai infrastruktur untuk mendukung pariwisata di Labuan Bajo telah selesai dan Labuan Bajo telah siap untuk menyambut kedatangan para wisatawan,” ujar Presiden seperti dikutip dari laman Setkab.go.id

Setelah dilakukan penataan secara besar-besaran oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Perhubungan, Presiden melihat wajah Labuan Bajo telah berubah total. Infrastruktur di Labuan Bajo telah lengkap, seperti bandara yang tahun depan akan dikembangkan landasan pacu dan terminalnya.

“Kemudian kita juga melihat hotel, pusat suvenir, creative hub, amfiteater, plaza, citywalk dan ruang-ruang publik yang lainnya semuanya sudah diperbaiki. Saya melihat perubahan wajah itu kelihatan sekali, juga infrastruktur pendukung pariwisata seperti jalan di sekitar kawasan, serta pelabuhan yang khusus melayani pinisi, yacht, dan cruise ini sudah siap semuanya,” paparnya.

Kepala Negara menjelaskan, setelah diresmikan pada hari ini, hal penting yang perlu segera dilakukan adalah promosi besar-besaran dan menyiapkan Labuan Bajo untuk penyelenggaraan ajang-ajang nasional dan internasional.

“Nantinya ini akan menjadi pendukung penyelenggaraan KTT G20 dan juga nanti akan kita pakai untuk KTT ASEAN di 2023,” tandasnya.

 

Exit mobile version