Mongabay.co.id

Mengenal Cecak Jarilengkung Hamidy, Spesies Baru dari Kalimantan

 

 

Spesies cecak baru, ditemukan di Kalimantan. Warna dasar tubuhnya cokelat, bagian belakang kepalanya terdapat corak semilunar. Ada semacam garis melintang cokelat gelap pada punggungnya yang dibatasi pola jaringan putih. Pada bagian tubuhnya terdapat garis melintang yang terkadang membentuk garis vertebral, sedangkan ekornya cokelat gelap, selang seling dengan warna putih.

Jenis baru ini bernama cecak jarilengkung hamidy [Cyrtodactylus hamidyi], dengan panjang tubuh sekitar 63 milimeter.

Adalah Awal Riyanto, Peneliti Zoologi dari Museum Zoologicum Bogoriense [MZB] beserta kolega dari lintas negara, antara lain Jepang [Kyoto University dan University of Hyogo], USA [La Sierra University], dan Indonesia [Universitas Brawijaya dan MZB] yang merilis temuan tersebut di Jurnal Zootaxa, edisi 25 Agustus 2021 lalu.

Awal dan kolega menjelaskan, cecak dari Genus Cyrtodactylus ini menyebar dari Himalaya barat melalui Asia Tenggara ke Pasifik barat. “Genus ini juga memiliki spesies beragam dan paling cepat berkembang. Total ada 314 jenis  yang diakui.”

Untuk spesies di Kalimantan, sebelumnya ada Cyrtodactylus malayanus. Satu-satunya jenis  yang dideskripsikan. “Situasi ini membuat kita sadar untuk lebih memperhatikan Kalimantan, guna mengungkap keanekaragaman Cyrtodactylus.”

Menurut para peniliti, Kalimantan sangat menantang karena banyak variasi samar Cyrtodactylus di pulau terbesar kedua di Indonesia tersebut. “Ada dua spesies yang belum terdeskripsi dari Kalimantan Barat, yaitu di Ketapang dan dari Kayong Utara.”

Baca: Cicak Jari Lengkung Petani, Spesies Baru di Penghujung 2015

 

Cecak jarilengkung hamidy [Cyrtodactylus hamidyi], yang merupakan jenis baru. Foto: Dok. Awal Riyanto dan kolega/Jurnal Zootaxa 25 Agustus 2021

 

Kisah penemuan

Penemuan cecak jenis baru ini bermula dari pemeriksaan detil spesimen Cyrtodactylus dari Kalimantan yang tersimpan di Museum Zoologicum Bogoriense [MZB] – Cibinong.

Riset dilakukan oleh Awal guna mengungkap diversitas marga cecak jarilengkung Indonesia dan upaya memahami bagaimana biogeografi serta evolusinya.

Saat pemeriksaan spesimen koleksi marga cecak jarilengkung dari Kalimantan, teridentifikasi beberapa spesies baru. Salah satunya C. hamidyi yang baru ini.

“Adapun tiga lainnya dalam finalisasi penulisan manuskrip. C. hamidyi semula adalah empat spesimen berlabel C. baluensis dan dikoleksi tahun 2011 dari Kalimantan Timur,” jelasnya dalam keterangan tertulis, baru-baru ini.

Baca: Tokek dan Kelirunya Persepsi Kita

 

Cyrtodactylus hamidyi yang dikoleksi dari Nunukan. Foto: Dok. Awal Riyanto dan kolega/Jurnal Zootaxa 25 Agustus 2021

 

Awal menjelaskan, secara morfologi C. hamidyi ini paling mirip sekali dengan C. matsuii. Dua spesies ini didokumentasikan dari dua tempat berbeda, yaitu Nunukan dan Tawau, dengan jarak sekitar 80 kilometer.

Kedua populasi ini tidak menunjukkan perbedaan karakter diagnostik. Satu-satunya perbedaan kecil adalah jumlah tuberkular punggung, pori-pori precloacal dan jumlah baris sisik ventral, yang lebih sesuai dengan variasi populasi karena jarak geografis.

“Namun demikian, bila dikemudian hari analisis molekuler menujukkan sebaliknya, itu bisa saja terjadi. Inilah ilmu pengetahuan, nothing absolute truths,” katanya.

Baca juga: Urusan King Kobra dan Kobra, Amir Hamidy Pakarnya

 

Cyrtodactylus hamidyi yang dikoleksi dari Tawau, Sabah, Malaysia. Foto: Dok. Awal Riyanto dan kolega/Jurnal Zootaxa 25 Agustus 2021

 

Sosok Hamidy

Nama Hamidy yang disematkan dalam penemuan spesies cecak jarilengkung merupakan bentuk penghargaan kepada Amir Hamidy, herpetologis terbaik Indonesia. Herpetologis adalah pakar atau ahli yang berfokus dalam bidang keilmuan reptil dan amfibi.

Amir Hamidy lahir di Pacitan, 14 Oktober 1978. Dia alumnus Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada tahun 2004. Amir bergabung sebagai peneliti di Pusat Penelitian Biologi, Bidang Zoologi, Biosistematika Vertebrata, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, tahun 2005.

Tahun 2010, Amir melanjutkan studi ke Jepang dan mendapatkan gelar Master dari Graduate School of Human Environmental Studies Universitas Kyoto, tahun 2010. Gelar Doktor diraihnya dari universitas yang sama, pada 2013.

Amir merupakan ilmuwan Indonesia yang tergabung dalam the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. Lelaki berkacamata ini merupakan Ketua Perhimpunan Herpetologi Indonesia yang bertugas sebagai peneliti zoologi di BRIN [Badan Riset dan Inovasi Nasional].

Amir aktif mengajarkan herpetologi kepada generasi muda, serta berkontribusi besar terhadap pengungkapan identitas keanekaragaman dan konservasi herpetofauna Indonesia.

 

 

Exit mobile version