Mongabay.co.id

Belajar Keanekaragaman Hayati Lewat Solo Delta Expedition

 

Berbekal buku Birds of Indonesia Archipelago karya James A. Eaton dan kawan-kawan, Fitriana Saleha (22) begitu semangat mengajak diskusi para remaja yang tergabung dalam kegiatan Solo Delta Expedition usai melakukan pengamatan burung di kawasan mangrove Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Suasana nampak gayeng tatkala satu sama lain saling berbagi cerita tentang pengalamannya menjumpai burung selama pengamatan dengan menyusuri muara sungai Bengawan Solo. Yang mereka lihat itu kemudian dicocokan dengan sebuah buku panduan lapangan yang menyentuh kawasan tanah air tersebut.

“Selama pengamatan tadi teman-teman ada yang lihat burung cekakak jawa (Halcyon cyanoventris) yang paruhnya berwarna merah nggak?,” tanya Icang, panggilan akrabnya ke para peserta yang sedang duduk melingkar beralas tikar di ruang terbuka pada, Selasa malam (19/10/2021).

“Saya tidak lihat, tadi hanya melihat cekakak sungai (Todiramphus chloris),” timpal salah satu peserta. “Coba kita cari referensinya di buku ini lebih detail lagi morfologinya,” ucap Icang seraya membuka lembar demi lembar buku berwarna putih setebal 496 halaman itu untuk memastikan bahwa burung yang dilihat peserta ketika dilapangan itu ada.

Selain buku karya James A. Eaton itu buku karya John MacKinnon dan kawan-kawan tentang “Burung-burung di Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan juga turut dijadikan referensi dalam kegiatan ekspedisi yang diadakan selama 5 hari itu.

baca : Peran Hutan Mangrove Bagi Kehidupan Burung

 

Sejumlah pelajar berdiskusi buku Birds of Indonesia archipelago karya James A. Eaton dan kawan-kawan usai melakukan pengamatan burung dalam kegiatan Solo Delta Expedition. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Pemberdayaan Pemuda Lokal

Kegiatan Solo Delta Expedition merupakan sarana edukasi dan pemberdayaan pemuda lokal tentang pelestarian keanekaragaman hayati Gresik, dengan mengangkat tema “Capture The Nature” acara itu bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keanekaragaman hayati Gresik dan juga mendorong aktif pemuda lokal dalam upaya pelestariannya.

Dewi Sasmita (30) penanggung jawab kegiatan menjelaskan, untuk sasaran yang mengikuti kegiatan ini merupakan anak-anak Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat dengan melalui seleksi terlebih dahulu. Agar kegiatan lebih efisien peserta hanya dibatasi 20 siswa, yang masing-masing peserta dari latar belakang sekolah yang berbeda-beda.

“jadi kita mau bikin sesuatu yang benar-benar mereka itu dapat ilmunya,” ujar Mita, panggilan akrabnya disela-sela aktivitasnya mengurusi kegiatan.

Dari 20 peserta itu, lanjut Mita, panggilan akrabnya, kemudian dibagi menjadi tiga kelompok, masing-masing mendapatkan hak yang sama untuk mendapatkan materi pengamatan burung, pengamatan mangrove maupun fotografi alam liar di hari yang berbeda. Ini dilakukan agar setiap harinya peserta bisa fokus.

Siang hari setelah mendapatkan materi, para peserta kemudian diajak menjelajah beragam keunikan mangrove di Ujungpangkah. Dengan didampingi pemateri dan panitia, para peserta kemudian belajar mengidentifikasi dan mengamati burung secara langsung.

Selain itu, para peserta juga dikenalkan mangrove berdasarkan morfologinya mulai dari daunnya, akar dan juga jenis-jenisnya. Setelah itu, malam harinya peserta diajak untuk mereview hasil identifikasi dan pengamatan selama dilapangan.

baca juga : KEE Mangrove Ujung Pangkah, Lokasi Seru Melihat Burung Air

 

Kawasan mangrove Ujungpangkah sudah diakui sebagai salah satu Important Bird and Biodiversity Area (IBA) di Indonesia. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Bagi ibu satu anak ini, kegiatan pengenalan mangrove di Gresik seringkali diadakan. Tetapi menurutnya kegiatan itu hanya berkutat pada kegiatan penanaman dan pembibitan. Sementara sisi lain belum dikenalkan.

“Kami ingin membuat sesuatu yang lebih holistik. Selain dari fauna melalui burung, tumbuhan melalui mangrove, dan fotografi alam liar sebagai dokumentasi dan penyebarluasan informasi. Jadi seperti satu kesatuan pengenalan kepada alam,” kata perempuan asal Gresik ini.

Peserta yang mengikuti kegiatan ini berikutnya ditugaskan untuk mengumpulkan 2 foto yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati di Gresik. Foto-foto terbaik kemudian akan dipamerkan dan dirangkai dalam bentuk majalah yang akan disebarluaskan ke sekolah, perpustakaan umum dan instansi terkait. Selain itu, peserta juga ditugaskan untuk melakukan inisiatif kegiatan pelestarian keanekaragaman hayati dilingkungan mereka. Inisiatif para peserta ini akan dipresentasikan dan dibagikan melalui media sosial untuk menarik perhatian masyarakat luas terhadap isu pelestarian keanekaragaman hayati.

“Saya berharap kegiatan ini menjadi langkah awal untuk Gresik supaya kita itu bisa lebih aware dan lebih care sama apa yang kita miliki. Kalau ngomong Gresik mindsetnya pasti pabrik,” tegasnya.

Tapi, lanjut perempuan penerima dana hibah dari National Geographic Society ini, di Kabupaten Gresik juga mempunyai kekayaan lain yang juga perlu dilihat, dilestarikan dan dibanggakan untuk keanekaragaman hayatinya.

perlu dibaca : Burung Kokokan Laut, Si Penyendiri yang Cerdik

 

Selain pengamatan burung. Para peserta kegiatan juga diajak mengamati jenis-jenis tanaman mangrove. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Important Bird and Biodiversity Area

Solo Delta juga dikenal sebagai Ujungpangkah, letaknya di pesisir utara kabupaten Gresik. Kawasan ini sudah diakui sebagai salah satu Important Bird and Biodiversity Area (IBA) di Indonesia.

Ragil Siti Rihadini (31), pemerhati burung dari Yayasan Ekologi Satwa Alam Liar Indonesia (EKSAI) yang datang sebagai pemateri menjelaskan, pengakuan itu salah satunya karena di kawasan ini masih terdapat beberapa spesies burung yang statusnya sudah terancam punah.

Selain itu, di lokasi tersebut juga menjadi tempat bagi burung-burung endemik misalnya seperti bubut jawa (Centropus nigrorufus).

Berikutnya, pengakuan itu karena Mangrove Ujungpangkah merupakan lokasi persinggahan bagi burung-burung migran, dan beberapa jenis itu ditemukan lebih dari satu persen dari populasi global. Burung migrasi ini, kata Ragil, tidak dilihat dari jenisnya, melainkan dihitung jumlahnya.

Sementara total keseluruhan burung migrasi yang singgah ini bisa mencapai 20 ribu.

“Tapi itu biasanya dijumpai pada saat puncak migrasi disaat pasang tertinggi. Jadi, untuk mendapatkan data yang maksimal harus diamati dalam jangka waktu yang lama,” ujar perempuan asal Malang tersebut.

 

Dengan mengangkat tema “Capture The Nature” acara Solo Delta Expedition bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keanekaragaman hayati di Gresik. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Muhammad Lingga Muttaqin (16), salah satu peserta kegiatan mengaku senang bisa mengikuti acara tersebut. Baginya ini merupakan pengalaman pertama kalinya.

Lingga, panggilan akrabnya tidak menyangka jika di Gresik tedapat kawasan yang mempunyai keanekaragaman hayati. Apalagi dia dari Gresik wilayah selatan yang belum pernah menjumpai tanaman mangrove.

“Kalau di tempat saya itu kan identik dengan persawahan dan tambak air tawar, sehingga tidak ada tanaman mangrovenya. Ini sangat kontras dengan daerah saya,” katanya.

Peserta lain, Lintang Permatasari (18) juga merasakan hal yang sama. Bagi remaja asal desa setempat ini, adanya kegiatan tersebut akhirnya dia menjadi lebih paham potensi yang ada di wilayahnya. Dia mengaku awalnya melihat burung itu biasa saja, tetapi setelah mempelajari lebih detail ternyata satu macam burung saja banyak jenisnya.

“Melihat burung kuntul sih awalnya biasa saja. Tapi setelah mengikuti pengamatan ternyata burung kuntul ini banyak jenisnya, ada kuntul kecil, kuntul besar dan kuntul kerbau,” kata remaja yang tergabung dalam organisasi karang Taruna Padamu Negri Desa Pangkah Wetan ini.

Selain itu, dia juga jadi tahu ragam jenis mangrove beserta manfaatnya. Melalui kegiatan yang terselenggara atas kolaborasi dari organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) Biru Universitas Muhammadiyah Gresik, Biolaska Universitas Islam Negeri Yogyakarta, Karang Taruna Padamu Negeri dan Jiwo Sutho pemuda setempat ini, dia baru tahu jika mangrove juga bisa diolah menjadi sirup, perwarna alami, masker dan kecap, tergantug jenis pohon mangrovenya.

 

 

Exit mobile version