- Banyak ikan kecil dan kepiting yang memakan daun tumbuhan mangrove, satwa-satwa kecil itu kemudian menjadi makanan bagi jenis burung air.
- Hutan mangrove mempunyai peranan yang penting terhadap kehidupan burung. Salah satu fungsi hutan mangrove yaitu sebagai habitat burung air dan beberapa jenis burung daratan.
- Kurang lebih sebanyak 189 jenis tumbuhan, dan lebih dari 170 jenis burung juga diketahui hidup di kawasan mangrove, termasuk beberapa jenis burung yang terancam punah diketahui hidup dalam kawasan mangrove di Indonesia.
- Bagi pengamat burung, saat ini hutan mangrove juga menjadi perhatian yang penting, hal ini karena perannya sebagai transit burung migran.
Hutan mangrove mempunyai peranan yang penting terhadap kehidupan burung. Salah satu fungsi hutan mangrove yaitu sebagai habitat burung air dan beberapa jenis burung daratan. Selain sebagai tempat tinggal, hutan mangrove juga sebagai tempat bersarang, mencari makan dan beristirahat.
Ekosistem mangrove menyediakan sumber pakan, merupakan habitat banyak jenis ikan, udang, dan moluska. Tempat ini juga menyediakan tempat untuk bertelur, pembesaran, dan tempat mencari makan berbagai hewan laut kecil.
Bukan hanya sebagai habitat hewan kecil, tumbuhan mangrove juga menjadi produsen dalam rantai makanan di kawasan pesisir. Banyak ikan kecil dan kepiting yang memakan daun tumbuhan mangrove, satwa-satwa kecil itu kemudian menjadi makanan bagi jenis burung air.
Dewi Sasmita pemerhati burung asal Gresik, Jawa Timur, Jumat (29/9/20210) mengatakan selain sebagai penyedia makanan bagi jenis burung air, ekosistem mangrove juga menyediakan beberapa jenis ulat dan serangga sebagai sumber pakan burung daratan.
Baginya, ada kesan tersendiri ketika melakukan pengamatan burung di kawasan hutan mangrove. Selain lebih menantang, juga bisa berinteraksi dengan manusia yang ada di sekitar kawasan hutan mangrove. Sebelum mengamati, dirinya terlebih dahulu mencari spot-spot dengan bertanya ke penduduk lokal.
baca : KEE Mangrove Ujung Pangkah, Lokasi Seru Melihat Burung Air
Karena degradasi lahan mangrove terus berlangsung, menurutnya untuk pengamatan burung sekarang ini sudah sulit. Di Sukomulyo, Gresik misalnya, dulunya kawasan ini merupakan kawasan hutan mangrove yang banyak dijumpai burung. Namun seiring berjalannya waktu sekarang ini sudah beralih menjadi pabrik. Sehingga keberadaan burung-burung menjadi berkurang.
“Dulu kalau ingin pengamatan tinggal ke belakang rumah, sekarang ini harus menjauh. Apalagi pesisir Gresik juga sudah banyak yang menjadi lahan pabrik, burung-burung pun bergeser keberadaannya,” ujar perempuan pemenang dana hibah dari National Geographic Society untuk menggelar acara Solo Delta Expedition hutan mangrove Ujungpangkah, Gresik ini.
Adaptasi Khusus
Secara ekologis hutan mangrove merupakan daerah peralihan antara perairan laut dan perairan air tawar. Karena itu, hanya flora dan fauna yang mempunyai kemampuan adaptasi khusus yang bisa hidup di kawasan tersebut.
Kurang lebih sebanyak 189 jenis tumbuhan, dan lebih dari 170 jenis burung juga diketahui hidup di kawasan mangrove, termasuk beberapa jenis burung yang terancam punah diketahui hidup dalam kawasan mangrove di Indonesia, seperti burung bubut jawa (Centropus nigrorufus) dan kacamata jawa (Zosterops flavus).
baca juga : Pulihkan Mangrove di Pesisir Lamongan, Burung-burung Datang Kembali
Iwan Febrianto, aktivis Burung Pantai Indonesia (BPI) menjelaskan, keberadaan hutan mangrove penting bagi jenis burung air. Burung air merupakan burung yang secara ekologis bergantung pada lahan basah hutan mangrove, seperti burung kuntul-kuntulan dan bebek-bebekan.
Meski begitu, lanjut Iwan, tidak semua area berlumpur di pesisir pantai itu boleh ditanami pohon mangrove. Karena ada banyak jenis burung air yang karateristiknya cenderung menyukai tempat yang terbuka, lebih-lebih jenis burung migran.
Sebagian burung-burung ini tidak tinggal di pohon mangrove, akan tetapi mereka mencari makan di sela-sela pohon bakau atau diantara lumpur ketika air surut.
“Kami juga menyarankan kepada pihak terkait agar tidak semua kawasan lahan basah itu ditanami pohon mangrove, seharusnya ada beberapa titik yang masih dibiarkan terbuka. Baiknya harus dilakukan kajian terlebih dahulu,” ujar pria yang juga pengamat burung pantai migran dari Yayasan Ekologi Satwa Alam Liar Indonesia (EKSAI) ini, Kamis (30/09/2021). Apalagi, lanjutnya, hampir 90 persen burung pantai itu merupakan burung migran.
Untuk menghindari musim dingin mereka membutuhkan daerah untuk singgah, burung yang hanya seberat 400 gram itu mampu terbang sejauh 4000 kilometer tanpa henti, melintas ke benua lain dengan perjalanan satu hingga dua minggu tanpa henti.
baca juga : Mangrove Sumut Tergerus, Burung Migran pun Menyusut
Area Transit Burung Migran
Mangrove menyediakan sumber pakan bagi burung baik migran maupun penetap, terutama di pulau-pulau kecil. Sehingga ketika ada hutan mangrove yang hilang atau rusak, burung-burung ini tidak mempunyai tempat tinggal untuk mencari makan dan berkembangbiak.
Yaya Ihya Ulumuddin, Peneliti Ekologi Vegetasi Laut Pusat Penelitian Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (P2O BRIN) menjelaskan, bagi pengamat burung, saat ini hutan mangrove juga menjadi perhatian yang penting, hal ini karena perannya sebagai transit burung migran.
Dia mencontohkan seperti di hutan mangrove Wonorejo, Surabaya. Kemudian di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu, Jakarta dan Pulau Dua, Banten. Kawasan ini merupakan lokasi-lokasi transit burung migran, mereka bermigrasi dari bumi belahan utara ke selatan, tergantung musimnya. Untuk itu beberapa kawasan ini akhirnya ditetapkan sebagai area konservasi, tujuannya adalah untuk memberikan lahan transit bagi burung migran.
“Jika hutan mangrove ini hilang dalam jangka panjangnya manusia akan baru merasakan jika burung sudah sulit dicari, bahkan sudah tidak ada karena habitatnya sudah tidak ada,” katanya.
perlu dibaca : Pesan Presiden: Rawat Mangrove buat Jaga Pesisir, Ekonomi Masyarakat sampai Serap Emisi Karbon
Sementara itu, data terbitan World Health Organization (WHO) menunjukkan, dalam kurun waktu 34 tahun, dunia kehilangan 30 persen hutan mangrove. Sedangkan di Indonesia, penyumbang kerusakan ekosistem mangrove terbesar secara global, terparah adalah wilayah pantai timur Sumatra bagian utara.
Menurut Yaya, belum ada data yang pasti terkait dengan laju kerusakan hutan di Indonesia, hal ini tergantung pada rentang pengukuran dan data yang digunakan. Hanya berdasarkan beberapa literatur menjelaskan antara tahun 1977-2005 laju hilangnya mangrove di Indonesia adalah 2,3 persen. Data lain menyebutkan antara tahun 1972-2010 yaitu 1,3 persen.
“Data yang sudah ada di Indonesia kurang lengkap, tidak mencakup seluruh provinsi. Tetapi di tahun ini kita sudah merapikan data itu dengan one maps mangrove,” pungkasnya.
****
Keterangan foto utama : Bangau tongtong (Lesser adjutant) , burung migran pengunjung setia Ujung Pangkah, Gresik. Foto : ARuPa