Mongabay.co.id

Upaya Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam

 

Menembus perairan di pedalaman Kutai Kartanegara (Kukar), menyelamatkan mamalia yang terancam punah. Yayasan Konservasi (YK) – Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI), membawa kabar baik menyambut hari lumba-lumba air tawar.

Setelah ditetapkan Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam dengan SK Bupati Kutai Kartanegara No.75/2020, kini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali mengkaji surat Bupati Kutai Kartanegara perihal Permohonan Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam.

Pada SK sebelumnya, Bupati Kukar, Edi Damansyah belum menyatakan jenis kawasan konservasi perairan yang akan ditetapkan. Kemudian Bupati kembali membuat surat permohonan untuk penetapan kawasan konservasi perairan pada KKP. RASI turut ambil bagian dan mengusulkan kawasan konservasi perairan dengan jenis kawasan Taman Wisata Perairan, yang merupakan kawasan konservasi perairan dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan wisata perairan dan rekreasi.

Penasihat program ilmiah sekaligus peneliti utama RASI, Danielle Kreb mengatakan, permohonan Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam, sudah rampung dan tinggal menunggu keputusan dari KKP. Diharapkan penetapan tersebut segera ditetapkan tahun ini.

“Usulan kawasan Taman Wisata Perairan, adalah yang paling mungkin kita usulkan ke KKP. Sebab, kalau usulannya suaka, maka 70 persen kawasan itu adalah kawasan perlindungan biota sungai. Jadi tidak tepat kalau suaka,” kata Danielle.

Sebelumnya, pada Juni 2021, Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP membahas evaluasi penetapan kawasan konservasi perairan habitat pesut Mahakam di Kabupaten Kutai Kartanegara. Usulan penetapan wilayah konservasi tersebut berdasarkan UU No.27/2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan WP3K, UU No.31/2004 jo UU No.45/2009 tentang Perikanan dan UU No.32/2014 tentang Kelautan.

Selanjutnya mengenai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.31/2020 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi terutama dalam penetapan kawasan konservasi yaitu melalui tahapan usulan inisiatif > identifikasi dan inventarisasi > pencadangan > penetapan dengan perbedaan usulan yaitu taman dan suaka diantaranya kriteria dan zonasi dengan ketentuan ketentuan pemanfaatan kawasan konservasi, dibagi menjadi tiga, (1) kegiatan tidak diperbolehkan, (2) kegiatan diperbolehkan, (3) kegiatan diperbolehkan dengan syarat.

baca : Ditetapkan, Kawasan Konservasi Pesut Mahakam Seluas 43 Hektar di Kutai Kartanegara

 

Pesut mahakam yang populasinya diperkirakan tidak banyak lagi. Sumber foto: akun Facebook RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia)

 

Hasil evaluasi tersebut, teknis Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas kawasan yang diusulkan adalah 43,117 Ha. Luas habitat pesut Mahakam adalah 6.853,39 Ha yang merupakan 15% dari luas total kawasan konservasi perairan, sehingga usulannya menjadi taman wisata perairan.

Danielle menyebut, untuk mewujudkan usulan tersebut, tentu Pemda setempat tidak bisa bekerja sendiri. Perlu adanya kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak seperti masyarakat atau LSM, pelaku usaha, peneliti juga media.

“Kita fokus menyelesaikan ini, karena kondisinya sudah sangat mendesak. Kematian dan kelahiran memang silih berganti, tapi jangan sampai jumlah 80-an ekor itu terus berkurang. Apalagi belakangan ini ada beberapa info kematian pesut yang dicurigai karena tertabrak ponton, tentu itu kabar buruk sekali,” katanya.

 

Kematian dan Kelahiran di tahun 2021

Selama Januari hingga Oktober 2021, ada enam kematian pesut Mahakam di Kukar. Masing-masing, Jay jantan dewasa, Miu betina dewasa, Georgie betina dewasa, bayi pesut dan 1 pesut dewasa yang tidak dikenali. Jumlah kematian itu terbilang cukup banyak, rentang 10 bulan. Beberapa kali hasil nekropsi yang dilakukan, penyebab kematiannya nyaris sama yakni sebuah insiden. Meski demikian, ada juga yang karena terlalu tua.

“Ada satu yang dicurigai mati karena tertabrak kapal, kami kemudian tidak mengidentifikasi dia. Karena waktu saya dapat infonya, dia sudah dikubur. Saya sedih sekali, harus ada penanganan yang tepat untuk kematian-kematian pesut,” sebutnya.

Dijelaskan dia, harapan besar pada penetapan kawasan konservasi habitat pesut Mahakam adalah untuk menyelamatkan mamalia tersebut. Meski SK Bupati sudah ada, namun fakta di lapangan lalu lintas sungai masih terus membebani. Ponton-ponton besar masih ditemukan melewati anak-anak sungai dan berjalan terlalu pinggir. Padahal di pinggir sungai adalah tempat pesut bermain dan mencari makan.

“Pernah ada kapal tanker masuk ke wilayah hulu sungai hingga terlalu dalam. Ini akan menimbulkan masalah, karena ini sudah tidak benar. Biota sungai pasti terganggu. Memang harus ada penelitian mendalam yang mengkaji urusan lalu lintas sungai di sana, agar tidak mengganggu biota sungai,” jelasnya.

baca juga : Kabar Duka, Pesut Jay Mati di Sungai Pela

 

Pesut mahakam di Teluk Balikpapan merupakan penghuni tetap di wilayah ini. Foto: Facebook RASI

 

Sejak tahun 1999 hingga 2016, Yayasan RASI melakukan survei pengamatan luas sebaran pesut Mahakam. hasilnya untuk wilayah perairan di Kukar mulai dari Kecamatan Muara Kaman hingga Batuq serta termasuk anak sungai Kedang Rantau, Kedang Kepala, Belayan, Pela dan Batubumbun. Persentase kelompok yang berada di Kutai Kartanegara sepanjang tahun 2017-2018 merupakan 92% dari semua lokasi kelompok selama penelitian dalam setahun di daerah penelitian yang mencakup wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dari wilayah desa Rantau Hempang hingga desa Batuq dan Kabupaten Kutai barat juga dari Loa Deras hingga Melak.

Tidak hanya masalah lalu lintas, kata Danielle, masalah renggek dan sampah juga masih menjadi penyebab kematian pesut terbanyak. Untuk itu, pihaknya berharap, Pemda setempat membuat program penggunaan renggek yang lebih kecil. Tujuannya, agar pesut tidak lagi terjebak dalam renggek nelayan.

“Saya pikir itu solusi tidak merugikan nelayan. Beberapa kematian pesut terlihat karena ditemukan jaring nelayan di perutnya. Ini menandakan dia memakan jaring untuk menangkap ikan di renggek atau memang karena terjebak,” ujarnya.

Sementara itu, pada rentang waktu yang sama, Kutai Kartanegara juga kedatangan enam kelahiran bayi-bayi pesut. Ini merupakan kabar gembira bagi masyarakat Kukar, karena angka kelahiran baru ini merupakan upaya melestarikan pesut Mahakam yang nyaris punah. Meski demikian, kata Danielle, jumlah kematian dan kelahiran yang sama, tidak bisa diukur setara. Pasalnya, jumlah kematian didominasi oleh pesut-pesut dewasa yang masih produktif. Sementara bayi-bayi yang baru lahir masih harus dijaga induknya dan masih memerlukan waktu untuk bisa mencapai masa kawin.

“Jadi walaupun jumlah kematian dan jumlah kelahiran itu sama, tetap kita diambang kekhawatiran. Karena dari enam kematian, rata-rata adalah pesut dewasa yang masih produktif. Sementara bayi-bayi yang lahir tentu masih memerlukan perlindungan induknya. Apalagi kalau induk mereka yang mati, maka bisa jadi bayi-bayi itu juga tidak bisa bertahan,” jelasnya.

baca juga : Seekor Pesut Ditemukan Mati dengan Jaring di Lambungnya

 

Peta sebaran pesut. Sumber : YK RASI

 

Kehidupan Masyarakat dan Pariwisata

Masyarakat Kutai dan pesut Mahakam sudah hidup berdampingan sejak zaman nenek moyang. Bahkan, legenda pesut Mahakam, adalah cerita rakyat dari masyarakat kutai. Pada tahun 1986, pesut Mahakam disahkan menjadi mamalia ikonis maskot Provinsi Kalimantan Timur. Alasannya, karena pesut Mahakam adalah satwa endemik Kalimantan tepatnya di Sungai Mahakam.

Pegiat wisata, Kutai Kartanegara, Innal Rahman menjelaskan, masyarakat Kutai dan pesut Mahakam bisa hidup berdampingan sejak dulu. Pasalnya, pesut Mahakam tidak berbahaya bagi manusia. masyarakat sekitar, bahkan nelayan Kutai sudah paham sekali bahwa pesut Mahakam adalah satwa lindung yang harus dilestarikan.

“Ada beberapa kasus, nelayan yang kesal karena jaringnya di rusak pesut. Pesut merusak karena ikan yang terjaring di rengge menjadi target yang mudah bagi pesut, namun seringkali rusak saat pesut mahakam mengambil ikan tersebut. Tapi hanya itu, tidak ada kasus lain,” ujarnya.

Menurut Innal, masalah jaring nelayan kerap menjadi penyebab kematian di pesut di sungai Mahakam. Selain terjebak renggek, baru-baru ini ditemukan kasus kematian pesut karena menelan jaring. Terbukti, saat dilakukan nekropsi oleh tim BKSDA dan YK RASI, ditemukan gumpalan jaring di dalam perut pesut tersebut.

“Selebihnya tidak ada masalah yang bersinggungan langsung dengan masyarakat, justru pesut mahakam yang sering kena dampak dari masyarakat seperti illegal dan over fishing, sampah dan banyaknya rengge yang terpasang di sungai Mahakam,” sebutnya.

Pada sektor wisata, lanjut Innal, pesut mahakam memiliki daya tarik utama dari sungai Mahakam. Namun karena populasinya yang sedikit, perlu usaha ekstra untuk melihat pesut Mahakam dari dekat. Selama kurang lebih belasan tahun menjadi pegiat wisata Kukar, Innal mengaku perlu observer dan motoris yang memiliki skill bagus untuk mengetahui kemunculan pesut Mahakam. Titik-titik lokasi kemunculan pun harus detil dicari, karena meski habitatnya luas, namun pesut jarang sekali muncul ke permukaan jika bukan di titik ternyaman.

“Inilah kenapa pegiat wisata pesut harus jeli meneliti. Karena agak sulit mencari dimana titik lokasi yang biasanya pesut mahakam sering muncul, motoris juga berperan dalam menerapkan SOP saat melakukan observasi pesut Mahakam. karena kalau melihat kapal, pesut biasanya menjauh,” ujarnya.

baca juga : Sampah Plastik dan Jaring, Ancaman Serius Kehidupan Pesut di Kalimantan

 

Pesut di Sungai Mahakam selain menghadapi sampah dan jaring nelayan juga terganggu akan suara kapal besar. Foto: Facebook Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia

 

Disebutkan dia, pesut Mahakam hanya ada di sungai Mahakam. Sayangnya, sektor pariwisata di Kaltim, pesut Mahakam masih kalah pamor dengan satwa endemik lain seperti orangutan. Padahal, lanjutnya, pesut Mahakam tidak ditemukan di sungai manapun di Indonesia, kecuali di sungai Mekong dan Irrawady di Myanmar atau Thailand.

“Padahal dia endemik sekali, harusnya dia bisa menjadi ikonik yang banyak dicari dari segi wisata. Persebarannya cukup luas, tapi ada di empat kecamatan yang memiliki kans bagus untuk melihat pesut Mahakam. Mulai dari Kecamatan Muara Kaman, Kota Bangun, Muara Wis, hingga Muara Muntai,” jelasnya.

Untuk kelestariannya, Innal menyebut perlu dukungan semua pihak termasuk Pemda dan masyarakat setempat. Terutama soal sampah, karena sampah merupakan isu utama dalam pelestarian pesut mahakam. Innal menjelaskan, masyarakat Kutai yang hidup di tepi sungai masih belum memiliki Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) di desa. Hanya tempat penampungan sampah. Tentu hal ini menjadikan isu sampah menjadi masalah yang kritis.

“Selain jaring atau rengge, beberapa kasus, di dalam perut pesut mahakam yang mati ditemukan beberapa sampah seperti pampers. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengelola dan membuang sampah, ditambah tidak adanya TPS. Dari segi pariwisata, sampah juga memberi citra buruk bagi pemangku kepentingan,” pungkasnya.

 

Exit mobile version