Mongabay.co.id

Terang Pulau Mecan Berkat Energi Surya Komunal

surya mecan 14. Rizwan (baju biru) memperlihatkan atap panel surya PLTS komual di Pulau Mecan, Belakang Padang.

surya mecan 14. Rizwan (baju biru) memperlihatkan atap panel surya PLTS komual di Pulau Mecan, Belakang Padang.

 

 

 

 

 

Mustafa Bin Dolah sedang asyik membersihkan galon demi galon pesanan konsumen. Tempias hujan sesekali membasahi lantai rumah panggung depot galon Mustafa di permukaan laut di tepi Pulau Mecan, Kelurahan Sekanak, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Usaha depot air galon ini sudah dilakoni Mustafa sejak 2018. Bisnis ini tak muncul begitu saja. Ini imbas penghematan pembayaran tenaga listrik setelah pakai pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Dalam satu bulan biasa Mustafa merogoh kantong Rp700.000-Rp1 juta membeli minyak solar mesin genset. Sebelum PLTS masuk ke Pulau Mecan, masyarakat gunakan genset sebagai media mengaliri listrik.

Setelah PLTS komunal didirikan sejak 2018, Mustafa hanya perlu membayar uang koperasi Rp40.000 setiap bulan. “Sangat jauhlah hematnya, saya bisa kembangkan usaha depot air galon ini seperti sekarang,” katanya kepada Mongabay di rumahnya pertengahan Oktober lalu.

Penghematan itu juga dirasakan warga lain. Rata-rata warga Pulau Mecan bisa menghemat pengeluaran pembayaran listrik sekitar 90% dari sebelumnya dalam satu bulan.

Seperti pasangan suami istri, Zamri dan Junaidah. Satu keluarga ini bisa berhemat Rp500.000 dalam satu bulan. Setiap hari Junaidah pakai televisi, mesin cuci, setrika dan alat elektronik lain. “Termasuk, ngecas handphone sudah bisa sekarang,” kata ibu dua anak ini.

Junaidah membandingkan dengan mesin genset sebelumnya. Kalau pakai panel surya Junaidah tinggal mengatur jam pemakaian. Dengan genset, terbatas kepada persediaan minyak solar.

Saat pakai genset dia bisa menggunakan listrik dari  pukul 18.00-23.00 WIB. “Ini kami menggunakan mesin cuci hampir setiap hari sejak ada panel surya, untuk harga jauh berbedalah,” kata perempuan 45 tahun itu.

 

Baca juga : Memanen Cahaya Mentari ala Kayon

Kevin dan Aulia, tengah asik nonton televisi dari sumber energi surya. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

PLTS komunal

Sejak 2018, sampai sekarang, warga Pulau Mecan menjaga panel surya dengan baik melalui sistem koperasi. Masyarakat juga tak pernah bergantung lagi dengan jumlah minyak solar yang mereka miliki.

Pulau Mecan berada di perbatasan Indonesia dan Singapura, tepatnya di Selat Singapura. Siang hari, gedung pencakar langit di Singapura tampak jelas dari pulau ini. Begitu juga malam hari, cahaya lampu gedung-gedung di Singapura terlihat jelas dari Pulau Mecan.

Dari Kecamatan Belakang Padang, perlu 15 menit menuju Mecan. Warga pulau ini mayoritas sebagai nelayan, dengan memiliki speedboat sebagai tranportasi untuk pergi ke Belakang Padang atau ke Kota Batam. “Jumlah penduduk sekitar 225 orang,” ujar Mustafa.

Panel surya Mecan berada di sebelah kiri pemukiman warga. Hanya berjarak lima meter dari tepi laut. Panel itu mengembang ke langit di atas tanah seluas dua kali lapangan voli. Terlihat kawasan ini terpasang pagar rapi. Selain panel surya, ada satu bangunan kecil di dalam pagar.

Bangunan ini ruangan kontrol masuknya tenaga surya menuju baterai, yang baru dialirkan ke rumah warga dan fasilitas umum di Pulau Mecan.

Panel dan ruangan kontrol dijaga oleh operator. Kedua petugas ini dibayar dari uang patungan warga Pulau Mecan.

Rizwan, pengelola PLTS komunal, memperlihatkan proses tenaga energi terbarukan dari sinar matahari ini jadi tenaga listrik. Pertama, setelah matahari menyinari panel surya,  langsung menuju solar charger controller (SCC). SCC berfungsi melindungi dan otomatisasi pada pengisian baterai.

SCC berbentuk balok panjang. Di bagian tengah ada petunjuk lampu dalam bentuk balok berwarna kuning. Titik-titik balok itu menandakan kapasitas tenaga surya yang sudah terisi.

Setelah dari SCC, tenaga surya masuk ke inverter slave. Alat ini, salah satu cara memparalel inverter sebelum masuk ke baterai. “Setelah dari sini tenaga surya langsung masuk ke baterai,” kata pemuda asli Mecan itu.

Posisi baterai berada di bilik gedung yang lain. Tampak baterai setinggi pinggang orang dewasa. Ada sekitar 75 baterai tersusun di dalam ruangan itu. “Yang sering kami kontrol salah satunya ini, jangan sampai ada yang rusak.”

Setelah dari baterai tenaga listrik dialirkan ke rumah warga dengan alat interval lain. “Kami juga harus pastikan, atap panel surya ini tidak ditutupi sampah daun atau sampah lain,” katanya.

 

Baca juga: Kala PLTS Terapung Terbesar Dunia Bakal Dibangun di Batam

Pemukiman warga Pulau Mecan. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

Dia mengatakan, 75 baterai ini sangat cepat terisi penuh oleh sinar matahari, hanya perlu tiga jam untuk penuh setelah atap panel surya tersinari matahari. PLTS komunal Pulau Mecan ini memiliki kapasitas penyimpanan 15 PWK.

Ketika baterai sudah penuh bisa bertahan tiga hari. Bahkan, ketika hujan atau cuaca mendung dalam tiga hari berturut-turut warga tetap bisa menikmati listrik. “Itu pernah terjadi, hujan tiga hari, tetapi tidak pernah listrik mati total, walaupun mendung baterai tetap terisi.”

Saat ini, PLTS komunal menyuplai listrik untuk 60 rumah, satu puskesmas, dan satu mesjid. Setiap rumah mendapat jatah listrik 300 watt setiap hari, kemudian untuk Puskesmas Pulau Mecan 600 watt, sedangkan mesjid mendapat jatah 1.600 watt setiap hari. “Kami lebihkan ke mesjid, agar listrik bisa hidup setiap hari,” katanya.

Rizwan merasakan manfaat setelah ada PLTS komunal, biasa dia membeli solar untuk genset dalam sebulan bisa Rp700.000. Sekarang, hanya Rp40.000 per bulan untuk kebutuhan listrik di rumah. “Ini sangat hemat, tentu ke depan kami meminta ada tambahan kapasitas watt, misal, dari 300 watt, jadi 600 watt..”

Mustafa, Ketua RT/RW03/06, Pulau Mecan, Sekanak Raya, Kecamatan Belakang Padang mengatakan, PLTS terapung dikelola dengan sistem koperasi, warga membayar Rp40.000 setiap bulan.  Dari iuran itu, Rp35.000 operasional, Rp5.000 kas ketika ada alat yang perlu diperbaiki.

Beberpa waktu lalu, salah satu alat yang disebut KWH meteran listrik di rumah warga rusak karena tersambar petir dan harus ganti Rp1,5 juta. “Alat itu yang kita ganti degan uang kas masyarakat.”

Perbaikan alat PLTS ini cukup mahal karena harus dari Jakarta. Proses itu perlu biaya besar apalagi ini pulau terpencil. “Alhamdulillah, sekarang sudah bisa digunakan lagi,” katanya.

Yudi Admaji, Kepala Camat Belakang Padang mengatakan, mendukung upaya pemerintah menggalakkan transisi energi terbarukan ramah lingkungan. Terutama, untuk Belakang Padang, yang memiliki 160 pulau kecil yang sebagian besar belum teraliri listrik maksimal.

Selain ada PLTS komunal di Pulau Mecan, sekarang Belakang Padang bekerja sama dengan lembaga riset mengembangkan transportasi speedboat warga dengan baterai, tak lagi minyak solar.

Upaya perubahan transisi energi ini, kata Yudi, mungkin dikembangkan untuk pulau-pulau kecil lain, seperti Pulau Labuang, Pulang Sarang, Pulau Lengkang, Sembakau, Lingke, Dare, Bertam, Beranting, Petumar yang selama ini masih gunakan genset cukup mahal.

“Yudi berharap, pemerintah pusat, maupun swasta untuk bisa melirik dan membantu pulau-pulau kecil di Belakang Padang menggunakan energi terbarukan dengan memberikan bantuan panel surya.”

 

Baca juga :  Mewujudkan Kemandirian Energi Berawal dari Desa di Bali

Ridwan mengecek alamt PLTS di Pulau Mecan. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

Agar murah meriah

PLTS komunal di Pulau Mecan merupakan program Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) melalui Kepulauan Riau (Kepri). Pembangunan pada 2017-2018 dengan dana alokasi khusus (DAK).

Tak hanya di Pulau Mecan, PLTS komunal juga dibangun serentak di beberapa pulau lain di Kepri, semua di kepulauan. Antara lain, Pulau Selat Limau (Bintan), Dusun Tanjung Perai (Karimun), Pulau Akad (Karimun), Dusun 1 Teluk Punak (Lingga), Pulau Sirai (Bintan), Pulau Mecan, Pasir Panjang Anambas, Teluk Kelimpan Anambas, Pulau Sandam Karimun, dan Nopong Lingga.

“Ada yang berkapasitas 15 Kwp (kilowatt-peak) ada juga 30 Kwp,” kata Hendri Kurniadi, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kepri belum lama ini.

Hendri bilang, daerah kepulauan ini cocok PLTS. Kalau gunakan PLN sangat mahal terutama biaya kabel bawah laut yang menyambung antara pulau. Kata Hendri, masyarakat pulau tidak sanggup membayar tagihan PLN yang cukup besar.

PLTS yang dibangun di Kepri menghabiskan anggaran Rp16 miliar. Satu titik PLTS di kawasan lahan kosong sekitar 400 meter persegi. “Satu titik PLTS ini pembangunan rata-rata Rp2 miliar-Rp4 miliar,” katanya.

Pemerintah Kepri menyisakan dana pemeliharaan untuk PLTS komunal ini setiap tahun. Hendri bilang, belum ada kendala berarti di PLTS komunal ini. Yang cukup berat, katanya, penggantian baterai ketika rusak.

Beberapa baterai yang tersedia di PLTS hanya bertahan sekitar empat tahun. “Setelah itu rusak, beli baterai sangat mahal, sampai Rp6 juta untuk satu baterai, bayangkan satu PLTS pakai 75 baterai,” katanya.

Baterai akan bertahan lebih lama ketika perawatan bagus, salah satu daya dalam baterai tak terlalu kosong. “PLTS komunal ini juga tergantung kepada pengetahuan masyarakat merawatnya,” kata Hendri.

Dia sudah pernah minta PLTS untuk pulau-pulau lain yang masih belum teraliri listrik tetapi belum ada tindak lanjut dari pemerintah pusat hingga kini. Sedangkan anggaran pemerintah daerah tidak mencukupi pembangunan PLTS masih mahal. “Tagline kami ‘Kepri terang’, kami ingin pulau terluar merdeka listrik juga.”

Kepri mempunyai target mendukung pemerintah pusat menggalakkan pembangunan berbasis energi terbarukan, salah satu melalui peraturan daerah yang menargetkan 15% dari energi di Kepri dari energi terbarukan.

Saat ini, total kapasitas penggunaan energi listrik di Kepri 600 megawatt. “Sampai saat ini baru 10%, tinggal 5% lagi, tetapi 5% itu cukup besar.”

Dia bilang, akan mendorong anggota DPRD Kepri membangun PLTS komunal di daerah dapil masing-masing anggota dewan. “Beberapa dari kawan di dewan sudah merencanakan itu,” katanya.

Junaidah, pakai mesin cuci dengan energi surya di Pulau Mecan. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

Sistem bagi pulau-pulau kecil

Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (Meti) mengatakan, pembangunan dan perawatan PLTS di pulau-pulau kecil bisa dilakukan asalkan pemerintah mempunyai kemauan kuat.

Energi terbarukan, katanya, sangat berpotensi dan murah adalah tenaga surya. “Apalagi tenaga surya dibantu baterai.”

Surya mengatakan, potensi energi terbarukan terutama di pulau kecil sangat banyak, seluruh pelosok Indonesia terdapat tenaga surya.

Hasil penghitungan Meti, potensi energi terbarukan dari tenaga surya di Indonesia  bisa sampai kapasitas 2000 giga watt. Sedangkan Indonesia sekarang melalui pembangkit fosil adalah 71 gigawatt. “Artinya, potensi itu lebih memadai dari kebutuhan,” katanya.

Menurut Surya, selain tersebar hingga ke pelosok energi, tenaga surya juga fleksibel, bisa digunakan meskipun permintaan hanya satu kw.

Saat ini, yang jadi kendala adalah pendidikan pemahaman pemerintah kepada masyarakat minim padahal penting.

Satu bukti,  perlu informasi dan pemahaman ke masyarakat soal energi terbarukan, anggap anggaran mahal. Padahal, kalau ditelusuri lebih mahal pakai genset.

Surya membandingkan energi surya dengan genset. Penggunaan genset perawatan kecil tetapi rutin setiap bulan, mulai ganti oli hingga membeli minyak solar.

Sedangkan, menggunakan tenaga surya yang disimpan dalam baterai hanya butuh perawatan ekstra seperti menjaga listrik tidak terlalu kering dalam baterai. “Seperti di Pulau Mecan, masyarakat paham hingga sampai saat ini masih beroperasi dengan baik,” katanya.

Kemudian, katanya, faktor cuaca dan transportasi laut sangat mempengaruhi distribusi minyak genset ke pulau-pulau. Ketika cuaca buruk tentu berdampak kepada listrik masyarakat pulau. “Kalau dihitung itu berlipat-lipat besar untungnya menggunakan PLTS ini.”

PLTS, katanya, hanya perlu anggaran pembangunan pertama, setelah itu 25 tahun ke depan hanya perlu mekanisme perawatan. “Begitu juga baterai, ketahanan bisa sampai delapantahun, tergantung kualitas.”

Surya bilang, energi tenaga surya bisa sangat murah ketika pemerintah punya kemauan kuat, misal subsidi minyak solar atau listrik dialihkan ke PLTS. “Tinggal pindahkan subsidi saja, kalau memang mau murah. ”

Cara lain, pemerintah daerah bisa menggunakan anggaran dana desa sekitar Rp700 juta  untuk pembangunan PLTS.

Dia bilang cara alokasi dana desa  itu, tidak langsung kepada masyarakat tetapi melalui badan usaha.

Dana desa jadi modal pembangunan. Setelah dibangun, masyarakat mengembalikan dalam bentuk iuran setiap bulan. “Atau sama seperti beli mobil ke leasing,” kata Surya.

Pada akhirnya, setelah modal itu dikembalikan masyarakat dalam bentuk kredit setiap bulan, PLTS sudah milik masyarakat. “Kira-kira seperti itu, kalau ada kemauan bisa dimusyawarahkan dengan masyarakat,” katanya.

Bahkan, kalau pemerintah daerah mendorong transisi energi terbarukan ini mereka bisa menciptakan payung hukum untuk bantuan dana desa ini, daripada harus terus memberikan subsidi.

Surya bilang, ke depan energi terbarukan menjadi energi andalan. “Jadi ketika masyarakat tidak disiapkan, nanti seperti sekarang lagi, dulu tidak menikmati listrik, nanti ke depan juga tidak menikmati (energi terbarukan) juga karena ketidaksiapan itu.”

 

 

*Liputan ini hasil Fellowship Transisi Energi diselenggarakan oleh SIEJ dan IESR.

 

*****

Foto utama:  panel surya di Pulau Mecan. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version