Mongabay.co.id

Rukam, Pohon Berduri yang Digunakan Melawan Tentara Belanda

 

 

Rasa buahnya asam bercampur sepat. Batang pohonnya berduri. Pohon rukam [Flacourtia rukam], merupakan tanaman hutan yang tersebar hampir di seluruh wilayah hutan tropis Indonesia. Ternyata pohon ini bukan hanya sebagai sumber obat, juga membuat takut tentara Belanda di masa lalu. Mengapa?

“Menurut cerita orangtua kami dulu, saat era kolonial [Belanda], pohon rukam yang berduri, digunakan masyarakat Pulau Bangka untuk melawan penjajah,” kata Zulpan, warga Desa Labuh Air Pandan, Kabupaten Bangka, kepada Mongabay Indonesia, Rabu [27/10/2021].

Duri rukam yang tajam, tersusun secara acak, dan panjangnya berbeda, akan terasa menyakitkan jika terkena tubuh.

“Belum lagi, dulunya duri rukam dioleskan racun mematikan, yang kemudian digunakan untuk melumpuhkan pasukan Belanda,” lanjut Zulpan.

Tidak hanya itu, buah rukam yang didominasi rasa asam, digunakan masyarakat di Pulau Bangka untuk memberikan cita rasa asam pada berbagai olahan kuliner khas Pulau Bangka, yaitu lempah kuning.

“Namun kini, buah rukam sudah mulai tergantikan dengan asam yang tersedia di pasar,” lanjutnya.

Baca: Beras Aruk, Tercipta Saat Jepang Menguasai Pulau Nangka

 

Buah rukam [Flacourtia rukam] yang matang akan berwarna merah. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Buah rukam diketahui mempunyai berbagai khasiat bagi kesehatan. Kandungan vitamin C serta antioksidan yang tinggi, sangat bermanfaat menangkal berbagai penyakit, seperti penyempitan pembuluh darah hingga kanker.

Berdasarkan penelitian yang diterbitkan Indonesian Journal of Chemistry berjudul “Kapasitas Antioksidan Ekstrak Buah Rukam [Flacourtia rukam] Menggunakan Metode Microwave Assited Extraction [MAE]” oleh Inas Fadiyah, Iin Lestari, dan Robby Gus Mahardika dari Universitas Bangka Belitung tahun 2020, disebutkan buah rukam digunakan sebagai obat diare dan disentri untuk anak-anak hingga remaja. Sedangkan bagian daunnya bermanfaat untuk mengobati radang pada kelopak mata.

“Kadar antioksidannya lebih tinggi dibandingkan jambu batu [Psidium guajava]. Berbagai kandungan senyawa, non-fosfor lipid dan ester asam lemak, menunjukkan sifat biologi seperti anti-tumor dan anti-virus, juga sifat sitotoksisitas terhadap sel kanker payudara,” tulis penelitian tersebut.

Baca: Kapur Barus, Pohon Kamper, dan Kejayaan Nusantara

 

Bagi masyarakat Pulau Bangka, buah rukam digunakan untuk memberikan cita rasa kuliner. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Obat-obatan

Pada masyarakat adat Suku Lom, suku tua di Pulau Bangka, bagian akar dan daun pohon rukam sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai ramuan obat tradisional, untuk mengobati penyakit maag dan luka baru.

“Dulu, saat terkena luka di tengah hutan, kami langsung meremas daun atau akarnya, langsung ditempelkan di bagian tubuh yang terluka. Untuk mengobati maag, akarnya direbus lalu diminum airnya,” kata Sukardi, tokoh adat Dusun Tuing, Desa Mapur, Kabupaten Bangka.

“Bila ada pohon rukam saat membuka kebun, pasti tidak ditebang, karena banyak manfaatnya.”

Namun kini berubah, pohon rukam di Pulau Bangka mulai sulit ditemukan, seiring  berkurangnya hutan, akibat aktivitas pertambangan dan perkebunan skala besar.

“Generasi sekarang, tidak banyak tahu manfaatnya. Bahkan, pohon rukam dianggap sebagai penganggu dalam perkebunan, karena berduri,” tegas Sukardi.

Baca: Terancam Punah, 30 Persen Spesies Pohon di Bumi akibat Penebangan dan Perubahan Iklim

 

Pohon rukam berduri ini berada di sekitar kebun warga di Desa Puput, Kabupaten Bangka Tengah. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Prioritas konservasi

Berdasarakan buku berjudul “100 Spesies Pohon Nusantara Target Konservasi Ex Situ Taman Keanekaragaman Hayati” yang ditulis Hendra Gunawan,  Marfuah Wardani, Nina Mindawati dari Litbang KLHK dan Sugiarti dari LIPI, yang disunting Tukirin Partomiharjo dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, pohon rukam dimasukkan sebagai salah satu dari 100 spesies flora yang dijadikan prioritas konservasi.

“Penentuan kriteria sebagai prioritas konservasi, dilihat dari sisi kekhasan, keterancaman serta kegunaannya,” tulis buku terbitan IPB Press tahun 2019.

Pohon rukam tersebar di kawasan Malaysia hingga Indonesia [Sumatera, Maluku, Bangka-Belitung, Kalimantan] dan New Guinea. Bahkan, saat ini banyak ditanam hingga ke Indochina, India, dan Thailand. Pohon yang dapat tumbuh hingga 20 meter ini, dapat berkembang di hutan primer atau sekunder lembab. Sering juga tumbuh di sepanjang aliran sungai, tanah berpasir dangkal, dan batu gamping hingga ketinggian 2.100 mdpl.

Namun, pohon rukam beserta spesies tumbuhan lainnya, sedang menuju kepunahan, sejalan atau lebih tinggi dari laju penggundulan hutan [deforestasi].

“Aktivitas manusia pada tiga dekade penghujung abad ke-20 telah menghilangkan keanekaragaman hayati dalam jumlah yang sulit diukur. Sementara, dengan keterbatasan pengetahuan, kita tidak mungkin dapat mengukur nilai kerugian sosial, ekonomi, dan ekologis yang ditimbulkannya,” tulis buku tersebut.

Jika tidak ada perbaikan sikap manusia dalam memperlakukan alam, banyak spesies akan punah pada abad ke-21. “Ditaksir, sejumlah spesies akan punah dalam 20 hingga 30 tahun akan datang,” tulis buku tersebut.

Baca juga: Menanam Pohon, Membangun Peradaban Manusia

 

Konversi lahan skala besar mengancam kelestarian flora di alam, tak terkecuali pohon rukam. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Upaya konservasi

Ancaman kepunahan keanekaragaman hayati dan usaha konservasi ex-situ merupakan isu strategis yang dihadapi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK]. Pembangunan Taman Keanekaragaman Hayati [Taman Kehati] di setiap kabupaten dan kota merupakan upaya menjawabnya.

Pembangunan Taman Kehati merupakan implementasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2012 tentang Taman Keanekaragaman Hayati [Taman Kehati] dan menjadi upaya penyelamatan spesies-spesies pohon terancam karena pemanfaatan maupun proses alami.

“Taman Kehati menjadi upaya pemerintah dalam mewujudkan kebijakan memperbanyak tutupan vegetasi, ruang terbuka hijau, dan taman-taman di tengah permukiman perkotaan sebagai sarana sosialisasi dan interaksi masyarakat,” tulis buku tersebut.

Sebagai informasi, di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terdapat tiga lokasi yang telah ditetapkan sebagai Taman Kehati. Ada Taman Kehati “Hutan Pelawan” [54 hektar] di Desa Namang, Kabupaten Bangka Tengah; Taman Kehati “Hutan Bukit Siam” [15 hektar] di Kota Sungailiat, Kabupaten Bangka; dan Taman Kehati “Bukit Peramun” [115 hektar] di Desa Air Selumar, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung.

 

 

Exit mobile version