Mongabay.co.id

Naiknya Suhu Perairan Menyebabkan Ubur-ubur Menghilang?

 

 

Ubur-ubur tak menyengat [stingless jellyfish] merupakan biota unik yang menjadi magnet wisatawan. Di Indonesia, tempat terkenal untuk melihat makhluk air ini adalah Danau Kakaban di Kepulauan Derawan, atau di Pulau Misool, Raja Ampat, Papua Barat.

Namun, tidak banyak yang mengetahui bila ubur-ubur tak menyengat ini bisa ditemukan dengan mudah di Taman Nasional Kepulauan Togean, Teluk Tomini, di Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah.

Wisatawan domestik tetap menjadikan lokasi ini sebagai titik wajib yang didatangi karena ingin merasakan sensasi berenang bersama ubur-ubur.

“Pengalaman luar biasa, berenang bersama ubur-ubur di Togean. Meski demikian, untuk menjaga jellyfish-nya aman, aturan berenang harus dipatuhi, yakni tidak boleh menggunakan fins, sunscreen atau losion, dan tidak boleh menyentuh ubur-ubur hingga ke atas permukaan air,” ungkap Gusnar Lubis Ismail, wisatawan domestik asal Gorontalo, akhir Oktober 2021.

Ubur-ubur tak menyengat dalam bahasa ilmiah disebut Mastigias sp. Mastigias merupakan genus bagi ubur-ubur sejati dalam keluarga Mastigiidae dan memiliki beberapa spesies berbeda, yang paling dikenal di Indonesia adalah spesies Mastigias papua. Ubur-ubur ini tidak menyengat karena proses evolusi di danau, membuatnya hidup dalam habitat yang tidak memiliki musuh, sehingga tidak lagi membutuhkan alat pertahanan diri.

Foto: Mengenal Ubur-Ubur Bintik Tak Menyengat dari Laguna Pulau Kakaban

 

Wisatawan domestik terlihat berenang bersama ubur-ubur tak menyengat di Kepulauan Togean, Teluk Tomini, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Gandi Y.S Purba, dalam jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, [Mei 2020], mengatakan bahwa Mastigias papua adalah biota yang menyebabkan daya tarik danau laut menjadi luar biasa. Walaupun demikian, tidak semua danau laut dapat ditemui ubur-ubur ini.

Mastigias  sp hanya ditemukan di danau laut bertipe meromiktik, tetapi tidak semua danau meromiktik dihuni Mastigias. Para peneliti menyebut kondisi tersebut sampai sekarang masih merupakan tanda tanya.

“Tanda tanya menjadi lebih dalam dengan menemukan kelimpahan Mastigias di danau meromiktik, ada yang berlimpah, sedang, dan sedikit. Di Danau Misool, ditemukan tiga danau yang dihuni melimpah dan sedang, oleh ubur-ubur Mastigias sp, yaitu Danau Lenmakana, Danau Karawapop, dan Danau Keramat. Selain itu, ubur-ubur Mastigias hanya dijumpai di air hangat dan memiliki warna biru, kuning, oranye, cokelat, beberapa bahkan memiliki sejumlah titik putih dan hitam,” ungkapnya.

Baca: Ubur-ubur Tanpa Sengat, Biota Unik di Danau Air Asin Papua Barat

 

Ubur-ubur tak menyengat di Danau Laut di Kepualau Togean yang terancam perubahan iklim. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Ubur-ubur hilang akibat suhu terlalu panas

Dari berbagai referensi, diketahui ubur-ubur Mastigias hidup pada kisaran 27,50 hingga 31 derajat Celcius. Spesies ini bersimbiosis mutualisme dengan alga cokelat zooxanthellae hingga membutuhkan sinar matahari untuk melakukan fotosintesis. Namun demikian, kenaikan suhu sangat sensitif terhadap hubungan simbiosisnya dengan zooxanthellae.

Dalam penelitian itu juga disebutkan, pada Danau Lenmakana pernah beberapa kali mengalami kehilangan Mastigias sp karena peningkatan suhu perairan. Ubur-ubur yang menghilang diketahui hanya jika bertepatan melakukan kunjungan penelitian ke danau atau informasi dari pemandu wisata.

“Itulah mengapa, mulai kapan ubur-ubur menghilang dan lama waktu pemulihannya tidak memungkinkan diketahui secara pasti.”

Baca: Ubur-ubur Alien Bercahaya di Palung Mariana

 

Ubur-ubur tanpa sengat di Danau Lenmakana, Misool, Raja Ampat, Papua Barat, yang menjadi daya tarik wisatawan. Foto: Awaludinnoer/TNC Indonesia

 

Dua kali kejadian Mastigias tidak ditemukan di Danau Lenmakana terkait suhu maksimum di bulan-bulan akhir tahun 2018, maka diperkirakan suhu sensitif Mastigias paling tidak ada di 31,4 derajat Ceclius.

Dengan demikian di tahun 2017, Mastigias mulai menghilang pada pertengahan September ketika suhu telah sepanas suhu maksimum tahun 2018. Perkiraan ini dikuatkan oleh kemampuan hidup ubur-ubur diatas derajat suhu rata-rata Danau Lenmakana, yakni 28,90-29,30 derajat Celcius.

“Kenaikan 2,5 derajat Celcius dari suhu sebelumnya jauh lebih panas dari kisaran rata-ratanya dan tidak lagi menjadi lingkungan yang memungkinkan ubur-ubur untuk hidup,” ujar Gandi dalam laporan berjudul “Kenaikan Suhu Perairan Mengakibatkan Mastigias papua Menghilang di Danau Laut Lenmakana Misool Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.”

Baca juga: Ubur-ubur Surai Singa dan Fakta Uniknya

 

Ubur-ubur bintik [Mastigias papua], spesies ubur-ubur yang paling banyak dijumpai di Pulau Kakaban. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Menghilangnya Mastigias pernah terjadi di Republik Palau, yang menyebabkan waktu kematian menjadi cepat dan kepadatan zooxanthellae di ubur-ubur menjadi rendah. Suhu yang tinggi juga menjadi penyebab individu ephyrae dan medusa kecil tidak dapat bertahan hidup.

Informasi Mastigias yang hilang terkait hibernasi ke kedalaman tertentu untuk menghindari suhu permukaan air yang panas belum pernah dilaporkan. Distribusi vertikal hanya dalam bentuk berkumpul dekat permukaan sepanjang hari dan di kolom perairan sepanjang malam atau mendung. Mastigias terdistribusi sampai pada kedalaman 12 meter.

Setelah suhu perairan panas berakhir diperlukan waktu pemulihan untuk mengembalikan populasi ubur-ubur ke kelimpahan sebelumnya. Selain itu, kata Gandi, waktu pemulihan akan lebih lama jikalau danau tetap dibuka dan mendapatkan gangguan dari para pengunjung. Menurutnya, tekanan dari aktivitas pariwisata harus diminimalisir demi mengurangi dampak ekologis terhadap danau.

 

Ubur-ubur bulan [Aurelia aurita]. Bentuknya transparan berbentuk payung. Jenis ini yang terbesar di Pulau Kakaban. Di latar belakang tampak ubur-ubur terbalik [Cassiopea ornata] berwarna merah dan menempel di dasar. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Salah satu cara untuk tetap mempertahankan ekosistem danau laut, katanya lagi, yaitu dengan memberlakukan sistem buka tutup atau bergilir. Kapan danau dapat dibuka untuk menerima kunjungan wisatawan dan kapan harus ditutup untuk pemulihan, harus diatur. Selain itu, petugas lapangan harus hadir di danau dan mengontrol perilaku pengunjung.

Tidak kalah penting adalah sosialisasi mengenai ekosistem ini lewat media, pendidikan, pusat informasi wisata, dan lain sebagainya. Hal ini mendesak dilakukan untuk menjamin keberlanjutan kelestarian Danau Laut Lenmakana. Kenaikan suhu global sangat menentukan kelimpahan Mastigias di Danau Lenmakana.

“Kenaikan suhu di musim panas akan lebih menghangatkan air danau ketimbang musim hujan. Pemanasan basin danau berkali-kali dalam waktu yang sama ini tidak dapat ditolerir oleh ubur-ubur, sehingga mati dan lenyap dari dari danau,” jelasnya.  

 

 

Exit mobile version