Mongabay.co.id

Penangkapan Ikan Terukur, Bisa Tekan Laju Perubahan Iklim

 

Kebijakan penangkapan ikan secara terukur yang direncanakan akan mulai diterapkan pada 2022 mendatang, ternyata tak hanya dinilai akan menata kembali subsektor perikanan tangkap yang ada di seluruh wilayah perairan laut Indonesia. Lebih dari itu, kebijakan tersebut juga memicu dampak positif lainnya yang dipastikan akan bermanafaat bagi semua makhluk hidup.

Manfaat yang dimaksud, tidak lain adalah karena kebijakan tersebut diyakini bisa menekan dampak fenomena perubahan iklim yang sedang terjadi di seluruh dunia saat ini. Hal terebut dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono belum lama ini di Jakarta.

Pernyataan yang disampaikan dia tersebut didasarkan pada fakta bahwa laut dan ekosistem pesisir merupakan komponen utama bumi yang memiliki peran penting dalam mengendalikan iklim dunia. Peran tersebut menjadi harapan yang bisa dimaksimalkan oleh manusia.

Menurut dia, laut dan ekosistem pesisir mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan peran serupa yang dilakukan oleh hutan di daratan. Jika peran tersebut tidak terganggu, maka ancaman emisi di udara bisa ditekan sebanyak mungkin oleh pesisir dan laut.

Dengan peran seperti itu, Sakti Wahyu Trenggono merasa optimis kalau kebijakan penangkapan terukur akan memberi manfaat banyak lebih dari yang diperkirakan. Hal itu, salah satunya berkat peran banyak yang diemban ekosistem pesisir dan laut.

“Keduanya berperan penting dalam memberikan jasa lingkungan yang akan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ungkap dia.

baca : Penangkapan Terukur, Masa Depan Perikanan Nusantara

 

Hasil tangkapan ikan di pasar Aceh. Hingga saat ini sebagian nelayan masih menggunakan perhitungan keuneunong meski sudah ada alat bantu kompas dan GPS. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Namun demikian, potensi tersebut bisa diwujudkan jika pemanfaatan laut untuk kegiatan ekonomi bisa berjalan secara seimbang dengan kegiatan konservasi yang bertujuan untuk menjaga kesehatan lingkungan laut dan pesisir.

Keseimbangan tersebut, akan berakselerasi dalam kebijakan penangkapan terukur yang berjalan melibatkan penegakkan hukum yang sangat ketat. Kegiatan tersebut dipastikan akan dilakukan di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).

Agar penegakkan hukum berjalan baik, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) fokus menyiapkan payung hukum yang akan mengatur kegiatan penangkapan terukur. Dengan demikian, seluruh kegiatan yang berkaitan bisa dijalankan dengan tetap mengacu pada peraturan yang berlaku.

Di antara manfaat yang akan muncul dari payung hukum yang kuat, adalah terwujudnya jaminan kepastian usaha bagi para pelaku usaha penangkapan, terjaminnya sarana dan prasarana yang dibutukan untuk kegiatan penegakkan hukum.

“Misalnya, sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pengawasan, terdiri dari kapal pengawas, pesawat pengawas, dan teknologi infornasi untuk pengawasan sekaligus pendataan,” jelas dia.

Dengan adanya penegakkan hukum yang ketat, di masa mendatang diharapkan citra Indonesia di mata internasional bisa membaik secara perlahan. Utamanya, di hadapan negara anggota Panel Tingkat Tinggi untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan (High Level Panel on Sustainable Ocean Economy/HLP SOE).

Selama ini, Indonesia masih mendapatkan citra yang buruk diakibatkan masih tingginya praktik penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak sesuai peraturan (IUUF) di perairan laut Indonesia. Dengan adanya kebijakan penangkapan terukur, citra tersebut diharapkan akan bisa dihapus secara perlahan.

“Dan bisa mengubah praktik menjadi penangkapan ikan secara legal, dilaporkan, dan sesuai dengan peraturan atau LRR,” sebut dia.

Trenggono kemudian mengingatkan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 yang di dalamnya ada aturan yang mengakui Indonesia memiliki kedaulatan penuh untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di perairan dalam, perairan kepulauan, dan laut teritorial.

Kedaulatan tersebut harus dijalankan dengan selalu mengacu pada prinsip untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, itu semua tetap tidak boleh melupakan aspek ekologi yang akan bisa menjaga kelestarian ekosistem laut dan pesisir, beserta segala sumber dayanya.

 

Peran Bersama

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kalau Indonesia saat ini sangat fokus dan serius untuk bisa melaksanakan pengendalian perubahan iklim. Hal itu, karena Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, sekaligus salah satu pemilik hutan tropis terluas di dunia.

“Penanggulangan perubahan iklim merupakan kepentingan nasional Indonesia,” ucap dia.

Upaya yang dilakukan Indonesia dalam mengendalikan perubahan iklim, adalah melalui langka-langkah kebijakan, pemberdayaan, dan penegakan hukum. Cara tersebut diharapkan bisa menekan laju deforestasi Indonesia, baik di darat dan pesisir.

Menurut Luhut, laju deforestasi Indonesia saat ini sudah mencapai titik terendah dalam kurun waktu dua puluh tahun terakhir. Harus ada langkah yang nyata untuk mengurangi konversi hutan dan lahan gambut hingga mencapai 66 juta hektare, serta pengurangan kebakaran hutan hingga 82 persen.

baca juga : Mematangkan Payung Hukum untuk Penangkapan Ikan Terukur

 

Sejumlah nelayan pulang dari melaut dan harus melewati hamparan lumpur di sekitar Pesisir Desa Batu Belubang yang sudah kehilangan mangrovenya. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Dia menyebutkan, untuk bisa mengurangi semua dampak negatif tersebut, tidak cukup hanya dengan keterlibatan para pemangku kepentingan saja. Namun juga, harus ada kesadaran dari setiap penduduk di Indonesia untuk bisa memerangi perubahan iklim.

Salah satunya, adalah peran pemuda yang diyakini akan menjadi solusi jangka panjang bagi Indonesia. Pemuda dinilai bisa dengan mudah untuk beradaptasi dengan kehidupan harian, termasuk dalam menjaga lingkungan sekitarnya.

Intinya, Luhut meyakini kalau penanganan dampak perubahan iklim tidak hanya cukup dilakukan oleh Pemerintah Indonesia saja. Lebih dari itu, harus ada keterlibatan swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat secara umum.

Bentuk lain yang ditunjukkan Indonesia dalam menangani perubahan iklim, adalah dengan memperbarui dokumen Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) untuk bisa meningkatkan kapasitas adaptasi dan ketahanan ikllim.

Dengan dokumen yang lebih baru, Indonesia akan berusaha aktif berpartisipasi dalam kegiatan Konvensi Perubahan Iklim ke-26 (COP 26) yang berlangsung di Glasgow, Inggris Raya, dari 31 Oktober hingga 12 November 2021. Tujuannya, agar capaian hasil yang ditetapkan bisa tercapai.

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemko Marves Basilio Dias Araujo menambahkan, dampak perubahan iklim saat ini sudah terjadi sangat cepat di Indonesia. Salah satu indikatornya, permukaan air laut mengalami kenaikan dari waktu ke waktu, dan di saat sama permukaan tanah juga mengalami penurunan tak cepatnya.

Kondisi tersebut menyebabkan air laut bisa terus mendekat ke permukiman masyarakat yang ada di daratan. Jika tidak diantisipasi, maka ancaman daratan tenggelam bisa terjadi sesuai dengan perhitungan para ahli yang berkompeten.

“Isu tersebut harus menjadi perhatian Pemerintah, juga para praktisi, akademisi, dan generasi mudah,” sebut dia.

perlu dibaca : Penangkapan Terukur dan Penerapan Kuota Apakah Layak Diterapkan?

 

Taufik (40 tahun), warga Kampung Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang utara, Jateng, harus menahan dingin ketika berdoa di salah satu makam kerabatnya di pemakaman setempat. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Kondisi tersebut memaksa Indonesia untuk terus bergerak, agar bisa terus sama dengan negara besar di dunia. Tak lupa, Indonesia harus bisa berpikir dengan visioner, kritis untuk membangun kebijakan yang berkelanjutan dan berkesimbungan berlaitan dengan hukum laut.

Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya mengatakan, perubahan iklim telah menjadi hal utama untuk selalu diperhatikan oleh Indonesia. Saat ini, Indonesia telah melakukan banyak hal untuk mengatasi dan menghadapi perubahan iklim di Indonesia.

“Salah satunya adalah menggerakkan generasi muda untuk siap menghadapi tantangan perubahan iklim ke depan,” jelas dia.

 

Exit mobile version