Mongabay.co.id

Anak Muda Ajak Donasi Buah Lungsuran Galungan untuk Monkey Forest Ubud

 

 

Sebuah poster disebarkan di media sosial dengan judul Monkey Food Drive. Aksi ini mengajak warga mengumpulkan lungsuran buah sisa hari raya Galungan yang didonasikan sebagai pakan monyet penghuni Monkey Forest Ubud, Bali.

Pengumpulan donasi ini dihelat pada Jumat (12/11/2021) mulai pukul 08-12.00 WITA di Balai Banjar Padangtegal Kaja dengan syarat buah-buahan dan jajan lungsuran tanpa plastik dan kertas. Lungsuran artinya sesajen yang sudah dipersembahkan dalam sebuah persembahyangan atau ritual di Bali. Biasanya berisi dominan buah-buahan dan jajan. Sisanya rangkaian janur dan bunga.

Aksi donasi lungsuran untuk monyet ini bukan karena pengelola Monkey Forest kesulitan pakan. “Setiap hari raya Galungan dan Kuningan banyak lungsuran tersisa, pola perilaku masyarakat ada yang buang lungsuran. Pemuda memanfaatkan dengan cara didonasikan ke Monkey Forest. Daripada membuang, lebih baik untuk yang membutuhkan,” tutur I Wayan Yudha Andayana, Wakil Ketua Pawongan Taruna Suka Duka Banjar Padangtegal Kaja, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, yang mewilayahi area Monkey Forest.

Salah satu dampak pandemi, tambah Yudha, pakan monyet kurang bervariasi seperti dahulu karena suplier ada yang tutup. Namun semua monyet menurutnya tetap mendapat pakan dari pengelola. Misi kelompok pemuda ini ingin kampanye mengubah perilaku masyarakat yang membuang lungsuran dengan memanfaatkannya.

Yudha mengatakan ini kegiatan perdana. Kelompok Taruna Padangtegal ini memilah donasi lungsuran sebelum diberikan pada para monyet.

Dari aksi tersebut, terkumpul 20 karung donasi lungsuran buah sisa hari raya Galungan untuk Monkey Forest.

baca : Di Hutan Ini Ribuan Monyet Membangun Istana Asri

 

Aksi pengumpulan donasi terkumpul 20 karung lungsuran buah sisa hari raya Galungan untuk tambahan pakan monye di Monkey Forest Ubud, Bali. Foto : Sekaa Teruna Suka Duka Padangtegal Kaja

 

I Nyoma Sutarjana, General Manager Monkey Forest mengatakan bersyukur selama pandemi ada sejumlah pihak yang memberi donasi untuk pengelolaan dan pakan monyet. Selain itu ada juga bantuan desa.

Obyek wisata yang membuat Desa Padangtegal makmur ini mulai buka kembali pada September lalu setelah sempat tutup karena pandemi COVID-19. Saat ini populasi monyet sekitar 1200 ekor, terus bertambah tiap tahunnya.

Orang Bali menyebut monyeb ini bojog, dalam bahasa daerah. Warna rambutnya keabu-abuan hingga coklat kemerahan. Ada jambang di pipi berwarna abu-abu, terkadang terdapat jambul di atas kepala. Hidung datar dengan ujung hidung menyempit. Ekornya panjang.

Saat ini jumlah pengunjung menurun drastis sekitar 150-200 orang, padahal sebelum pandemi sekitar 3.000-an orang. Harga tiket masuk sampai Desember ini Rp60 ribu, anak Rp30 ribu. Sedangkan warga dengan KTP Bali Rp30 ribu, anak-anak Rp15 ribu. Sebelum pandemi harga tiket Rp80 ribu untuk dewasa.

Perlakuan khusus selama pandemi adalah turis harus mengikuti protokol kesehatan seperti cuci tangan dan masker. Wisata alam di hutan monyet ini menjadikan Padangtegal salah satu desa terkaya di Bali.

Desa ini mendirikan Rumah Kompos untuk mengelola limbah organik warganya termasuk limbah dari Monkey Forest. Namun di dalam hutan monyet, sampah daun juga dibiarkan lapuk dengan ditumpuk.

baca juga : Ada Monyet Kegemukan Di Bali

 

Ilustrasi. Wisatawan yang berkunjung di kawasan Monkey Forest Ubud, Gianyar, Bali. Foto : monkeyforestubud.com

 

Perluasan Hutan

Mandala Suci Wenara Wana adalah nama resmi dari Sacred Monkey Forest Sanctuary, namun dikenal dengan nama Monkey Forest Ubud.

Areal hutan merupakan habitat alami bagi 1103 monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan sekitar 190 spesies tumbuhan. Pengelolaan Monkey Forest Ubud dilakukan oleh masyarakat adat.

Sejarah kelahiran Monkey Forest (Wenara Wana) belum bisa disimpulkan secara pasti. Berdasarkan dari catatan prasasti Jaya Pangus yang berangka tahun Saka 1103 (1181 Masehi) disebutkan bahwa pada masa kepemerintahan Raja Sri Aji Jaya Pangus, Monkey Forest ini sudah ada dan merupakan daerah perburuan keluarga raja. Sementara di dalam Pura Dalem Padangtegal yang berada di kawasan Monkey Forest juga ditemukan sebuah Lingga Yoni yang diperkirakan sudah ada pada abad ke-13, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dinas Kepurbakalaan Bali.

Berdasarkan data tahun 2003, luas kawasan hutan Monkey Forest sekitar 8,5 hektar. Kawasan hutan semakin diperluas hingga pada tahun 2018 mencapai 12,5 hektar. Karena makin populer dan banyak dikunjungi, pada tahun 2019, perluasan kawasan menjadi 15,5 hektar. Total luas kawasan Monkey Forest termasuk Central Parkir adalah 28 ha.

perlu dibaca : Demi Menghibur Manusia, Monyet pun Tersiksa

 

Seekor anakan monyet ekor panjang di kawasan Monkey Forest Ubud, Gianyar, Bali. Foto : monkeyforestubud.com

 

Dalam kawasan hutan ada tiga pura yang disucikan dan sakral. Oleh karena itu masyarakat Desa Pakraman Padangtegal berkomitmen untuk menjaga kesucian kawasan ini dengan dibuatkannya peraturan adat tertulis (Awig-awig) Desa Adat tahun 2013. Pada Bab VI, Pasal 95 disebutkan, kawasan Mandala Suci Wenara Wana (Monkey Forest Ubud) menjadi kawasan daya tarik wisata atau komponen penting dalam kehidupan spiritual dan ekonomi masyarakat lokal. Siapapun dilarang untuk merusak kawasan Monkey Forest Ubud dan jika hal tersebut terjadi maka akan dikenakan sanksi sesuai Peraturan Desa.

Ritual keagamaan di dalam hutan juga jadi magnet bagi turis. Misalnya ritual agama atau piodalan di Pura Dalem, Tumpek Kandang di mana masyarakat Hindu memohon kepada Sang Hyang Siwa Pasupati agar hewan-hewan diberkati dan diberikan kesehatan dan keselamatan. Ada juga Tumpek Wariga ketika warga menghaturkan sesajen pada tumbuh-tumbuhan yang ada di bumi sebagai rasa syukur manusia atas segala kelimpahan pangan dan fungsi ekologinya.

Populasi monyet terbagi dalam 7 kelompok yakni di depan Pura Dalem, Michelin, timur, central point, Prajapati (kuburan), hutan baru, dan selatan. Masing-masing grup beranggotakan 110-220 ekor monyet. Makanan utama monyet adalah ketela rambat dan divariasikan dengan makanan lain seperti, jagung, pisang kelapa, buah musiman, timun, dan daun papaya.

baca juga : Tantangan Perdagangan Monyet Ekor Panjang di Bali

 

Seorang pengunjung di kawasan konservasi Monkey Forest Ubud, Gianyar, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Pengelola melarang turis memberikan biskuit, kacang, dan telur karena alasan kesehatan. Namun, pada Tumpek Kandang, mereka baru dapat menu istimewa telur ini, sekitar 2x dalam setahun. Pengunjung juga dilarang memberi makan monyet untuk menjaga sifat alami dan mengurangi kasus gigitan dan cakaran monyet. Rata rata berat monyet betina 2,5 – 5,7 kg, sedangkan jantan 3,5-8 kg. Umur betina sampai 15 tahun, jantan sampai 20 tahun.

Populasi monyet mengalami peningkatan setiap tahun. Awalnya puluhan ekor lalu mengalami peningkatan hingga 1059 ekor pada penghitungan di tahun 2019.

Salah satu cara mengontrol populasi monyet adalah vasektomi bagi jantan dan sterilisasi bagi monyet betina. Dalam program ini, Monkey Forest Ubud bekerjasama dengan jurusan Kedokteran Hewan dan pusat kajian primate Universitas Udayana, Liege University, dan beberapa universitas lain.

Per 1 Desember 2020 Monkey Forest juga menawarkan aktivitas wisata outing, education, dan event. Pada 2013, Monkey Forest Ubud mendapat Kalpataru.

 

Dua ekor monyet ekor panjang yang sedang mencari kutu di Monkey Forest Ubud, Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version