Mongabay.co.id

Tidak Hanya Menemukan, Charles Darwin Juga Memakan Satwa Temuannya

 

 

Charles Darwin dikenal di seluruh dunia sebagai naturalis yang mengemukakan teori evolusi dalam bukunya yang fenomenal “On the Origin of Species” tahun 1859. Teori Darwin sangat sensasional, karena saat itu manusia sama sekali tidak menyadari evolusi, dan inilah yang membuat namanya melambung di kalangan para ilmuwan kala itu.

Namun, ada fakta yang mungkin tak banyak orang tahu. Darwin memiliki selera makan dan kegemaran cukup aneh, dia tak hanya ‘menemukan’ hewan-hewan di berbagai penjuru dunia, tapi juga memakannya.

Kecintaan Darwin terhadap hewan langka dimulai selama hari-harinya di Christ’s College, ketika dia bergabung dengan klub yang dikenal sebagai Klub Glutton. Di klub tersebut, para anggotanya bertemu setiap pekan, memiliki misi untuk untuk mengkonsumsi burung dan binatang buas, yang sebelumnya tidak diketahui manusia.

Situs web Universitas Cambridge menulis hari-hari Darwin di kampus:

“Meskipun Darwin akhirnya berhasil dalam ujian akhir, sebagian besar dari tiga tahunnya dihabiskan untuk makan daging eksotis dengan Klub Glutton. Minum terlalu banyak, menunggang kuda, dan tentu saja mengumpulkan kumbang.”

Baca: Dulu Tandus dan Gersang, Kini Pulau Vulkanis di Tengah Atlantik Ini Hijau dan Rimbun

 

Charles Darwin yang dikenal dengan teori evolusinya. Foto: Pixabay/Creative Commons

 

Sepanjang perjalanannya, dikutip dari The Guardian, Klub Glutton mengambil sampel sebagian besar burung, di antaranya elang, burung mirip bangau yang disebut bittern, dan burung hantu cokelat, yang kemudian mereka makan. Awalnya, mereka bersemangat saat mencicipi daging burung-burung tersebut, hingga mereka kemudian kehilangan selera sama sekali saat memakan daging burung hantu yang mereka katakan ‘tak terlukiskan’ rasanya, hingga membuat klub ini bubar. Memilih fokus belajar.

Meski anggota yang lain memilih untuk tak lagi mencicipi daging-daging aneh, namun Darwin justru tumbuh dengan kegemaran yang kuat untuk pilihan makanan yang tidak biasa.

Setelah memulai tur dunianya dengan HMS Beagle pada 1831 hingga 1836, Darwin melanjutkan petualangan kulinernya. Terlepas dari pengabdiannya untuk mempelajari, mengklasifikasikan, dan membuat katalog hewan-hewan yang dia temukan, Darwin juga ternyata mencicipi dagingnya, atas nama sains.

Dalam perjalanannya, Darwin makan daging puma, yang ia gambarkan “rasanya sangat mirip dengan daging sapi muda. Dia juga memakan iguana, armadillo, dan bahkan daging kura-kura raksasa Galapagos yang terkenal. Dia bahkan mencicipi secangkir isi kandung kemih kura-kura, yang dia gambarkan jernih dan “sedikit pahit.”

Dalam buku “Eternal Ephemera: Adaptation and the Origin of Species from the Nineteenth Century through Punctuated Equilibria and Beyond” disebutkan bahwa, saat di Argentina, dia makan daging burung rhea yang mirip burung unta dengan ukuran lebih kecil, yang coba ditangkapnya selama beberapa bulan untuk dipelajari. Rhea adalah burung yang tak bisa terbang yang endemik di Altiplano dan Patagonia di Amerika Selatan.

Baca: Jejak Alfred Russel Wallace Itu Sungguh Mengagumkan

 

Kapal HMS Beagle saat berada di Tierra del Fuego. Lukisan: Conrad Martens/Wikimedia Commons/Public Domain

 

Rupanya, timnya, yang menyadari keinginan Darwin untuk mengkonsumsi makhluk langka, menyiapkan burung itu untuk santapan Natal, tanpa memberi tahu dahulu. Dalam catatannya, Darwin baru menyadari bahwa yang ia santap adalah Avestruz yang sangat langka.

Setelah menyadari bahwa itu adalah rhea kecilnya yang belum terklasifikasi, Darwin panik. Dia memerintahkan semua orang untuk berhenti makan, mengumpulkan semua tulang, bulu, kulit, dan ampela tersisa, segera mengirimnya ke Inggris, untuk disimpan dan dipelajari lebih lanjut.

Menurut catatannya, makanan favorit Darwin selama perjalanan adalah hewan pengerat seberat 10 kilogram, mungkin seekor agouti, yang ia tulis sebagai “daging terbaik yang pernah saya cicipi.”

Meskipun tampaknya berlawanan dengan intuisi, kisah para ilmuwan yang memakan hewan yang mereka pelajari bukan hal baru dalam sejarah sains. Bahkan hingga saat ini, para ilmuwan telah dikenal untuk mengambil sampel hewan favorit mereka, semuanya atas nama keingintahuan ilmiah.

Baca juga: Jejak Manusia Jawa Purba di Museum Sangiran

 

Rute perjalanan Kapal HMS Beagle. Sumber: Wikimedia Commons/Webmaster/Adapted from File:Darwins_Weltumseglung_ohne_Beschriftung/Free to share

 

Mengapa?

Richard Wassersug, profesor kehormatan di Departemen Ilmu Seluler dan Fisiologis di University of British Columbia, Kanada, berpendapat bahwa memakan organisme objek studi lebih merupakan efek samping dari menjadi seorang naturalis.

“Hanya sedikit orang yang tersisa yang memperhatikan alam,” katanya, dikutip dari NPR.

Menurutnya, rasa ingin tahu yang mendorong para ilmuwan untuk mempelajari dunia, membuat mereka ingin mengalaminya lebih lengkap: melalui melihat, mencium, merasakan dan, bahkan mencicipi.

“Menjadi seorang naturalis adalah awal untuk membawa sistem sensorik total Anda ke alam bermain ketika Anda bertemu dengan alam,” katanya.

Sementara itu, Mark Siddal, ahli lintah dan kurator invertebrata di American Museum of Natural History, AS, berpendapat bahwa saintis memakan objek studinya adalah untuk tujuan familiarity.

Selain itu, baginya, hewan-hewan yang dimakan oleh para ilmuwan saat mempelajari, memang aneh bagi sebagian orang. Namun bisa jadi, bagi sebagian yang lain, mereka adalah makanan biasa.

“Bagi orang barat, memakan belalang adalah hal aneh, padahal di tempat lain, belalang merupakan makanan sehat yang dimakan sehari-hari,” paparnya. [Berbagai sumber]

 

 

Exit mobile version