Mongabay.co.id

Suharyanto jadi Kepala BNPB Gantikan Ganip Warsito, Pesan Mereka: Perkuat Mitigasi Bencana

Mayjen TNI Suharyanto jadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang baru menggantikan Letjen TNI Ganip Warsito. Ganip Warsito, Rabu (17/11/21). Foto: BNPB

 

 

Presiden Joko Widodo secara resmi melantik Mayjen TNI Suharyanto sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Istana Negara Jakarta, Rabu (17/11/21). Lulusan Akademi Militer angkatan 1989 itu akan melanjutkan estafet kepemimpinan di BNPB menggantikan Letjen TNI Ganip Warsito. Ganip Warsito akan memasuki masa purna tugas.

Suharyanto mengatakan, akan memberikan respon cepat dan segera turun ke lapangan saat bencana, guna membantu penanganan serta meringankan beban masyarakat terdampak.

“Pada bencana, BNPB akan hadir dalam waktu sesingkat-singkatnya untuk membantu agar masyarakat yang terdampak bencana ini segera mendapat pertolongan dan segera mendapat hak-hak hidup yang mendasar,” katanya dalam rilis kepada media usai pelantikan.

Suharyanto memahami, Indonesia tidak dapat lepas dari rangkaian bencana mulai dari bencana hidrometeorologi, geologi, vulkanologi hingga bencana non-alam seperti pandemi COVID-19.

Dia akan berupaya agar BNPB selalu hadir dalam seluruh tahapan penanggulangan bencana, mulai dari peningkatan kesiapsiagaan, edukasi, mitigasi, tanggap darurat hingga proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Dia juga akan memastikan masyarakat tidak akan berlama-lama menanggung dampak bencana.

Dalam acara serah terima jabatan di Ruang Serbaguna Sutopo Purwo Nugroho, Graha BNPB Jakarta, Suharyanto mengatakan, menggantikan posisi Letjen Ganip tidak mudah. Sosok Ganip, adalah jenderal senior yang selalu menolong junior untuk naik ke jenjang lebih tinggi.

“Pak Ganip ini di TNI-AD cukup populer, bahkan kami junior ini menganggap beliau jenderal penolong,” katanya.

Sebelum mengemban amanah sebagai Kepala BNPB, Suharyanto sebagai Pangdam V Brawijaya. Pria kelahiran Cimahi 8 September 1967 itu mengawali karier militer di Akademi Militer dari kecabangan infanter pada 1989.

“Saya memohon dukungan dari rekan-rekan sekalian. Mari kepercayaan Bapak Presiden kita lanjutkan. Saya memohon dukungan dari seluruh pihak, khusus keluarga BNPB agar penanggulangan bencana di tanah air lebih maksimal dan membawa perubahan lebih baik,” katanya.

Suharyanto juga tercatat sebagai lulusan terbaik Sesko TNI 2013. Dia pernah menjabat Direktur Kontra Separatisme Deputi III BIN 2017-2018, Kasdam Jaya 2018-2019, Sesmilpres Kemensetneg RI 2019-2020, Pangdam V/Brawijaya pada 2020—2021 dan Kepala BNPB per 2021.

Ganip mengatakan, keputusan presiden melantik Suharyanto sebagai Kepala BNPB merupakan langkah sangat tepat. Menurut dia, Suharyanto memiliki kapasitas dan segudang prestasi yang dapat mendukung penanganan bencana.

 

Mayjen TNI Suharyanto jadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang baru dan istri, beserta Letjen TNI Ganip Warsito dan istri.saat serah terima jabatan, Rabu (17/11/21). Foto: BNPB

 

Perkuat mitigasi bencana

Trinirmala Ningrum, dari Perkumpulan Skala mengatakan, belum terlalu mengenal sosok Suharyanto. Berbeda dengan Kepala BNPB dua periode sebelumnya Doni Munardo beberapa kali bertemu langsung.

“Dengan Pak Doni sebelumnya malah pernah bertemu saat menangani Citarum. Beberapa kali memang di pertemuan lingkungan, Pak Doni cukup konsen kelihatan dan kita cukup kenal namanya. Yang baru ini saya malah belum pernah dengar namanya,” katanya.

Meski begitu, dia berharap BNPB di bawah Suharyanto bisa membawa perubahan lebih baik terutama dalam memperkuat mitigasi atau pencegahan bencana. Pencegahan, katanya, penting mendapatkan perhatian serius.

“Indonesia hampir setiap wilayah mengalami bencana. Gempa, tsunami, apalagi sekarang banjir, longsor. Perubahan iklim sudah memperlihatkan dampak cukup dahsyat bagi Indonesia,” katanya.

Untuk itu, perlu bukan hanya saat penanganan dan respon setelah terjadi bencana tetapi dari pencegahan. “Kalau yang diutamakan respon, pasti akan begitu lagi. Justru yang ditekankan upaya-upaya pengurangan risiko bencana.”

Menurut dia, hal perlu diperhatikan adalah kerusakan lingkungan di berbagai daerah. Bencana seringkali terjadi karena kualitas lingkungan makin memburuk.

“Kita tak bisa berkelit mau tidak mau, BNPB harus masuk jadi bagian dari perencanaan pembangunan. Bukan sekadar respon. Harus bisa menekan dan memberikan sumbangan pemikiran bahwa pembangunan itu bukan hanya membabat hutan.”

Saat ini, katanya, pembahasan RUU Penanggulangan Bencana sedang dibahas di DPR. Menurut Tri, penting segera merampungkan pembahasan RUU ini untuk memperkuat peran BNPB. Jadi, katanya, BNPB tak hanya berperan pasca bencana, juga bisa melakukan berbagai upaya mencegah bencana.

“Regulasinya saat ini di DPR. Kami bersama teman-teman mengajukan perubahan UU ingin memperkuat BNPB. Terutama sisi pengurangan risiko bencana.”

 

Longsor di Deli Serdang, Sumut yang terjadi pekan ini. Foto: BNPB

 

Dia biang, pemilihan Kepala BNPB dari kalangan TNI karena kemampuan koordinasi dan kesiapsiagaan dalam merespon bencana. Dia berharap, Suharyanto, bisa membawa perubahan lebih baik.

Zenzi Suhadi., Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, Indonesia berada di wilayah ring of fire dan negara kepulauan. Sedangkan ekonomi terbangun dari eksploitasi sumber daya alam.

Penanganan bencana, katanya, bukan hanya soal menyelamatkan orang. Tetapi bagaimana menempatkan nilai-nilai universal kemanusiaan bisa diberlakukan dalam konteks penanggulangan bencana.

“Kita berharap Kepala BNPB yang baru bisa memperkuat perspektif ini dalam upaya penanggulangan bencana baik itu mendorong penurunan bencana, menggali akar persoalan bencana. Juga terlibat aktif di dalam mendorong regulasi yang dapat menurunkan kejadian bencana dan angka korban,” katanya.

Dengan dampak krisis iklim makin nyata, daya dukung dan daya tampung lingkungan makin ambruk, katanya, bencana di Indonesia akan makin meningkat, dan korban bisa makin banyak.

“Yang ditekankan tidak hanya respon penanganan pasca bencana, tapi sisi pencegahan. BNPB harus dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan. BMKG juga harus dilibatkan. Dua lembaga ini mempunyai pengetahuan dan pengalaman kuat mereduksi bencana dan korban.”

BNPB, katanya, penting terlibat dalam penyusunan regulasi dan perencanaan pembangunan karena mereka yang akan menerima beban penanggulangan bencana. “Mereka juga yang tahu wilayah yang berisiko bencana.”

Jadi, kata Zenzi, dengan pengetahuan dari BNPB dan BMKG seharusnya jadi rujukan utama. Artinya, tidak ada upaya politik ataupun upaya lain yang menawar.

“Misal, kalau BNPB menyatakan ini daerah rawan bencana, maka semua harus menghormati. Tidak merencanakan pembangunan yang lebih meningkatkan risiko bencana di sana. Begitu juga BMKG yang mempunyai data teknologi yang berkaitan prediksi-prediksi klimatologi. Informasi dan data dari mereka ini penting untuk jadi rujukan dalam perencanaan pembangunan.”

Dia juga berharap Suharyanto bisa menghilangkan ego sektoral dalam pencegahan dan penanggulangan bencana.

Ego sektroal itu, kata Zenzi, mestinya tidak ada lagi. Indonesia ini masuk ke titik nadir kritis yang sangat berisiko bukan hanya kepada rakyat, kepada lingkungan, tetapi mengancam keamanan Indonesia. “Indonesia bisa ambruk karena bencana ekologis. Harapannya, kepalaKBNPB yang baru bisa memecah ego sektoral ini. Yang penting kepemimpinan, membangun perspektif penyelamatan kemanusiaan, pemulihan lingkungan, mencegah peningkatan bencana. Kalau perspektif itu didorong ke depan, semua akan terpimpin.”

Leonard Simanjuntak, Direktur Greenpeace Indonesia mengatakan, Indonesia didominasi bencana hidrometeorologi. Kondisi ini, katanya, berkaitan langsung dengan krisis iklim dan degradasi lingkungan hidup.

Menurut dia, krisis iklim biasa menghasilkan fenomena-fenomena cuaca ekstrem. Kalau berkombinasi dengan degradasi lingkungan serius, katanya, bencana akan jadi sangat besar.

“Saya kira peran BNPB kalau bisa lebih kuat dalam advokasi untuk mengatasi krisis iklim. BNPB ini direpotkan dengan makin sering dan makin besar skala bencana.”

Suharyanto, katanya, bisa mencontoh Doni Munardo. Sosok Doni mempunyai pengetahuan dalam tentang krisis iklim. Dia juga mengerti aspek baik advokasi atau kampanye ataupun mitigasi.

“Kuatnya itu tentu dalam konteks bagaimana menyuarakan agar persoalan deforestasi ditangani serius. Persoalan yang menyebabkan memburuknya krisis iklim walaupun bukan tupoksi BNPB langsung. Harusnya Kepala BNPB punya pengaruh untuk menyuarakan ini.”

BNPB, katanya, harus punya suara kuat dalam proses perencanaan pembangunan seperti pernah disampaikan Presiden Jokowi saat melantik Doni Munardo, sebagai Kepala BNPB, beberapa tahun lalu. Kala itu presiden menyebutkan, dalam memulai perencanaan pembangunan, harus dengan perspektif kesiapan bencana.

“Artinya, tentu harusnya melibatkan baik BNPB maupun BPBD. Sekarang yang penting political will kepala daerah untuk melibatkan mereka dalam perencanaan pembangunan.”

 

 

*****

Foto utama: Mayjen TNI Suharyanto jadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang baru menggantikan Letjen TNI Ganip Warsito. Ganip Warsito, Rabu (17/11/21). Foto: BNPB

Exit mobile version