Mongabay.co.id

Mangrove Camp Kurri Caddi, Upaya Generasi Muda Menjaga Pesisir

 

Minggu pagi (5/12/2021), pantai yang basah setelah hujan deras dan angin yang kencang tak seperti biasanya, tak menyurutkan tekad sekitar 100 orang dari 43 komunitas dan organisasi kepemudaan di Sulawesi Selatan, turun ke pantai menanam mangrove. Tepatnya di pantai Kurri Caddi, Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, Sulsel.

Kegiatan pagi itu, setelah malam sebelumnya diadakan diskusi tentang mangrove, adalah bagian dari kegiatan Mangrove Camp yang diadakan selama dua hari, 4-5 Desember 2021, oleh mangrove.id, sebuah komunitas pemuda yang menghususkan diri pada kegiatan pelestarian mangrove.

Dalam kegiatan bertema ‘Peran Rehabilitasi Mangrove dalam Menjaga Perubahan Iklim” ini, mereka menanam sekitar 2.000 bibit mangrove dengan bibit berasal dari BPTH Wilayah II Makassar dan Ikatan keluarga Lantebung (IKAL). Mereka menghimpun dana dari beragam donasi dan bantuan dari LAZISMU.

Awhy Afriliansyah, pendiri Mangrove.id, menyatakan tujuan kegiatan ini adalah menghimpun kembali generasi muda peduli mangrove untuk secara aktif melakukan penanaman di tengah kondisi pandemi Covid-19.

“Konsep kegiatan adalah volunterisme dengan harapan kerja-kerja relawan akan terus hidup, bahwa untuk lingkungan sekitar untuk kepentingan bersama itu tidak perlu ada upah karena kalau bukan kita yang berbuat siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi,” ungkap Awhy.

Menurut Awhy, tujuan kegiatan ini di antaranya adalah sebagai wadah menghimpun generasi muda untuk secara aktif melakukan penanaman mangrove di masa pandemi Covid-19, yang karena adanya pembatasan sehingga jarang dilakukan.

Tujuan lainnya adalah memberi perhatian wilayah pelosok yang belum atau jarang tersentuh program padahal berada dalam kondisi kritis.

“Selama ini kegiatan hanya fokus pada wilayah-wilayah yang sebenarnya sudah mapan dan berkembang, sementara masih banyak wilayah-wilayah lain yang lebih butuh penanganan dan perhatian untuk rehabilitasi.”

baca : Situs Belajar Mangrove Kurri Caddi Maros, Kisah Sukses Rehabilitasi Metode EMR

 

Sekitar 100 orang dari 43 komunitas di Sulsel mengikuti kegiatan Mangrove Camp yang diselenggarakan oleh mangrove.id di pantai Kurri Caddi, Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, Sulsel. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Dari kegiatan ini, diharapkan juga menjadi ajang edukasi bagi generasi muda yang punya kepedulian namun kurang memahami hal-hal yang terkait mangrove, dari segi jenis, manfaat dan cara penanaman yang baik, serta kaitannya dengan keberlanjutan ekosistem pesisir.

“Kami juga berharap semoga ke depannya keberadaan mangrove.id ini bisa membantu atau memfasilitasi teman-teman dalam upaya pelestarian mangrove semaksimal mungkin.”

Mangrove Camp ini juga bertujuan memperkenalkan eksistensi mangrove.id sebagai sebuah wadah yang dibangun untuk memfasilitasi kegiatan yang berfokus ke lingkungan pesisir, khususnya dalam edukasi dan rehabilitasi.

“Kadang ada keinginan untuk melakukan penanaman mangrove namun terkendala masalah pengadaan bibit, sehingga kami harap mangrove.id ini bisa membantu teman-teman untuk mendapatkan bibit-bibit tersebut.”

Awhy berharap dengan diadakannya kegiatan ini dapat menimbulkan semangat baru bagi semua pihak yang terlibat dan melakukan pendampingan, khususnya di dalam kegiatan edukasi dan rehabilitasi yang mulai menurun akibat terjadinya pandemi Covid-19.

“Kami juga berharap dengan kehadiran mangrove.id bisa menjadi wadah untuk memfasilitasi, mendukung kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan mangrove serta menjadi awal untuk menjadi komunitas untuk menciptakan kegiatan yang bermanfaat.”

baca juga : Kembali Lebat, Ini Cerita Sukses Rehabilitasi Mangrove Kurricaddi

 

Generasi muda berperan dalam menekan laju kerusakan mangrove melalui aksi-aksi peduli dan sosialisasi kepada masyarakat terkait pentingnya mangrove. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Peran Mangrove

Direktur Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, Nirwan Dessibali hadir sebagai narasumber dalam dialog bersama peserta Mangrove Camp menjelaskan sejumlah hal terkait mangrove dalam kaitannya dengan perubahan iklim.

Nirwan menyampaikan bagaimana krisis iklim terjadi, banyak disebabkan gas rumah kaca yang mengakibatkan suhu bumi semakin panas. Hal ini disebabkan oleh faktor seperti penggunaan bahan bakar tidak ramah lingkungan, deforestasi, penggunaan freon, industri dan lainnya.

“Ini menyebabkan pemanasan global yang selanjutnya menyebabkan perubahan iklim dan tentunya meningkatkan risiko bencana,” katanya.

Menurutnya, mangrove berperan dalam menekan laju peningkatan konsentrasi gas rumah dimana memiliki kemampuan menyerap karbon dari udara dan kemampuan menyimpan karbon dalam tanah sehingga dapat berperan sebagai mitigasi dan adaptasi.

Mangrove juga dapat menjadi alat untuk adaptasi dan mitigasi risiko bencana karena perubahan iklim seperti pemanasan global, tsunami, ombak besar, kenaikan muka air laut dan lainnya.

“Seperti kita ketahui dari berbagai hasil riset telah mengungkapkan mangrove memiliki kemampuan lebih besar daripada hutan di teresterial untuk mengurangi gas rumah kaca di atmosfer.”

baca juga : Tanam Mangrove Gunakan Anyaman Daun Lontar, Solusi Pengganti Polybag Plastik

 

Situs Belajar Kurri Caddi kini menjadi salah satu tujuan wisata pesisir di Kabupaten Maros. Dibangun sejak 2014, kawasan ini dan tambak sekitarnya kini dipenuhi tanaman mangrove. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay-Indonesia.

 

Dikatakan Nirwan bahwa hutan di teresterial disimpan di atas tanah di dalam biomassanya, sementara mangrove disimpan di dalam tanah. Penyerapan karbonnya 4 kali lebih besar dari hutan teresterial. Menjaga 1 ha mangrove sama dengan menjaga 4 ha hutan terestrial dalam kontes penyerapan karbon.

“Tapi hal penting lainnya, ketika mangrove rilis ke udara karena adanya alih fungsi dan deforestasi lebih besar karbon yang dilepas ke udara, dimana lebih besar 12 kali lipat dibandingkan hutan di teresterial.”

Karena hal itulah, lanjutnya, rehabilitasi mangrove dan melindungi mangrove berkontribusi besar dalam mengurangi emisi karbon.

“Di sinilah vitalnya mangrove bagaimana seharusnya direhabilitasi agar kemampuan menyerap bisa meningkat dan menjaga yang ada agar bisa mengurangi laju peningkatan gas rumah kaca yang disebabkan perubahan iklim.”

Selain dari sisi penyerapan karbon, lanjutnya, mangrove memiliki beragam manfaat baik secara ekologi maupun ekonomi.

“Sebanyak 75 persen ikan komersial pernah bertumbuh di mangrove, sumber penghidupan dan mata pencaharian masyarakat, benteng pesisir dari abrasi, tsunami dan angin, menjebak sedimen, habitat bagi banyak satwa dan lainnya.”

Mangrove di Indonesia saat ini merupakan yang terluas di dunia. Data terbaru yang telah dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam Peta Mangrove Nasional 2021 disebutkan sebesar 3.364.080 Ha, atau sekitar 23 persen dari mangrove di dunia.

Hanya saja, selain sebagai negara dengan mangrove terluas, Indonesia juga menempati posisi pertama sebagai negara dengan kerusakan mangrove terbesar di dunia, dimana Indonesia kehilangan mangrove 52.000 ha per tahun.

“Faktor utama hilangnya mangrove disebabkan oleh alih fungsi lahan khususnya untuk tambak dan kegiatan illegal logging, sehingga upaya generasi muda yang masif melakukan kegiatan rehabilitasi mangrove adalah kabar yang baik untuk menekan laju kerusakan.”

 

Puluhan penggiat mangrove mengikuti Edutrip Mangrove memperingati International Mangrove Day 2018 yang diselenggarakan oleh Blue Forests di kawasan mangrove pantai Kurricaddi, Desa Nisombala, Kecamatan Marusu, Maros, Sulsel. Mangrove Kurricaddi sukses direhabilitasi dari lahan bekas tambak. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Meski demikian, upaya rehabilitasi ini ke depan perlu memperhatikan berbagai pertimbangan aspek teknis dan keberlanjutan. Selama ini banyak upaya rehabilitasi dengan melakukan penanaman berakhir gagal.

Aspek teknis yang perlu dilakukan, lanjut Nirwan, adalah menentukan lokasi harus mempertimbangkan apakah dulunya kawasan tersebut adalah wilayah mangrove, apakah aspek kepemilikan lahan clear and clean atau tidak ada konflik.

Selanjutnya apakah ada faktor gangguan mangrove tumbuh seperti, ternak, ombak dll. Jika ada gangguan tersebut maka harus diatasi terlebih dahulu. Apakah ada gangguan hidrologis, apakah bibit tersedia di lokasi rehab dan dapat menyebar. Jika dapat menyebar maka tidak perlu dilakukan penanaman.

“Jika bibit tidak dapat menyebar maka perlu dilakukan penanaman baik itu propagul, wilding, penyebaran, atau bibit yang terlebih dahulu disemai. Untuk penanaman harus memperhatikan jenis bibit ditanam sesuai dengan lokasinya.”

Sementara aspek keberlanjutan memperhatikan penguatan mata pencaharian, komitmen pengelolaan rehabilitasi jangka panjang, penguatan kelembagaan masyarakat lokal dan optimasi pemanfaatan jasa ekosistem.

 

Exit mobile version