Mongabay.co.id

Tujuh Berita Lingkungan Positif Terpopuler Sepanjang 2021 Versi Mongabay

Ilustrasi oleh Maria Angeles Salazar untuk Mongabay. Instagram: @masaru_arts.

 

Kita mungkin merasa sedih melihat perkembangan dan kondisi lingkungan hidup global selama tahun 2021. Di tahun ini, lebih dari satu juta spesies terancam punah, kadar karbondioksida di atmosfer terus meningkat, dan planet ini diguncang oleh rangkaian bencana alam akibat cuaca ekstrem yang merupakan dampak dari perubahan iklim.

Dalam banyak hal, masyarakat global masih berjuang mengatasi pandemi COVID-19 yang merenggut banyak nyawa dan menjungkirbalikkan ekonomi dan mata pencaharian banyak orang di seluruh dunia. Di tengah tragedi ini, KTT iklim COP26 yang sangat dinanti-nantikan di Glasgow, Skotlandia –meskipun dianggap sebagai langkah maju dalam banyak hal– masih gagal memberikan komitmen global untuk mencapai emisi karbon nol-bersih pada tahun 2030.

Namun ada beberapa alasan penting mengapa kita masih terus penuh harapan. Tahun 2021 ini, ada lompatan besar ke depan dalam upaya-upaya dan pendanaan konservasi, pemulihan spesies, inovasi teknologi, kemenangan hak-hak masyarakat adat, sorotan yang lebih tajam pada reboisasi, komitmen ambisius untuk konservasi hutan tropis, dan, terlepas dari masalah akses, komitmen yang jauh lebih kuat kehadiran aktivis di KTT iklim tahunan daripada yang pernah terlihat sebelumnya.

Inilah beberapa hal yang membuat kita kita penuh harap, dan optimis bahwa kondisi lingkungan hidup kita akan (dan harus) terus lebih baik.

  1. Bertambahnya kawasan lindung 

Pada saat pemerintah Australia menuai kritik atas deklarasi COP26, negara tersebut telah membuat kemajuan yang signifikan dalam hal penambahan kawasan lindung laut. Dua taman nasional laut baru dengan area yang luasnya dua kali luas kawasan konservasi Laut Great Barrier Reef telah ditetapkan. Keduanya mencakup area perlindungan laut seluas  740.000 kilometer persegi. Selain itu, negara bagian Australia Selatan menambahkan hampir 60.000 hektar lahan dengan menyatakan Taman Nasional Nilpena Ediacara sebagai taman nasional terbarunya.

Di belahan dunia lain, Panama mendeklarasikan cagar laut yang ukurannya sama dengan luas seluruh daratan negara itu, tiga kali lipat ukuran Kawasan Konservasi Laut Cordillera de Coiba, sementara Ekuador mengumumkan perluasan 60.000 kilometer persegi ke Cagar Alam Laut Galápagos. Presiden kedua negara tersebut mengikuti rekan-rekan mereka dari Kosta Rika dan Kolombia untuk memperluas dan menggabungkan kawasan perlindungan laut mereka.

baca : Apakah Konservasi Kawasan Perairan Sudah Berjalan Baik di Indonesia?

 

Seekor hiu paus berenang di perairan Pulau Darwin di Kepulauan Galapagos. Foto : Shawn Heinrichs/SeaLegacy.

 

  1. Pendanaan baru dalam upaya konservasi 

Berbagai negara dunia telah berkomitmen untuk merestorasi alamnya dengan beberapa negara diantaranya terlihat berkomitmen merestorasi paling ambisius dari sebelumnya. Tetapi sektor swasta bergerak lebh maju tahun ini, didorong oleh pendanaan dari para individu dan berbagai yayasan. Konservasi dan ekowisata juga terbukti menjadi sumber pendapatan penting bagi masyarakat lokal.

Tahun 2021, lebih banyak komitmen pendanaan untuk konservasi keanekaragaman hayati dari sumber-sumber non pemerintah. Komitmen 5 miliar USD dibuat oleh sembilan organisasi untuk mendistribusikan pendanaan selama 10 tahun mendatang dalam sebuah rencana yang disebut “Protect Our Planet Challenge”.  Rencana itu juga disebut sebagai “30×30” karena berupaya melindungi dan melestarikan 30% wilayah daratan dan lautan planet ini pada tahun 2030.

Konservasi terbukti sekali lagi dapat menguntungkan, dan secara nyata dengan memberikan peluang ekonomi dan pendapatan baru bagi penduduk setempat. Di Indonesia, Taman Nasional Way Kambas telah membantu membangun ekonomi kreatif baru yang dibangun di sekitar konservasi Badak Sumatera yang terancam punah. Peluang usaha kecil dan menengah telah berkembang di sekitar taman nasional, yang menciptakan peluang kerja, terutama bagi perempuan.

Aktor pemenang Oscar dan pemerhati lingkungan hidup Leonardo DiCaprio mempelopori janji sebesar 43 juta USD untuk memulihkan Kepulauan Galápagos. Ini didanai dalam kemitraan bersama organisasi yang ia dirikan bersama, Re:wild, dan komunitas lokal di Kepulauan Galápagos beserta dengan Island Conservation and the Galápagos National Park Directorate. Paula A. Castaño, spesialis restorasi yang bekerja di Floreana Island Ecological Restoration Project, akan membantu upaya tersebut serta menggunakan akun Twitter dan Instagram DiCaprio untuk menyebarkan informasi terkait proyek tersebut.

baca juga : Beginilah Kala Leonardo DiCaprio Mampir ke Taman Nasional Leuser di Ketambe

 

Leonardo DiCaprio (kanan) saat mengunjungi CRU Serbajadi Aceh Timur, Aceh didampingi Rudi Putra (FKL) dan Farwiza Farhan (HAkA) pada 26-27 Maret 2016. Foto: Paul Hilton

 

  1. Kemenangan masyarakat adat 

Ternyata tahun 2021 melanjutkan tren pengakuan hak masyarakat adat dan kontribusi abadi mereka sebagai penjaga pelestarian dan perlindungan ekosistem yang paling efektif. Meskipun hak atas tanah tetap menjadi sumber masalah, potensi keadilan hak adat dan kemampuan masyarakat adat dan komunitas lokal (indigenous peoples and local communities /IPLC) untuk memainkan peran kunci dalam memerangi perubahan iklim telah mendapatkan pengakuan lebih lanjut di forum internasional, termasuk di COP26 Glasgow.

Pemerintah Peru, setelah 20 tahun ditunggu-tunggu, secara resmi mengesahkan kawasan khusus untuk masyarakat adat di Loreto dekat perbatasan dengan Brasil. Kawasan Adat Yavarí Tapiche ini mencakup 1,1 juta hektar khusus untuk masyarakat adat yang belum tersentuh pembangunan, yang didirikan berdasarkan undang-undang Peru yang mengatur wilayah untuk masyarakat dalam isolasi (PIACI), mengatasi penentangan dari perusahaan minyak yang beroperasi di lokasi tersebut pada tahun 2013. Kementerian Kebudayaan Peru mengatakan ini adalah cagar pertama dari jenisnya untuk dibentuk setelah penerapan undang-undang PIACI.

Di belahan dunia lain, setelah berkonflik selama bertahun-tahun sejak 1996, usulan proyek pembangkit listrik tenaga air Athirapilly akhirnya dibatalkan oleh pemerintah Kerala di India karena protes lingkungan dan komunitas suku, untuk melindungi satu-satunya hutan sungai Kerala, dan ratusan anggota masyarakat adat setempat.

Di COP26 ada pengakuan bersejarah tentang peran kunci yang akan dimainkan oleh masyarakat adat dalam memerangi perubahan iklim. Sebuah studi bersama yang dirilis pada minggu kedua COP26 menguraikan bukti yang menunjukkan bahwa jika negara-negara hutan hujan tropis ingin memenuhi tujuan Perjanjian Paris mereka, tindakan paling efektif yang dapat mereka ambil adalah mengembalikan hak atas tanah kepada masyarakat adat dan komunitas lokal. Tanah tersebut mencakup area yang setara dengan Amerika Serikat, namun masyarakat adat dan komunitas lokal hanya memiliki hak sekitar setengahnya.

Diperkirakan 253,5 gigaton karbon tersimpan di tanah ini (yang merupakan 60% dari hutan tropis dunia), namun 130 gigatonnya (52%) berada di area yang saat ini tidak diakui secara hukum sebagai wilayah masyarakat adat.

Tapi ada dorongan untuk mengatasi ini. Inisiatif Amazon Sacred Headwaters menyerukan untuk melindungi 80% (35 juta hektar) Amazon di Peru dan Ekuador pada tahun 2025. Inisiatif ambisius ini, yang diungkapkan oleh sekelompok organisasi adat, sejauh ini telah disambut positif oleh Pemerintah Peru dan Ekuador, meskipun ketergantungan negara-negara tersebut pada industri ekstraktif di hutan hujan dapat memperumit masalah.

Hak positif lain yang terjadi adalah, pada 10 September, Kongres Konservasi Dunia IUCN mendukung tindakan adat untuk melindungi 80% dari seluruh Lembah Amazon pada tahun 2025. Pemungutan suara tersebut mendapat persetujuan dari 61 pemerintah, 600 LSM dan organisasi masyarakat adat.

perlu dibaca : Masyarakat Adat, Krisis Iklim dan Konflik Pembangunan. Bagaimana Solusinya?

 

José Gregorio Díaz Mirabal saat berbicara dalam konferensi pers acara kongres IUCN Congress di Marseille, Perancis. Foto : istimewa

 

  1. Restorasi dan pelepasliaran 

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi mendeklarasikan tahun 2020-an sebagai “Dekade Restorasi Ekosistem’ yang menyerukan kepada negara-negara di seluruh dunia untuk memulihkan 1 juta hektar lahan terdegradasi, atau setara dengan area yang lebih besar dari wilayah negara China. Mengingat separuh PDB dunia bergantung pada alam, hal ini menjadi berita bagus bagi perekonomian, dengan setiap dolar yang dihabiskan untuk restorasi menghasilkan $30 manfaat.

“Dekade Restorasi Ekosistem ini berlangsung dari tahun 2021 hingga 2030, yang juga merupakan batas waktu untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dan garis waktu yang telah diidentifikasi oleh para ilmuwan sebagai kesempatan terakhir untuk mencegah bencana perubahan iklim,” kata PBB.

Dalam dua dekade terakhir, area hutan yang lebih besar dari ukuran Madagaskar atau Prancis (58,9 juta hektar) benar-benar telah tumbuh kembali, menurut studi yang dilakukan oleh BirdLife International, WCS dan WWF. Pohon-pohon yang telah ditanam tersebut berpotensi menyerap lebih dari 5,9 miliar ton karbon dioksida, atau lebih dari jumlah emisi tahunan Amerika Serikat.

Beberapa titik api yang diidentifikasi untuk restorasi ekosistem ini, ternyata tumpang tindih dengan daerah yang mengalami laju deforestasi tinggi, seperti Brasil. Alasannya adalah terkadang lahan yang dibuka untuk pertanian kemudian ditinggalkan karena mungkin sudah tidak subur lagi. Faktor-faktor yang menyebabkan beberapa regenerasi adalah “perlindungan lokal yang memberikan ruang dan kesempatan bagi pohon untuk pulih,  dan juga masyarakat yang beralih dari pertanian karena penduduk lokal pindah ke daerah perkotaan atau karena praktik pertanian berubah.”

Sejalan dengan restorasi pohon, muncul inisiatif menarik dari Jane Goodall, yang telah menjanjikan dukungannya untuk menanam 1 triliun pohon pada tahun 2030, yang berpotensi meningkatkan tutupan pohon di seluruh dunia hingga sepertiga mulai hari ini. Trees for Jane bermitra dengan Trillion Tree Campaign (1t.org) dan LSM Jerman Plant-for-the-Planet. Karena reboisasi dan penanaman pohon berpotensi berdampak negatif pada ekosistem asli jika dilakukan secara tidak benar, Goodall mendorong Trillion Tree Campaign yang akan fokus tentang bagaimana penanaman kembali dapat dilakukan secara bertanggung jawab. Pedoman juga telah dilembagakan mengenai jenis proyek penanaman pohon yang dapat dibiayai di bawah inisiatif ini.

Tahun 2021 ini Mongabay meluncurkan database online proyek penanaman pohon untuk meningkatkan transparansi bagi calon donor. Mongabay Reforestation Directory melakukan penilaian terhadap 350 proyek di 80 negara menggunakan 36 kriteria yang ditentukan ahli, dan hasil penilaian ini akan bisa diakses publik.

baca juga : Ini Penemuan-penemuan di Laut Dalam Paling Menakjubkan selama 2021

 

Dr.Jane Goodall, ahli konservasi global yang juga anggota dewan penasehat Mongabay bersama Freud,seekor simpanse dari Gombe. Foto : Michael Neugebauer

 

  1. Banyak spesies yang hilang kini kembali lagi 

Banyak spesies yang sebelumnya diambang kepunahan atau menghilang (dianggap punah), di tahun 2021 ini populasi mereka terlihat naik kembali atau terlihat sekali lagi di alam liar.

Butuh waktu 30 tahun bagi burung layang-layang merah (Milvus milvus) terlihat kembali di Inggris yang mencapai 2000 pasang individu. Burung pemangsa ini pernah hanya berjumlah 37 pasang individu di Inggris selatan pada pertengahan 1990-an.

Meski masih dianggap rentan, panda raksasa (Ailuropoda melanoleuca) China tidak lagi terancam punah, berkat upaya konservasi selama bertahun-tahun. Populasi panda di alam liar sekarang berjumlah sekitar 1.800. Kembalinya hewan ikonik ini memberikan kepercayaan lebih lanjut dalam upaya konservasi bagi warga China, karena banyak yang menggunakan platform media sosial untuk menyuarakan kegembiraan mereka pada kesempatan itu. Restorasi hutan bambu dan habitatnya dianggap sebagai faktor penting  dalam pemulihan populasi panda raksasa.

 

Seekor panda raksasa (Ailuropoda melanoleuca) memanjat pohon di Pusat Penangkaran dan Konservasi Bifengxia Giant Panda di Sichuan, China. Foto : Binbin Li/Duke University

Paus bungkuk (Megaptera novaeangliae) telah bangkit kembali ke sekitar 93% dari populasi aslinya sebelum perburuan paus modern pada tahun 1830. Ini terjadi setelah mereka hampir punah pada pertengahan abad ke-20, menurun dari 27.000 individu menjadi perkiraan populasi hanya 450 individu. Kenaikan populasinya sebagian besar dikarenakan adanya larangan penangkapan ikan paus komersial tahun 1986. Sebuah studi baru-baru ini memperkirakan bahwa populasinya bakal pulih pada tahun 2030.

Populasi tikus bandicoot bergaris timur (Perameles gunnii)  juga pulih secara menakjubkan dari ambang kepunahan, naik dari 150 individu ke 1.500 individu sebagai hasil konservasi selama 30 tahun.

Seekor paus bungkuk dengan anaknya. Foto : WWF

 

  6. Komitmen COP26, pembatalan batubara, dan aktivisme menjadi pusat perhatian

 

Jalan masih panjang untuk bisa beralih dari bahan bakar fosil ke bahan bakar terbarukan, tetapi tahun 2021 ini kita melihat langkah-langkah maju yang  menggembirakan. Meskipun COP26 mungkin tidak menutup celah pada jalur netral karbon yang layak, Pakta Iklim Glasgow memiliki beberapa perbedaan utama dari Perjanjian Paris yang menurut para ahli memberi kita peluang untuk bertahan dari pemanasan suhu global di bawah 2° Celcius jika tindakan dan komitmen yang dibuat dalam pakta dipatuhi sepenuhnya. Setiap pemerintah diharapkan untuk kembali dengan komitmen yang lebih kuat di setiap COP tahunan, bukan lagi setiap lima tahun.

Tahun 2021 juga menyaksikan tindakan keras yang unik dan agresif terhadap pembangkit listrik tenaga batu bara baru dan yang sudah ada di seluruh dunia. Beberapa cerita paling positif datang dari Indonesia, di mana LSM lingkungan, Walhi memenangkan gugatan terhadap PT Mantimin Coal Mining karena mendapatkan izin operasi di Kalimantan tanpa melengkapi izin lingkungan.

 

Kampung Batutangga yang berada di lembah Pegunungan Karst Meratus, yang terancam hilang dan tergusur jika aktivitas pertambangan dilakukan PT Mantimin Coal Mining. Foto :Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

Sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa rencana untuk 75% pembangkit listrik batu bara baru dihentikan atau dibuang sama sekali sejak Perjanjian Paris 2015 ditandatangani. Presiden Xi Jinping mengumumkan pada bulan September bahwa China tidak akan lagi membiayai pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri, tetapi janji ini membuka celah yang memungkinkan negara tersebut untuk berinvestasi dalam proyek batu bara lainnya, termasuk pembangkit gasifikasi di Indonesia.

Di Amerika Utara, perusahaan raksasa bahan bakar fosil lainnya jatuh: proyek pemasangan pipa Keystone XL sepanjang 1.900 kilometer akhirnya dihentikan setelah Presiden AS Joe Biden membatalkan izinnya.

Jika mencermati dinamika COP26, mungkin kita mendengar tentang Deklarasi Para Pemimpin Glasgow tentang Penggunaan Hutan dan Lahan (Glasgow Leaders Declaration on Forest and Land Use). Deklarasi ini, yang didukung oleh 133 pemimpin dunia, menyatakan: “Kami berkomitmen untuk bekerja sama menghentikan dan mengembalikan hilangnya hutan dan degradasi lahan pada tahun 2030 sambil menerapkan pembangunan berkelanjutan dan mempromosikan transformasi pedesaan yang inklusif.” Secara total, negara-negara yang telah menandatangani deklarasi itu menyumbang sekitar 90% dari tutupan hutan global.

Dan terakhir, warga di seluruh dunia membuat suara mereka terdengar keras dan jelas selama “Hari Aksi Iklim Global,” dengan lebih dari 100 demonstrasi di Inggris saja dan menarik 100.000 pengunjuk rasa ke jalan-jalan utama di Glasgow. Aksi itu juga dilakukan di 100 negara lain. Aktivis muda dari seluruh dunia, termasuk Greta Thunberg, menuntut tindakan lebih keras dari para pemimpin dunia yang hadir di COP26.

Generasi muda yang terlibat dalam aksi perduli iklim ‘monster sampah’ di Makassar, pada Oktober 2021. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

  1. Munculnya teknologi-teknologi baru 

Teknologi tidak diragukan lagi berperan dalam memerangi perubahan iklim, termasuk melalui potensinya untuk merombak sistem pangan kita. Sebuah studi baru menunjukkan teknologi yang muncul dapat membuka jalan bagi pertanian net-zero hanya dalam beberapa dekade. Karena sektor ini menyumbang sekitar sepertiga dari emisi gas rumah kaca secara global, hal ini adalah berita yang disambut baik. Sebuah studi tambahan mencatat bahwa Eropa memiliki potensi untuk memberi makan 600 juta orang sepenuhnya dari pertanian organik saja pada tahun 2050.

Di COP26, teknologi baru penghilang metana di atmosfer yang menjanjikan dibahas secara luas. Meskipun metana hanya terdiri dari 2 bagian per juta di atmosfer, namun metana memerangkap 85% lebih banyak panas selama 20 tahun jika dibandingkan dengan CO2. Seratus negara setuju untuk pengurangan 30% emisi metana yang disebabkan manusia pada tahun 2030.

Teknologi ini diharapkan bisa mengatasi kelemahan komitmen global dalam COP26. Diperlukan hingga $50 juta untuk menguji teknologi ini, yang memiliki beberapa tahapan yang sebagian besar merupakan proses oksidasi memecah metana menjadi partikel CO2 yang lebih kecil, yang nantinya hanya akan memiliki 1/44 kapasitas metana yang memerangkap panas.

***

 

Artikel asli berbahasa Inggris dapat dibaca di tautan The Top Positive Environmental News Stories from 2021. Artikel ini disadur dan diterjemahkan oleh Akhyari Hananto

 

***

 

Keterangan foto utama : Ilustrasi yang dibuat Maria Angeles Salazar untuk Mongabay. Instagram: @masaru_arts.

 

Exit mobile version