Mongabay.co.id

Catatan Akhir Tahun: Masa Depan Laut Natuna Utara

 

Kapal Ikan Asing (KIA) kembali ditangkap oleh kapal patroli KN Pulau Dana-323 milik Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI), Jumat (24/12/2021). Kapal berbendera Vietnam tersebut kedapatan sedang menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna Utara, perbatasan Indonesia-Malaysia bagian barat, yang masuk wilayah Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Penangkapan KIA Vietnam ini berawal saat Kapal patroli Bakamla KN Pulau Dana-323 mendapatkan perintah dari Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Dr. Aan Kurnia melaksanakan operasi pengamanan semua aktivitas maritim baik operasi drilling dan perikanan yang berada di Laut Natuna Utara menjelang akhir tahun.

Saat menjalankan patroli, KN Pulau Dana-323 mendeteksi kontak radar 2 KIA sedang menangkap ikan. Saat didekati, 2 KIA tersebut langsung menambah kecepatan untuk menghindar dan keluar dari perairan Indonesia. Komandan KN Pulau Dana-323 memerintahkan agar menurunkan RHIB dan tim VBSS untuk melaksanakan pengejaran.

“Satu KIA Vietnam bernomor lambung KG 2118 TS berhasil dihentikan dan satu KIA Vietnam lainnya berhasil kabur masuk perairan Malaysia,” ujar Dr. Wisnu Pramandita, Kabag Humas dan Protokol Kolonel Bakamla dalam rilis belum lama ini.

Setelah diperiksa, KIA Vietnam KG 2118 TS yang diawaki 20 orang ABK berkebangsaan Vietnam, terdapat muatan ikan campur hasil tangkapan illegal kurang lebih 2 ton. KIA Vietnam diduga telah melanggar batas wilayah dan menangkap ikan secara ilegal tanpa izin dari Pemerintah Indonesia. “Untuk mempertanggungjawabkan pelanggarannya kapal beserta ABK dikawal menuju Batam,” ujar Wisnu.

baca : Kapal Asing Tetap Marak di Laut Natuna Utara

 

Kapal asing Vietnam yang berhasil ditangkap Bakamla pada Desember 2021. Foto : Humas Bakamla

 

Sedangkan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mendeteksi kapal asing Vietnam tidak hanya hanya dua atau empat kapal di Laut Natuna Utara pada bulan Desember 2021 ini. Pantauan IOJI melalui pendeteksian Automatic Identification System (AIS) kapal, ditemukan setidaknya 18 kapal asing diduga mencuri ikan di Laut Natuna selama Desember 2021. Angka tersebut mengalami kenaikan daripada bulan November yaitu 13 kapal.

Peneliti IOJI Imam Prakoso mengatakan, jumlah kapal asing Vietnam yang diduga melakukan ilegal fishing di Natuna memang diprediksi meningkat pada akhir tahun. Karena laut Natuna masuk dalam musim angin utara dimana nelayan tidak berani melaut. “Desember sudah mulai naik, karena laut Natuna kosong kapal nelayan, jadi KIA ini lebih berani,” kata Imam saat dihubungi dari Batam, Selasa (28/12/2021)

Imam juga melihat, kapal hasil tangkapan Bakamla berada di sekitar perairan arah ke Malaysia. Kapal asing tangkapan tersebut yang paling dekat ke Pulau Laut Natuna.

Akhir tahun dan awal tahun ini, lanjutnya, perlu diwaspadai oleh kapal patroli Indonesia, karena semakin meningkatnya kehadiran kapal asing Vietnam di Laut Natuna Utara. “Klaster masuknya KIA Vietnam terdeteksi di Laut Natuna Utara bagian barat. Patroli Indonesia dapat disiagakan di wilayah tersebut untuk menangkap pelaku pencurian ikan di Laut Natuna Utara,” kata Imam.

baca juga : Kala Kapal Asing Curi Ikan Kian Menggila di Perairan Natuna Utara

 

Data jumlah kapal Vietnam yang berada di Laut Natuna Utara selama 2021. Sumber : KKP

 

Ket grafis: Jumlah KIA Vietnam selama Desember 2021 dan titik keberadaan kapal yang terpusat di Laut Natuna Utara bagian barat. Sumber : IOJI

 

Nelayan Natuna juga mengaku masih menemukan kapal asing Vietnam yang menggunakan alat tangkap pair trawl melaut di Laut Natuna Utara. Laporan terakhir kepada Aliansi Nelayan Natuna (ANN) pada pertengahan Desember 2021 lalu, nelayan melihat tiga pasang kapal asing melaut di Natuna menggunakan alat tangkap pair trawl yang merusak.

Kapal asing Vietnam berada di arah utara yang berjarak hanya 40 mil dari Pulau Laut, Kabupaten Natuna. “Sekitar tiga pasang,” ujar Hendri Ketua ANN saat dihubungi Mongabay Indonesia dari Batam, Selasa, (28/12/2021).

Hendri menjelaskan, laporan itu ia dapat dari satu nelayan saja, pasalnya hanya beberapa nelayan yang bisa melaut pada akhir tahun ini karena musim angin utara yang sangat kencang. Musim utara berlangsung selama akhir tahun hingga bulan April 2022.

Selama musim angin utara itu, laut Natuna menjadi ajang tempat melaut kapal asing pencuri ikan. “Karena laut lagi kosong sekali dari kapal nelayan tradisional, palingan yang berani hanya satu atau dua nelayan saja menerobos angin utara ini,” kata Hendri.

perlu dibaca : Ancaman Berkepanjangan di Laut Natuna Utara

 

Hasil operasi kapal pengawasan PSDKP 2021. Sumber : KKP

 

Hendri mengatakan, pemerintah Indonesia harus mempunyai kemauan politik yang kuat untuk memberantas kapal ikan asing di Laut Natuna Utara. Ketika ada kemauan, anggaran harus diperbesar supaya kapal patroli bisa diperbanyak dan lebih intens dari berbagai instansi terkait. “Kalau kemauan tidak ada, percuma saja, Vietnam masuk lagi,” katanya.

Selain memperbanyak kapal patroli, Hendri bersama nelayan lain tetap meminta kepada pemerintah untuk memberdayakan nelayan lokal tradisional Natuna untuk mengisi laut Natuna. Caranya dengan meningkatkan kapasitas armada, alat pancing, dan lainnya agar semakin banyak nelayan Natuna melaut di perbatasan. “Kalau sekarang ada nelayan kita sampai perbatasan, bahkan hanya menggunakan kapal kecil, tetapi beberapa saja dan beresiko,” kata Hendri.

Kapal ikan yang diperbanyak berukuran 15 – 20 gross tonnage (GT). Saat ini kapasitas rata-rata ukuran kapal nelayan Natuna hanya 3 GT sampai 5 GT. “Selain itu kita menegaskan, mobilisasi kapal nelayan daerah lain tidak akan bisa di Natuna, karena geografis Natuna dengan laut dalam berbeda dengan daerah lain,” kata Hendri menyinggung kegagalan pemerintah memobilisasi kapal cantrang Jawa ke Natuna beberapa waktu lalu.

Hendri mengaku, pemerintah memang sudah berupaya melakukan pengawasan di Natuna dari berbagai instansi tetapi masih terbatas sekali, baik dari jumlah dan periode patroli di Natuna Utara. “Apalagi selama 2021, kapal asing semakin meningkat tidak hanya dari kapal asing menangkap ikan tetapi juga ada kapal perang, penelitian dari China. Apakah ada pengaruh eskalasi politik, kita tidak tahu. Yang jelas mereka mengganggu nelayan Natuna. Buktinya hasil tangkapan nelayan jauh berkurang bahkan sampai 40-50 persen,” katanya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan terus melakukan pengamanan di Laut Natuna Utara. Juru Bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Wahyu Muryadi menegaskan tidak ada ampun buat kapal asing maupun kapal domestik yg melanggar wilayah pengelolaan perikanan. “Semuanya kami tindak tanpa pandang bulu,” kata Wahyu kepada Mongabay Indonesia, Senin, (27/12/2021).

baca juga : Waspadai Kapal Ikan Asing karena Musim Terbaik Laut Natuna Utara Masih Terus Berlangsung

 

Petugas PSDKP KKP mengawasi puluhan ABK kapal asing yang ditangkap beberapa waktu lalu. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Berdayakan Nelayan Tradisional Natuna

Sebagian nelayan Natuna masih belum merasa dilibatkan pemerintah dalam merumuskan kebijakan terkait Laut Natuna Utara. Salah satunya kebijakan perikanan terukur. Aliansi Nelayan Natuna (ANN) belum mendapatkan sosialisasi aturan baru yang akan diterapkan 2022 mendatang itu.

“Padahal aturan ini sudah mau diterapkan, sampai sekarang kami belum pernah diberi tahu,” ujar Hendri.

Dia berharap pada tahun 2022, orientasi kebijakan pemerintah terutama KKP kepada kepentingan nelayan tradisional. “Sekarang kami melihat kebijakan pemerintah tidak memihak nelayan tradisional,” lanjutnya.

Ia mencontohkan beberapa kebijakan yang tidak pro kepada nelayan tradisional yang pernah terjadi yaitu melegalkan cantrang dan trawl beberapa waktu lalu, sehingga terjadi konflik antara nelayan. Kemudian melelang kawasan WPP 717 kepada investor dalam daerah maupun investor asing.

Hendri mengatakan, Natuna memiliki kekayaan sumber ikan dunia, ketika kebijakan lelang kawasan WPP 711 kepada investor tersebut terjadi itu akan menyebabkan terjadinya overfishing. Apalagi kapal industri perikanan memiliki alat modern dan canggih. “Selama ini nelayan Natuna terus menjaga menggunakan alat ramah lingkungan dan tidak menangkap secara berlebihan. Kita ingin mewariskan ikan kepada anak cucu kita,” tegasnya.

Hendri melanjutkan, laut Natuna berbeda dengan dengan luar negeri yang melakukan penangkapan di kawasan samudera luas yang tidak ada nelayan lokal. Sedangkan di Natuna, banyak nelayan tradisional dari Natuna dan Anambas melaut yang bahkan sampai 100 mil.

Hendri berharap ke depan pemerintah pusat lebih memperhatikan pemberdayaan nelayan Natuna, apalagi saat ini pemerintah daerah tidak punya wewenang untuk nelayan Natuna yang melaut jarak yang cukup jauh.

baca juga : Pancing Ulur : Upaya Nelayan Natuna Menjaga Laut Natuna

 

Deretan kapal nelayan kecil di Pelabuhan nelayan Natuna, Kepulauan Riau. Foto : Yogi Eka Sahputra

 

Sedangkan Ketua Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) Kepri Dony Apdillah mengatakan, melihat lemahnya pengawasan terhadap masuknya kapal asing di Laut Natuna Utara karena WPP 71 sangat luas. Sementara itu kapal pengawas sangat terbatas. “Itu menjadi penyebab kapal asing masuk Natuna, mereka mencuri ikan karena ada peluang,” katanya.

Menurut Dony, pengawasan berbasis masyarakat di Laut Natuna Utara lebih efektif. “Memang masalahnya adalah di kemampuan nelayan kita melaut terbatas karena kapal kecil,” ujarnya yang juga Ketua Pusat Penelitian Sumber Daya Pesisir dan Lautan Universitas Maritim Raja Ali Haji (Umrah) Tanjungpinang, Kepri.

Dony melihat selama ini sudah ada keinginan pemerintah membantu kapal nelayan di Natuna, tetapi masyarakat cenderung bekerja sendiri tidak dengan tim akhirnya program itu tidak berjalan.

Sementara Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan sumber daya ikan yang besar di WPP 71 membuat nelayan negara tetangga tertarik masuk, sehingga menjadi ancaman bagi Indonesia.

Kondisi tersebut membuat negara lain berani mengklaim batas wilayah dengan berbagai alasan seperti China dengan historis yang tidak mendasar, kemudian ada juga soal batas dengan negara Vietnam.

Ditambah lagi kendala lemahnya koordinasi dan sinergitas antara pengawas laut di WPP RI 711. “Kalau kondisinya tetap seperti ini dengan koordinasi dan sinergitas antar instansi masih lemah, China dan Vietnam bakal tetap memasuki perairan kita,” kata Abdul. Apalagi ditambah dengan kondisi belum jelasnya anggaran pengawasan laut.

baca juga :  Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing

 

Nelayan kecil Natuna hendak melaut ke laut lepas perbatasan Laut Natuna Utara. Foto : Yogi Eka Sahputra

 

Aturan Penangkapan Terukur

Akhir November 201, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Wahyu Sakti Trenggono didampingi Gubernur Kepri Ansar Ahmad melakukan sosialisasi program prioritas KKP tentang budi daya dan penangkapan terukur kepada himpunan nelayan, kelompok pembudidaya ikan, nelayan, dan stakeholder perikanan di Tanjung Pinang, Kepri.

Trenggono mengatakan program prioritas KKP itu merupakan bagian dari implementasi kebijakan baru sektor kelautan dan perikanan. Ia mengaku ditugaskan Presiden Joko Widodo untuk memilah-milah pengelolaan sektor kelautan dan perikanan yang memberi manfaat besar bagi negara, serta pemerataan industri perikanan.

“Saat ini yang terjadi adalah hasil nelayan dari seluruh wilayah Indonesia dibawa ke Jawa dan di sana menjadi pusat transaksi perikanan. Ke depan kebijakan yang diambil adalah hasil nelayan di Kepri akan dijual di industri perikanan Kepri. Dengan demikian, tenaga kerja juga dari Kepri. Ini yang disebut dengan distribusi pertumbuhan ekonomi ke daerah” ujarnya. Upaya tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan 6000 nelayan yang ada Kepri.

Dia juga menyinggung tentang perikanan terukur yang sudah di negara lain dan bakal diterapkan di Indonesia. “Di negara-negara maju, sudah menuju ke arah sana. Kapan musim ikan bertelur tidak akan diganggu. Jadi sudah tahu kapan harus mengambil. Saat ini di negara kita tidak seperti itu. Penangkapan ikan tidak mengenal waktu,” katanya.

Perikanan terukur itu diterapkan dengan sistem berbasis kuota penangkapan ikan, termasuk di Kepri. “Kuota ini nantinya akan dibagi dua, ada kuota hak untuk nelayan lokal, dan kemudian kuota untuk industri. Jadi industri tidak boleh mengambil melebihi kuota dan jika dilanggar akan dikenakan pinalti,” katanya.

Trenggono merincikan, khusus untuk kuota nelayan lokal, prosesnya akan dibantu melalui koperasi dengan bekerja sama dengan Pemda. Kalau dalam prosesnya tidak memenuhi kuota, akan dibantu dengan kapal-kapal lebih besar dengan sistem berkelompok. “Kalau tidak bisa juga akan dikembangkan sistem budi daya. Hak kuotanya dapat dijual ke industri dengan transaksi melalui koperasi, ini sebagai salah satu model supaya ekonomi bergerak disini” katanya.

 

Beberapa orang nelayan Natuna bertengger di atas kapal usai melaut di Laut Natuna Utara. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Mengenai budi daya, Trenggono melihat perikanan budi daya di Kepri sudah cukup baik, seperti budidaya ikan kerapu dan napoleon. “Untuk lebih mengembangkannya saya tantang para akademisi disini untuk melakukan riset-riset pengembangbiakan berbasis budidaya, contohnya teripang, napoleon dan komoditas lain dengan nilai ekonomis tinggi” katanya.

Dia menekankan kebijakan utama pemerintah adalah menghidupkan ekonomi dan industri perikanan bisa mandiri di Kepri. Untuk itu dia berharap dunia industri menyambut dengan baik. “Jangan takut akan kedatangan para investor. Pastinya akan mengembangkan dan mengoptimalkan sektor kelautan dan perikanan di Kepri” tutupnya.

Sedangkan Gubernur Kepri Ansar Ahmad mengatakan 90 persen wilayah Kepri merupakan kawasan laut, dengan potensi 1,1 juta ton ikan per tahun di WPP 71 yang belum terkelola dengan baik. “Kami akan terus berupaya mendapatkan semua potensi itu, salah satunya dengan mewujudkan kawasan industri perikanan wilayah barat yang nantinya menjadi ikon nasional,” kata Ansar mendukung industri perikanan di Kepri.

Sementara Abdul Halim meminta pemerintah daerah tidak terjebak dengan kampanye kebijakan pemerintah pusat, tanpa mempertibangkan kajian teknisnya di lapangan. “Seperti aturan pengelola perikanan WPP RI 711 yang direvisi tahun 2016 lalu, sampai saat ini tidak ada aturan teknisi pengelolaan perikanan itu di daerah, sehingga tidak berjalan maksimal,” katanya.

Pemerintah daerah harus mendesak panduan teknis tersebut. Kalau tidak diperbaiki maka persoalan pengelolaan perikanan sama dengan 10 tahun belakangan. “Pemerintah daerah juga harus memperhatikan alat tangkap perusak, IUUF dan konteks antar nelayan dalam setiap kebijakan pemerintah,” katanya.

Sampai saat ini, katanya, catatan akhir tahun KKP masih buruk soal memastikan aturan main yang jelas agar bisa dipatuhi semua pihak di setiap daerah. “Memastikan bagaimana implementasikan aturan di lapangan secara teknis sangat perlu, agar aturan main jelas, siapa yang kurang berperan, siapa yang belum maksimal,” pungkasnya.

Persoalan WPP RI 711 atau Laut Natuna terpaku apa yang disampaikan pemerintah daerah Jakarta, tidak ada skema penyelesaian yang terjadi. “Kalau ini tidak diperbaiki, Desember tahun 2022 kita akan bicara hal yang sama lagi,” kata Abdul.

 

 

Exit mobile version