Mongabay.co.id

Ancam Pemukiman sampai Hutan Lindung, Warga Desak Pemerintah Cabut Izin Tambang Emas di Pulau Obi

 

 

 

 

Pemerintah Maluku Utara keluarkan izin usaha pertambangan emas kepada PT Amazing Tabara di Pulau Obi, Halmagera Selatan. Masyarakat Pulau Obi, protes khawatir wilayah konsesi perusahaan itu masuk dalam pemukiman, pemakaman umum, sekolah, perkebunan mereka bahkan hutan mangrove yang masuk kawasan lindung.

Sejak awal 2021 hingga kini warga tiga desa di Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, terus protes. Mereka ini warga dari Sambiki Aer Mangga dan Anggai. Dengan keluar SK Gubernur Maluku Utara Nomor 502/7/DPMPTSP/2018 seluas 4.655 hektar, warga resah lahan sumber hidup mereka berupa perkebunan cengkih, pala dan kelapa hilang.

Akhir November lalu pun warga Obi aksi ke Kantor Gubernur dan DPRD Maluku Utara di Sofifi. “Kami minta gubernur mencabut SK yang meliputi tiga kawasan yakni Desa Sambiki, Anggai dan Air Mangga, karena berada di perkebunan dan pemukiman kami,” kata Arisko Lacapa, koordinator aksi kala itu.

Kehadiran perusahaan, katanya, bakal membuat hidup mereka sulit. Warga mayoritas petani pala dan kelapa. “Kami minta pemerintah memperhatikan warga, tolong cabut izin perusahaan tambang. Ini permintaan kami,” kata Samsidar, warga Sambiki.

Pada 11 April 2021, aksi penolakan diwarnai blokir jalan dengan membakar ban bekas dan membentangkan spanduk penolakan.

 

Para perempuan Obi datangi DPRD Malut desak tolak tambang emas di daerah mereka. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Rencana eksploitasi ini juga akan merusak hutan, perkebunan cengkih, pala, kelapa dan permukiman warga.

Amasing mengantongi IUP dari Pemerintah Halmahera Selatan pada 2011, dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) keluar 2013, Izin Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Maluku Utara soal IUP produksi pada 2018.

Bahrudin Hi Sanusi, tokoh masyarakat Desa Sambiki meminta, pemerintah pusat segera mencabut izin usaha dan perusahaan segera angkat kaki dari Pulau Obi. Dia tak ingin kehadiran tambang emas ini menganggu kenyamanan hidup masyarakat dari bertani.

Nirwan MT Ali, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Maluku Utara mengatakan, IUP sudah memenuhi syarat teknis Dinas ESDM Malut.

“Posisi PTSP dalam Permendagri 138 itu sebagai pelaksana administrasi. Jika persyaratan izin sudah memenuhi syarat dan prosedur, PTSP wajib memproses,” katanya.

Untuk bisa menandatangani izin, katanya, ada pertimbangan dari tim teknis kajian regulasi. Tim teknis yang dimaksud adalah Dinas ESDM Malut. Sejauh ini dalam penerbitan IUP PT Amazing Tabara tidak bermasalah.

“Kalau sudah terbit izin artinya tidak ada masalah dalam prosedur.”

Dia tak mempermasalahkan protes warga. “Silakan warga pengaduan sesuai kelengkapan data yang dikantongi warga desa. Saya justru mendukung masyarakat soal itu,” katanya.

 

 

Konsesi di hutan lindung dan lahan masyarakat

Sesuai isi dokumen persetujuan IUP produksi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DMPTSP) Malut menerangkan, pemegang IUP ini mempunyai hak konstruksi atau produksi pengangkutan dan penjualan serta pengolahan maupun pemurnian bahan galian emas dalam 20 tahun. Setelah itu perusahaan masih bisa perpanjang izin dua kali, masing masing 10 tahun terhitung mulai keputusan.

Berdasarkan dokumen berita acara verifikasi pengaduan warga tiga desa ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Maluku-Papua menemukan sejumlah masalah serius dengan izin itu. Balai Gakum turun bersama Dinas Lingkungan Malut dan Dinas Perumahan, Pemukiman dan Lingkungan Hidup Halmahera Selatan.

Dokumen verifikasi awal November 2021 yang diperoleh Mongabay, memperlihatkan, IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi Amazing masuk pemukiman dan perkebunan serta hutan lindung termasuk hutan mangrove.

Berdasarkan tumpang susun udara terhadap peta IUP operasi produksi Amazing dan peta kawasan konservasi perairan Malut—lampiran Keputusaan Menteri Kehutanan SK 302/2013– sebagian wilayah Amazing di hutan lindung mangrove seluas 8,48 hektar.

Begitu juga verifikasi lokasi pemukiman dalam izin operasi produksi mencaplok 16 rumah warga, sekolah, tambak ikan dan pemakaman umum lebih 3,75 hektar.

Izin dalam perkebunan mencaplok lahan milik 40 keluarga dengan luas bervariasi antara 0,5 hektar sampai lebih 0,5 hektar. Lahan warga ini berada dalam hutan produksi dikonversi.

Begitu juga dengan dokumen amdal pada 2013 menurut laporan warga, tanpa melalui konsultasi publik. Dalam dokumen amdal itu ada daftar hadir untuk konsultasi publik di Desa Sambiki dihadiri 45 perwakilan warga.

Laporan warga soal izin yang menyalahi RTRW Halmahera Selatan Nomor 20/2012 tentang rencana tata ruang Halmahera Selatan 2012-2032 juga terbukti. Di mana izin itu berada dalam kawasan dengan peruntukan budidaya tanaman pangan dan hortikultura seluas 131.11 hektar. Juga kawasan budidaya seluas 174,6 hektar. Sesuai dokumen hasil verifikasi ini, di lapangan belum ada aktivitas operasi karena masih dalam pra konstruksi.

Dalam pemeriksaan kesesuaian pengelolaan hutan ditemukan konsesi Amasing seluas 4.665 hektar sesuai hasil overlay peta IUP operasi dan peta kawasan konservasi perairan Malut. Juga ada di areal penggunaan lain (APL) sekitar 335,78 hektar, hutan lindung 5,46 hektar, hutan produksi terbatas 1.172,21 hektar, hutan produksi 2.072,23 hektar dan hutan produksi konversi 982,01 hektar.

Amazing juga belum memiliki persetujuan penggunaan kawasan hutan atau izin pinjam pakai kawasan hutan karena masih proses pengurusan.

Berdasarkan overlay peta indaktif alokasi kawasan hutan untuk penyediaan sumber tanah obyek reforma agraria (Tora), izin perusahaan juga masuk seluas 238,3 hektar.

Abdul Jabar, Komisaris utama Amazing enggan menanggapi kala Mongabay mengkonfirmasi. Dia membalas WhatsApp tetapi tak menjawab pertanyaan hingga berita ini terbit.

Rustam Ode Nuru, anggota DPRD Halsel meminta, pemerintah provinsi maupun pusat segera memproses pencabutan izin karena mencaplok pemukiman, pemakaman umum, hutan lindung bahkan lahan Tora.

“Dengan bukti verifikasi KLHK itu sudah bisa dicabut IUP.”

Sebelumnya, rekomendasi pencabutan IUP ini sudah dibuat Komisi III DPRD Malut yang turun investigasi ke lapangan berdasarkan laporan warga. Sayangnya, hingga kini rekomendasi Komisi III DPRD Malut ke gubernur untuk mencabut izin ini masih tertahan di meja pimpinan DPRD.

Zulkifli Hi Umar, Ketua Komisi III DPRD Malut, bilang, telah mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin itu ke gubernur. “Kami buat rekomendasi sejak 13 Desember lalu, hingga kini belum ada perkembangan. Masih di meja pimpinan.”

 

Warga Obi didominasi perempuan, protes rencana kehadiran tambang emas. Mereka minta izin dicabut. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

*******

Exit mobile version