Mongabay.co.id

Menjaga Keindahan Rafflesia dengan Ekowisata, Seperti Apa?

Rafflesia arnoldii merupakan Puspa Langka Nasional yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No. 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

 

Bunga Rafflesia arnoldii itu berwarna merah dengan diameter sekitar 75 sentimeter. Puspa langka tersebut sudah mekar selama dua hari. Di sebelahnya, terlihat sekuntum Rafflesia layu dengan warna kehitaman.

Begitulah penampakan Rafflesia yang coba Rendy Hasarudin tunjukan lewat video di areal kelola Gapoktanhut Lestari Sejahtera, Pekon Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Lokasi itu akan dijadikan wilayah ekowisata dengan Rafflesia sebagai daya tariknya.

Mulanya, Rafflesia ditemukan seorang petani penggarap. Melanjutkan informasi tersebut, Rendy mengajak rekan-rekannya melakukan survei, guna mendata keberadaan flora dilindungi itu.

“Kami dibantu pemuda setempat dan mendapat lima plot Rafflesia lagi,” terang Rendy yang juga Ketua Gapoktanhut Lestari Sejahtera, Senin [27/12/2021].

Menurut dia, ekowisata yang diberi nama Lembah Seribu Bunga dan Bukit Raflesia ini digagas awal 2020. Rencana peresmiannya tahun 2022, sekaligus uji coba ekowisata yang akan dihadiri turis dari tujuh negara.

“Kami sedang siapkan sarana prasarana dan orang-orangnya. Ekowisata ini juga akan melibatkan pemuda dan kelompok perempuan dalam hal kesenian Lampung seperti pencak sikat dan sanggar tari. Kami kenalkan juga makanan khas dan produk lain,” kata dia.

Baca: Rafflesia, Puspa Langka yang Mekar Sepanjang Musim

 

Rafflesia arnoldii merupakan Puspa Langka Nasional yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No. 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Sosialisasi tentang Raflesia telah dilakukan Rendy dan rekan-rekan. Hal ini dilakukan agar pemuda setempat memiliki pengetahuan tentang puspa langka nasional itu.

“Dengan melestarikan hutan, kita turut menjaga Raflesia agar tidak punah.”

Rendy optimis, ekowisata ini akan berjalan baik. Sebab, Rafflesia tak bisa tumbuh di sembarang tempat. Selain itu, lokasi yang strategis, dekat ruas jalan nasional lintas barat, membuka peluang untuk dibuatkan penginapan bagi pengunjung.

“Salah satu contoh, bila ada pengunjung yang mau penelitian dan butuh tempat menginap,  kami dapat manfaatkan rumah warga,” jelasnya.

Rendy dan rekan-rekan juga membangun pondok konservasi. Tempat yang digunakan sebagai balai pertemuan dan ruang diskusi. Menurutnya, perlu dirancang sistem pengelolaan ekowisata, sebut saja aturan tiap unit usaha agar menyumbangkan 10 persen keuntungannya ke kas Gapoktanhut.

“Kami memiliki berbagai usaha. Sumbangan keuntungan akan digunakan untuk pelatihan, transportasi peserta, dan lainnya. Kami juga perlu didampingi lembaga lain dan pemerintah guna melestarikan Rafflesia dan menjalankan ekowisata,” paparnya.

Sebagai pemegang izin kelola Hkm, Rendy dan rekan-rekan melakukan pemanfaatan jasa lingkungan yang tertuang dalam Permen LHK No 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. Salah satu caranya adalah dengan mengelola wisata berbasis alam.

Baca: Hanya Rafflesia di Hati Sofi Mursidawati

 

Bonggol atau calon bunga Rafflesia arnoldii ini terpantau di wilayah Sukaraja, Lampung. Rafflesia arnoldii merupakan puspa kebanggaan Indonesia. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Gandi Sugiato, Plt. Kepala Pekon Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Lampung, mengatakan terus mengikuti perkembangan ekowisata ini. Pihaknya tetap berkoordinasi dengan Gapoktanhut guna menjaga kelestarian alam di desanya.

“Kalau upaya menjaga lingkungan, kami membentuk satgas penanganan konflik satwa sebagaimana yang dianjurkan pihak balai taman nasional,” katanya, Selasa [04/01/2022].

Menurut dia, ekowisata Rafflesia dapat menjadi pintu masuk mengenalkan Pekon Sedayu kepada pihak luar. “Harapannya, memajukan ekonomi warga dan menambah lapangan pekerjaan. Bisa memperkenalkan potensi wisata lain juga seperti air terjun,” paparnya.

Baca juga: Hidup Mati Agus Susatya untuk Rafflesia

 

Rafflesia arnoldii yang menjadi daya tarik ekowisata di Pekon Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Foto: Dok. Gapoktanhut Lestari Sejahtera

 

Kondisi ideal

Selain di Sedayu, Rafflesia arnoldii juga ditemukan di Rhino Camp, Resort Sukaraja Atas, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS], Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung.

Kepala Resort Sukaraja Atas, Jubaidi, dikutip dari medialampung.com mengatakan, setiap tahun Rafflesia arnoldi di Rhino Camp, selalu mekar. Sebab, wilayah ini merupakan habitatnya.

“Ada satu bonggol bunga yang mulai mekar, mudah-mudahan merekah sempurna. Keberadaannya tidak hanya di atas tanah, tapi juga ada yang menempel pada akar,” jelasnya, katanya, Kamis [30/12/2021].

Penelitian yang dilakukan Delima Nur Ramadhani, Agus Setiawan, dan Jani Master pada April 2017, tentang Populasi dan Kondisi Lingkungan Rafflesia arnoldii di Rhino Camp, Resort Sukaraja Atas, menunjukkan karakteristik lingkungan bunga ini.

“Lingkungan abiotik habitatnya memiliki suhu pada kisaran 25-29 °C, kerapatan tajuk kategori sedang [32-68%], kelembaban [90%], tanah tergolong asam [pH= 5,5], kelerengan agak curam [30-45%], ketinggian tempat pada kisaran 490-558 mdpl, dan berjarak sekitar 7 meter dari sumber air terdekat,” tulis Delima dan kolega.

Sementara, karakteristik lingkungan biotiknya terusun atas inang berupa Tetrastigma lanceolarium dan satwa penyerbuk. Satwa yang diduga sebagai penyerbuk antara lain Diptera: jenis lalat hijau [Lucilia sp.], lalat abu-abu [Sarcopaga sp.], lalat buah [Dorsophila spp.], dan lalat biru [Caliphora vomitoria], lalu Hymenoptera: semut hitam [Lasius fuliginosus], dan Coleoptera: semut semai [Staphilinidae sp.].

Berdasarkan prosiding yang ditulis Ayu Ellen, Iing Nasihin, dan Toto Supartono, pada Desember 2019, karakteristik lingkungan yang sesuai bagi habitat Rafflesia arnoldii adalah lingkungan dengan curah hujan rata-rata 245-260 mm/bulan.

Sementara, jarak yang sesuai dari sungai kurang dari 1 km, ketinggian 470-800 mdpl yang meliputi ekosistem hutan dataran rendah dan hutan pegunungan bawah.

“Suhu berkisar 21,5-24 °C dan kerapatan vegetasi normal dengan nilai indeks vegetasi 0,4-0,6,” jelas laporan tersebut.

 

 

Exit mobile version