Mongabay.co.id

Pemerintah Perlu Bikin Regulasi Baku Mutu Mikroplastik

sampah mikroplastik. Foto : legacy.4ocean.com

 

 

 

 

Sepanjang 2021, Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menemukan, mikroplastik mengkontaminasi sungai-sungai di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Ecoton pun mendesak pemerintah membuat regulasi yang mengatur baku mutu mikroplastik di air sungai, outlet pabrik kertas dan seafood.

“Dengan regulasi, tujuannya agar lingkungan kita tidak dibanjiri mikroplastik,” kata Eka Chlara Budiarti, Peneliti Senior Ecoton, baru-baru ini.

Sungai-sungai banyak sampah plastik, menyebabkan kandungan mikroplastik tinggi hingga mengancam  biota sungai seperti ikan, kerang, udang dan teripang. Ancaman pangan juga terjadi saat mikroplastik mengontaminasi garam di Cirebon, Lamongan, Gresik dan Surabaya. Sampah plastik yang hanyut dan mengapung di permukaan air pada jangka waktu lama, akan menyebabkan mikroplastik.

Dia mengatakan, Sungai Ciliwung, Citarum, Ciujung, Bengawan Solo, Kali brantas , Kali Porong sampai Kali Surabaya jadi tempat sampah plastik, bahkan lebih 1.400 pohon berubah jadi pohon plastik karena menjadi ‘cantolan’ sampah di tepian sungai.

“Lambat laun sampah plastik ini akan terfragmentasi (terpecah-pecah) menjadi serpihan plastik kecil dibawah lima mm yang disebut mikroplastik,” katanya.

Ecoton pun mendesak, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melakukan pengendalian mikroplastik dari sumbernya.

Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecoton bilang, sungai Indonesia darurat mikroplastik hingga perlu regulasi bagi standar mikroplastik di air sungai.

“Regulasi harus segera dibuat. Karena masalah mikroplastik sangat vital untuk keamanan ekosistem dan keamanan pangan kita,” kata pendiri Ecoton ini kepada Mongabay, 17 Januari lalu.

KLHK, katanya, bisa bikin kebijakan berkolaborasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Tak hanya pemerintah, Ecoton juga mendesak produsen kebutuhan sehari-hari yang bungkus sampah plastik mencemari sungai dan pesisir ikut bertanggung jawab.

Data Ecoton, awal 2021, mikroplastik mengkontaminasi perairan utara dan timur Jawa Timur hingga masuk ke dalam rantai pangan seperti ikan, udang dan kerang. Pada Maret 2021, Pintu air Tambak Wedi, Surabaya, diselimuti busa yang mencemari muara. Di sana aditemukan kadar fosfat tinggi dan mikroplastik sebanyak 20 partikel/ 100L.

Pada pertengahan tahun, ekspedisi sungai Ecoton di empat sungai terbesar di Pulau Jawa, yakni Bengawan Solo, Citarum, Ciliwung dan Brantas, mereka menemukan fakta pencemaran mikroplastik antara lain dari limbah cair industri pabrik-pabrik kertas.

Ecoton mengidentifikasi, sampel air sungai dan ikan untuk menemukan kontaminasi mikroplastik.

“Melihat temuan mikroplastik yang tersebar di sungai, tentu partikel ini akan menuju ke laut,” kata Eka.

Lembaga ini juga berkolaborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Jakarta akhir Agustus 2021 dan mengidentifikasi awal persebaran mikroplastik hingga ke perairan lepas mulai dari muara hingga ke Kepulauan Seribu.

 

Baca juga: Bahaya Mikroplastik! Bukan Hanya Ikan, Manusia Juga Terpapar

Bersama komunitas pemuda peduli lingkungan, Ecoton melakukan brand audit timbulan sampah yang terjadi di Pantura Lamongan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Bahaya

Untuk bisa mendeteksi pencemaran mikroplastik di sungai luar Pulau Jawa, Ecoton membentuk Relawan Sungai Nusantara. Melalui kegiatan mereka, ditemukan mikroplastik berhasil teridentifikasi di berbegai daerah seperti Bangka, Lampung, Ternate, Nusa Tenggara Timur, dan Pontianak.

Ecoton khawatir dampak kepada manusia dengan begitu banyak temuan mikroplastik. Ia juga bom waktu pencemaran lingkungan.

Selain itu, mikroplastik juga memiliki potensi bahaya karena mengandung bahan kimia pengganggu hormon seperti Bisphenol-A (BPA), zat pengeras pada plastik. Dampaknya, bisa mempengaruhi perkembangan otak, pemicu kanker, diabetes, dan lain-lain.

Ada juga kandungan Phthalate, bahan pelentur/elastisitas plastik. Zat ini bisa mengganggu sistem hormon dalam tubuh manusia seperti menstruasi dini, kualitas dan kuantitas sperma menurun juga menopause dini.

Mikroplastik juga jadi vektor bakteri patogen, seperti E.Coli (penyebab penyakit diare) dan S.Typhi (penyebab penyakit tipes) yang dapat menginfeksi tubuh manusia.

Pesisir utara Jawa Timur, kata Eka, jadi muara polutan logam berat, pestisida, detergen, nitrat, nitrit, phospat dari Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Juga di perairan muara Jakarta terjadi pencemaran logam berat dan senyawa parasetamol. Polutan-polutan itu, katanya, akan diikat oleh mikroplastik dan berbahaya kalau terkontaminasi pada tubuh manusia.

 

Baca juga : Studi: Memprihatikan, Hiu di Lautan pun Kini Terpapar Mikroplastik

 

Sampah yang dibuang sembarangan di tepian sungai atau laut, rawan masuk dan mencemari perairan. Sampah-sampah plastik itu antara lain bisa jadi mikroplastik yang membahayakan. Foto: Ecoton

 

Sosialisasi dan edukasi

Fajar Syahroni, anggota Ecoton juga mahasiswa Universitas Trunojoyo mengatakan, perlu edukasi kepada masyarakat soal bahaya mikroplastik hingga bisa mengubah perilaku dengan tidak membuang sampah di sungai. Selain itu, katanya, perlu fasilitas pembuangan sampah di pinggir sungai, dan tanggung perusahaan atas sampah plastik produksi mereka.

Pemerintah, katanya, perlu membuat regulasi agar dapat mengubah kebiasaan masyarakat mengurangi plastik sekali pakai dengan menggantikan opsi lain. Kebijakan itu mesti ada sanksi. Dengan kebijakan ‘paksaan’ ini, katanya, harapan ke depan bisa mengubah jadi sebuah kebiasaan.

Dia sarankan, para pihak menerapkan tempat pembuangan sampah reduce reuse tecycle (TPS3R) dengan konsep zero waste. Setiap rumah tangga pun, katanya, perlu memilah sampah dari rumah dengan menyediakan tiga tempat sampah. Pertama, tempat sampah organik, kedua, tempat sampah yang dapat didaur ulang, Ketiga, tempat sampah residu.

Angwildi Anggana, Koordinator Komunitas Community of Aquatic Environment (CAER) mengatakan, sumber mikroplaktik harus diatasi dengan menekan penggunaan sampah plastik. Konsep reduce, reuse, recycle, katanya, harus mulai dengan mengurangi peredaran sampah plastik, pakai lagi produk plastik yang dapat digunakan berulang-ulang, maupun daur ulang produk plastik.

Untuk itu, pemerintah perlu sosialisasi pengelolaan sampah di kota maupun desa. “Sosialisasi pengolahan sampah dari rumah seperti membedakan sampah organik, anorganik dan sampah yang tidak di bisa didaur ulang. Jadi dapat mempermudah pengolahan sampah di TPS.”

Satu cara, katanya, pemerintah bisa sosialisasi lewat kampus-kampus, dengan jadikan 3R plastik dalam program pengabdian masyarakat mahasiswa.

Selain itu, edukasi kepada masyarakat bia juga dengan memberi informasi temuan penelitian mikroplastik di perairan dan bahayanya.

Ecoton pun merekomendasikan strategi penanganan mikroplastik yang tersebar di Indonesia. Pertama, kewajiban membuat regulasi pengurangan plastik sekali pakai di masing-masing daerah.

Kedua, menyediakan sistem pengolahan sampah terpadu seperti TPS3R di setiap desa di Indonesia. Prigi rekomendasikan konsep TPS3R dengan mengutamakan pemilahan dari rumah, dan memiliki standar biaya pengolahan sampah per meter kubik. Dengan begitu, beban biaya bisa dibuat dalam bentuk retribusi sampah yang dibebankan pada tiap rumah tangga atau kegiatan usaha.

Ketiga, membuat regulasi baku mutu kontaminasi mikroplastik pada limbah industri. Keempat, penetapan area tangkap ikan (kawasan eksklusif) untuk meminimalisir kontaminan ikan terhadap mikroplastik.

Kelima, regulasi pelarangan rumah tangga langsung bunga limbah atau sampah ke sungai. Keenam, pembuatan instalasi pembuangan air limbah (IPAL) Komunal dilengkapi pelindung dari mikroplastik.

Sampah-sampah plastik sekali pakai yang masuk ke perairan dan jadi mikroplastik. Mikroplastik bisa mencemari perairan sungai maupun laut, mengkontaminasi biota air, dan bisa berujung pada manusia. Foto: Ecoton

 

*****

Foto utama:  Sampah-sampah plastik berpotensi jadi mikroplastik. Kala mengkontaminasi perairan, itu bisa masuk ke ikan-ikan atau biota sungai ataupun laut. Kalau ikan-ikan itu dikonsumsi manusia, mikroplastik itu otomatis masuk ke tubuh manusia dan bisa membahayakan. Foto:  legacy.4ocean.com

Exit mobile version