Mongabay.co.id

Ikan Napoleon yang Makin Langka di Laut Maluku Utara

 

Kawasan laut Provinsi Maluku Utara sebagian besar masuk dalam segitiga terumbu karang dunia (coral triangle). Karena kondisi itulah Maluku Utara juga mengoleksi berbagai jenis ikan karang, salah satunya ikan napoleon (Cheilinus undulatus) yang kini mulai terancam keberadaannya dan mulai sulit ditemukan.

Salah satu kawasan laut yang dulu kaya ikan napoleon adalah Kayoa dan Bacan di Halmahera Selatan. Beberapa nelayan di Halmahera Selatan yang setiap hari mengail ikan karang atau orang Maluku Utara menyebutnya ikan maming atau ikan dasar, mengaku sudah sangat jarang mendapatkan ikan ini.

Abdul Azis, nelayan asal Pulau Laigoma Kayoa, Halmahera Selatan bercerita, jenis ikan dulu sangat banyak. Namun saat ini sudah sangat jarang ditemukan, termasuk di perairan terumbu karang.

“Pengalaman saya melaut, sudah puluhan tahun ini tidak lagi mendapatkan ikan maming ini,” ujarnya yang ditemui belum lama ini.

Mayoritas warga Pulau Laigoma adalah nelayan ikan karang yang setiap hari mengail ikan dan dijual untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Adita Agoes dari Nasijaha Dive Center Ternate yang beberapa tahun belakangan melakukan penyelaman di hampir semua kawasan laut di Maluku Utara terutama yang terumbu karang, bercerita bahwa selama melakukan diving, lebih sering menemukan ikan karang juvenile atau remaja.

Dia juga jarang menemukan ikan napoleon dewasa. Hanya menemukan satu-dua ekor di suatu spot diving. Hal ini mungkin terkait dengan sifat ikan napoleon yang hidupnya soliter dan pergerakannya yang tidak terlalu jauh dari wilayahnya selama makanan masih tersedia.

baca : Ancaman Eksploitasi Laut, 20 Jenis Ikan Terancam Punah di Indonesia Jadi Prioritas Konservasi

 

Ikan napoleon di Kepulauan Banda, ikan di foto ini panjangnya mancapai 2 meter. Foto: Marthen Welly/CTC

 

Sedangkan Kepala Badan Konservasi Perairan Daerah Syahrudin Turuy mengatakan berdasarkan hasil observasi dan beberapa studi di perairan Kepulauan Sula misalnya, menunjukkan beberapa jenis biota karismatik seperti hiu karang sirip putih (Triaenodon obesus), hiu karang sirip hitam (Carcharhinus melanopterus), ikan napoleon (Cheilinus undulatus), ikan kakatua bonggol paruh (Bolbometopon muricatum), penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).

Begitu juga di wilayah perairan Pulau Makeang dan Pulau Moti diketahui sebagai habitat alami bagi berbagai spesies hiu, salah satunya hiu sirip putih (whitetip shark), beberapa spesies penyu seperti penyu lekang (Lepidochelys olivacea), serta ikan napoleon.

Untuk saat ini kawasan konservasi yang terdapat habitat ikan napoleon ada di Kawasan Konservasi Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Makian dan Pulau Moti serta Taman Pesisir Kepulauan Sula.

“Perlindungan berbagai biota termasuk maming atau napoleon ini, baru sebatas sosialisasi serta pembentukan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) di masing-masing Kawasan Konservasi (KK). Tujuannya untuk membantu pengawasan di sekitar Kawasan Konservasi,” jelasnya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan bahwa napoleon merupakan ikan famili Labridae dengan ukuran terbesar, yaitu maksimum lebih dari 2 meter dan berat 190 kg. Ikan ini adalah salah satu komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Di Beijing, ikan yang berasal dari Indonesia dengan ukuran 1,5-2,5 kg dihargai hingga USD320/kg. Secara alami kelimpahan maksimum ikan Napoleon dewasa yang tercatat jarang melebihi 10 individu/hektare dan 10 kali lebih rendah pada daerah dengan intensitas penangkapan ikan yang tinggi.

Beberapa hasil survei yang telah dilakukan di wilayah Perairan Indonesia menunjukkan angka populasi yang rendah. Seperti hasil studi yang dilakukan Colin pada tahun 2005, kelimpahan ikan Napoleon di Indonesia adalah 0,04-0,86 individu/hektare, dengan panjang track survei 125 km di Bali Kangean dan Raja Ampat.

baca juga : Kenapa Natuna dan Anambas Ekspor Napoleon Kembali lewat Laut?

 

Peta zona inti, zona perlindungan ikan napoleon di Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Guraici, Kayoa, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Sumber : Badan Konservasi Perairan Daerah Maluku Utara

 

Kelimpahan ikan napoleon di Kepulauan Sembilan Sinjai 0-6,3 individu/hektare, di Takabonerate 0-4,17 individu/hektare. Bahkan survei di Teluk Maumere tidak ditemukan jenis ikan ini. Ikan napoleon bersifat hermaprodit protogini dan mencapai kematangan seksual pada umur 57 tahun. Peran ekologi ikan napoleon yakni sebagai predator yang menyukai bintang laut mahkota (Acanthaster planci) yaitu spesies pemakan polip karang.

Ikan ini terdistribusi secara luas berada di sekitar terumbu karang dan habitat dekat pantai di sepanjang daerah tropis IndoPacific, dari bagian barat Samudera Hindia dan Laut Merah sampai bagian selatan Jepang, New Caledonia dan termasuk Samudera Pasifik bagian tengah.

Sedangkan hasil pemetaan potensi oleh LPSPL Sorong, sebaran ikan napoleon ditemukan hampir di seluruh kawasan ekosistem terumbu karang di wilayah kerja Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara.

Di Maluku Utara, riset LPSPL Sorong di perairan Pulau Bacan, menemukan adanya populasi ikan ini. LPSPL menemukan kelimpahan ikan Napoleon di wilayah perairan Kabupaten Halmahera Selatan terutama di Desa Yoyok, Lelengusu, Musae, Bajo, Pulau Babatin, Mamalayu, Samo, Nanoang, Tuada, Parapotang, Pacitaka, dan Paradotang.

Survei pada 2014 lalu itu, menemukan 46 ekor ikan Napoleon dengan kisaran ukuran 7-50 cm, yang didominasi ikan- ikan berukuran 25 cm sebanyak 17 ekor. Jumlah ikan yang ditemukan berdasarkan lokasi terbanyak di wilayah perairan pulau Samo dan Parapotang sebanyak 11 ekor dan jumlah terendah di wilayah perairan desa Yoyok, Lelengusu dan pulau Pacitaka ditemukan 2 ekor.

Sementara di perairan Pulau Babatin, Pulau Mamalayu, Desa Musae dan Desa Bajo tidak ditemukan ikan Napoleon.

baca juga : Survei CTC : Terumbu Karang Pulau Banda Sehat, Ada 23 Jenis Ikan Bernilai Tinggi

 

ikan Napoleon yang berstatus terancam punah karena perdagangan dan penangkapan. Foto : Reef Life Survey/Fish of Australia

 

Secara nasional ikan napoleon memiliki status perlindungan secara terbatas berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.37/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Ikan Napoleon. Ukuran yang diperbolehkan ditangkap adalah beratnya 100 gram dan berukuran 1.000 gram sampai dengan 3.000 gram.

Dalam COP 13 CITES di Bangkok Thailand pada 2-14 Oktober 2004, negara-negara anggota CITES menyepakati memasukkan jenis ikan napoleon ke dalam daftar appendiks II dan selanjutnya dalam pemanfaatannya harus sesuai ketentuan CITES. Indonesia adalah salah satu negara yang telah meratifikasi CITES sesuai Keputusan Presiden No.43/1978 tentang Pengesahan Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) of Wild Fauna and Flora.

 

Tidak Ada Penangkapan

Kepala Bidang Penangkapan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara Sugiharsono ditanyai   soal penangkapan dan produksi Senin (17/1/2021) mengaku, sejauh ini belum ada laporan penangkapan ikan napoleon termasuk proses penjualannya.

Dalam data produksi perikanan Maluku Utara beberapa tahun terakhir tidak ada data produksi ikan napoleon yang tercatat. Hal ini katanya lebih berkaitan dengan adanya larangan yang telah disampaikan kepada para nelayan dalam bentuk sosialisasi. Hingga 2021 lalu data produksi ikan Maluku Utara tidak ada penangkapan ikan napoleon.

“Yang ada hanya ikan jenis tuna dan cakalang serta jenis pelagis lainnya. Sementara untuk napoleon tidak ada sama sekali,” jelas Sugiharsono. Dia bilang mungkin saja ada penangkapan ikan napoleon untuk dikonsumsi tetapi dilakukan secara tersembunyi.

Soal adanya larangan penangkapan, dia mengaku pihak DKP Maluku Utara selalu menyempatkan menyampaikan larangan dalam berbagai kegiatan dengan nelayan seperti diatur dalam keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.37/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Ikan napoleon.

baca juga : Mereka Identifikasi Ikan Karang di Kawasan Konservasi Malut, Seperti Apa?

 

Seekor ikan napoleon dengan latar belakang seorang penyelam. Foto : shutterstock

 

Sementara data dari Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Baabullah Ternate juga menunjukan tidak ada pengiriman ikan napoleon. Dari data mereka tidak ada data ikan napoleon yang keluar baik domestik dan keluar negeri.

“Sebagai pintu terakhir masuk keluarnya ikan di wilayah ini, kami tidak mendapatkan data produksi ikan napoleon. Yang terbesar ikan tuna terutama untuk ekspor,” jelas Arsal Kepala Stasiun Karantina Ikan Ternate.

Dia mengatakan, data lalu lintas domestik produk hasil perikanan dari wilayah Maluku Utara pada 2021 mencapai 11.352.236 kg dan 299.689 ekor. Sedangkan ekspor mengalami peningkatan dari tahun 2020 yaitu 45,65% untuk komoditi non hidup dan 92,76% komoditi hidup.

Besarnya data produk hasil perikanan Maluku Utara itu tidak tercatat ada ikan napoleon. “Mungkin ada larangan dan pembatasan kuota itu membuat nelayan tidak menangkap ikan ini. Kalaupun ada dan dijual terbatas di rumah makan. Kita tidak bisa berbuat apa apa. Kami hanya melakukan pengawasan dan memberikan sertifikasi ikan yang dikirim ke luar,” pungkasnya.

 

Exit mobile version