Mongabay.co.id

Penggusuran terkait Pembangunan Water Front City Bulukumba Dinilai Langgar Hak Warga. Apa Kata Pemda?

 

Ratusan warga nelayan Pantai Merpati, Kelurahan Terang-Terang, Kecamatan Ujung Bulu, Bulukumba, Sulawesi Selatan menjadi korban penggusuran terkait pembangunan proyek Water Front City Bulukumba.

Aparat gabungan yang terdiri unsur Pemerintah Kecamatan Ujung Bulu, satuan Polisi Pamong Praja, aparat Kepolisian bahkan anggota TNI, Senin (31/01/2022), dikerahkan untuk merobohkan bangunan yang sudah puluhan tahun berdiri

Akibat rumah-rumah dan bangunan-bangunan yang ada diratakan dengan tanah, sebagian besar warga belum mendapat kepastian tempat tinggal dan kesulitan dalam bekerja.

Hasnah, salah satu perwakilan warga korban penggusuran mengungkapkan rela saja rumahnya digusur, hanya saja mereka butuh kepastian tempat tinggal pengganti yang layak agar bisa melanjutkan kehidupan dengan baik.

“Saya tidak keberatan jika digusur, namun tuntutan warga di sini harus ada relokasi karena kami tidak punya rumah selain yang ada di sini,” ungkapnya dalam konferensi pers yang dilaksanakan WALHI Sulsel, Jumat (04/02/2022).

Menurutnya, sebelum mereka digusur, warga telah beberapa kali melakukan aksi dan audiensi ke berbagai pihak untuk menyelesaikan konflik yang mereka alami. Namun nyatanya solusi yang didapatkan masih membuat warga merasa tidak adil.

“Kami sudah melakukan aksi beberapa kali ke Bupati dan DPRD. Bupati hanya memberikan janji pembuatan pemukiman nelayan namun belum pasti juga dilakukan. Di DPRD kami juga melakukan audiensi dan respons dari mereka untuk tetap bertahan jika belum ada tempat layak untuk menggantikan tempat tinggal,” jelasnya.

baca : Warga Kajang Hadang Alat Berat PT. Lonsum di Bulukumba. Ada Apa?

 

Aparat gabungan dari Pemerintah Kecamatan Ujung Bulu, satuan Polisi Pamong Praja, aparat Kepolisian dan anggota TNI menggusur pemukiman warga Pantai Merpati, Bulukumba, Sulsel untuk proyek Water Front City Bulukumba. Foto: WALHI Sulsel

 

Menurut Hasnah, saat ini yang dibutuhkan warga adalah kepastian lokasi tempat tinggal dan kerja.

“Kita meminta Bapak Bupati agar menyediakan tempat tinggal sementara kepada warga Pantai Merpati agar tetap beraktivitas dan juga tidak jauh dari lokasi mata pencaharian kami di Pantai Merpati,” katanya.

Salman, perwakilan dari Serikat Nelayan Bulukumba, turut menyayangkan sikap pemerintah yang tidak berpihak kepada warga di pesisir Pantai Merpati. Ia menilai tidak adanya itikad baik pemerintah menggusur tanpa adanya kepastian relokasi pasca digusur.

“Pemerintah mengatakan bahwa program ini masuk dalam RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah) dan warga di sini paham bahwa pesisir pantai adalah tanah negara. Yang jadi masalah adalah tidak adanya upaya solutif untuk mengakomodir aspirasi masyarakat agar tetap mendapatkan tempat tinggal yang layak setelah mereka digusur,” ujarnya.

Slamet Riadi, Kepala Departemen Advokasi dan Kajian WALHI Sulsel, menyatakan bahwa di setiap pembangunan kawasan pesisir yang dilakukan oleh pemerintah kerapkali ditemukan terjadi pengabaian hak-hak masyarakat.

“Ketika kita melihat kasus penggusuran hari ini, menjadi pertanyaan adalah untuk siapa pembangunan sebenarnya? Sementara ada 159 masyarakat pesisir Pantai Merpati Bulukumba yang tergusur yang kemudian diabaikan oleh negara,” katanya.

Slamet bilang pemerintah seharusnya merampungkan dulu kajian dan perizinan lingkungan terkait proyek yang akan dijalankan baru kemudian melakukan relokasi.

“Relokasi itu dilakukan ketika hak-hak masyarakat sudah terpenuhi, yakni hak atas perumahan dan penghidupan layak. Ini justru terbalik, digusur dulu baru tidak diberikan solusi. Apalagi, dalam peraturan perundang-undangan itu jelas mesti melibatkan dan mendengarkan keluhan dari masyarakat terdampak.”

baca juga : Perempuan Paling Terdampak Proyek Pembangunan Pesisir Makassar

 

Warga pesisir Pantai Merpati, Bulukumba yang tergusur dan belum mendapat tempat tinggal terpaksa harus tidur di ruang terbuka, menanti relokasi dari Pemkab Bulukumba, Sulsel. Foto : WALHI Sulsel.

 

Secara terpisah, Ady Anugrah Pratama, staf advokasi LBH Makassar, menilai tindakan penggusuran sangat terburu-buru, arogan dan mengabaikan hak-hak masyarakat yang sudah lama mendiami lokasi tersebut.

Menurut Ady, penggusuran tersebut adalah bukti nyata kegagalan pemerintah daerah dalam melaksanakan tata kelola pemerintahan merujuk pada UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pada ketentuan pasal 76 ayat (1) huruf b undang-undang tersebut menyebutkan bahwa ‘Pemerintah daerah dilarang membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok orang’.

“Harusnya sebagai pemerintah daerah, mempertimbangkan aspek tempat tinggal dan pekerjaan masyarakat, bukan justru memaksakan kehendak dengan melakukan penggusuran.”

 Diterangkan Ady bahwa upaya penggusuran paksa tersebut juga menjadi preseden buruk bagi pelaksanaan pemerintahan daerah di Bulukumba, di mana upaya paksa, mengorbankan warga dilakukan dengan dalih pembangunan.

“Penggusuran bisa dimaknai sebagai tindakan arogan dari pemerintah. Peristiwa ini menjadi penanda bahaya, tindakan yang sama bisa terjadi dikemudian hari, sehingga tindakan penggusuran seperti ini perlu dikoreksi oleh berbagai pihak sehingga tidak terjadi lagi di kemudian hari.”

Penggusuran ini juga dinilai merampas hak warga untuk mendapat tempat tinggal yang layak, merujuk pada Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 bahwa “Setiap orang berhak sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan”.

Protes juga disampaikan Pasakai, legislator PKS di DPRD Bulukumba. Menurutnya, jika Pemda Bulukumba ingin merubah konsep tersebut, maka harus melakukan pengurusan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) proyek Water Front City Bulukumba kembali.

baca juga : Basri Madung, Generasi Terakhir Pembuat Perahu Pinisi di Tana Beru Bulukumba

 

Bupati Bulukumba Muchtar Ali Yusuf telah meninjau langsung situasi kawasan Pantai Merpati dan berdialog dengan warga. Ia menjanjikan lokasi yang layak di kampung Situ Baru Kelurahan Bintarore. Foto : Humas Pemda Bulukumba.

 

Sudah Disiapkan Tempat Relokasi

Andi Ayatullah Ahmad, Humas Pemda Bulukumba saat dikonfirmasi, Sabtu (5/2/2022) menyatakan bahwa penggusuran tersebut adalah bagian dari upaya penataan pantai yang perencanaannya sudah dilakukan sejak masa periode bupati sebelumnya, Zainuddin Hasan (2010-2015). Pemda juga sudah menyiapkan tempat relokasi sementara yang merasa tidak memiliki rumah di luar lokasi.

“Aparat pemerintah membantu membongkar rumah warga yang memang rela dibongkar karena sudah bertanda tangan siap tinggalkan lokasi jika lahan pantai Merpati sudah mau digunakan oleh pemerintah,” katanya. Ia lalu menunjukkan sejumlah dokumen bukti kesediaan warga untuk direlokasi.

Water Front City ini merupakan program yang dicanangkan oleh Bupati Bulukumba periode 2010-2015, Zainuddin Hasan, untuk mengubah tampilan Pantai Merpati Bulukumba. Tertuang dalam Peraturan Daerah No. 21 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bulukumba. Dalam proyek ini dilakukan penimbunan pantai atau reklamasi.

Ayatullah menyatakan bahwa sehari setelah penggusuran tersebut, Bupati Bulukumba Muchtar Ali Yusuf telah meninjau langsung situasi kawasan pantai Merpati dan berdialog dengan warga.

Di wilayah Kelurahan Terang-Terang ini, Bupati meminta jajarannya membantu mengangkut material warga yang masih bisa digunakan, selanjutnya yang menjadi sampah untuk dikumpulkan atau dibersihkan karena lahan tersebut untuk sementara akan diratakan.

Bupati menemui langsung dan berdialog dengan warga yang masih memilih bertahan meski rumahnya di lokasi tersebut sudah dibongkar. Terungkap dalam dialog tersebut bahwa alasan warga masih bertahan oleh karena belum ada tempat relokasi yang disiapkan.

baca juga : Mengintip Hutan Kemasyarakatan di Bangkeng Buki’ Bulukumba

 

Panorama pesisir Pantai Merpati Bulukumba. Sulsel. Foto : Evi Indrawanto

 

Menanggapi hal tersebut, Bupati mengatakan pihaknya menyiapkan tempat penampungan sementara di kampung Situ Baru Kelurahan Bintarore, sehingga ia meminta warga untuk pindah ke sana.

“Saya sudah perintahkan BPBD untuk bangun tenda penampungan untuk tempat tinggal sementara bagi yang ingin pindah ke sana. Yang jelas di tempat ini sudah tidak bisa lagi bermukim karena akan segera dilakukan penataan,” ungkapnya dalam rilis Pemda Bulukumba.

Menurut Bupati, penataan yang dimaksud agar lokasi tersebut bisa tertata rapi, bersih dan cantik sebagai pusat kuliner. Sehingga lokasi Pantai Merpati nantinya bisa menjadi pusat ekonomi baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan UKM dan menyerap tenaga kerja. Sehingga ia meminta pengertian warga untuk pindah supaya pekerjaan penataan pantai bisa berjalan dengan baik.

“Kalau semrawut dan kumuh seperti ini, tidak ada orang yang mau datang berkunjung di tempat ini,” ujarnya.

 

Exit mobile version