Mongabay.co.id

Sabun Kopi, Cara Eka Besse Wulandari Bangkitkan Ekonomi Petani

 

Diantara lalu lalang pengunjung yang datang diacara Festival Pesona Kopi Agroforestry 2022 di gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Senayan, Jakarta, ada seorang perempuan berkacamata yang nampak ramah menyapa pengunjung dan berbagi pengalaman membuat produk pembersih badan.

Dengan duduk beralaskan karpet, ia nampak lihai mencampuradukkan berbagai bahan yang ada di depannya. Sementara, beberapa pengunjung berbaju dinas dari KLHK yang juga turut duduk sejajar, terlihat antusias mendengarkan penjelasan perempuan itu.

Tidak hanya mendengar, mereka juga leluasa mempraktikkannya. Seolah tidak mau melewatkan momen, satu diantaranya sesekali mengabadikannya dengan menggunakan handphone.

Perempuan itu adalah Eka Besse Wulandari (32), salah satu anggota Koperasi Akar Tani Bantaeng, yang pada siang itu berkesempatan hadir di stand pameran WALHI dan Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia (AP2SI) untuk berbagi pengalaman membuat sabun dari bahan kopi.

“Pada prinsipnya untuk pembuatan sabun itu hanya penggabungan antara minyak atau lemak dengan senyawa kimia NaOH, senyawa yang diketahui sebagai saponifikasi ini merupakan senyawa kimia tertua,” ujarnya kepada Mongabay Indonesia, Jumat (04/02/2022).

Umumnya, senyawa NaOH dikenal dengan soda api yang sangat berbahaya terhadap kulit. Sehingga saat proses pembuatan sabun harus menggunakan alat pelindung yang cukup, seperti kacamata, sarung tangan, dan masker untuk penutup mulut dan hidung.

baca : Hanya Kopi Arabika di Hati Masyarakat Gayo, Bukan Tambang Emas

 

Pengunjung belajar membuat sabun dari bahan kopi di Festival Pesona Kopi Agroforestry 2022. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tidak Menggunakan Bahan Pengawet

Lebih lanjut Eka, panggilan akrabnya menjelaskan, bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun kopi ini tidak memakai bahan pengawet. Agar busa sabun bisa tetap melimpah seperti sabun pada umumnya, salah satu campuran bahan yang digunakan yaitu minyak kelapa. Sementara, alat yang diperlukan adalah cetakan sabun, bisa loyang, baki plastik, pipa PVC dan kayu atau karton yang dilapisi plastik tipis.

Selain itu juga, timbangan dapur, sendok, blender atau alat pengocok telur dan wadah dari plastik. Sedangkan bahannya adalah kopi 1 sendok, minyak kelapa 200 gram, NaOH dan air 44 gram.

Proses pembuatannya dengan melarutkan NaOH ke dalam air sampai berwarna keputihan, kemudian didinginkan sampai larutan berwarna jernih. Kemudian larutan ditambahkan minyak dan diaduk sampai kental hingga terbentuk trace. Trace merupakan kondisi dimana sabun sudah terbentuk.

Selanjutnya ditambahkan pengharum, pewarna atau zat aditif lainnya, salah satunya seperti bubuk kopi. Hasilnya dituangkan ke cetakan, kemudian ditutup kain untuk insulasi.

“Dalam membuat sabun ini ada tiga jenis prosesnya. Ada yang cool process, hot process, dan sabun bening. Setelah dicetak, satu atau dua jam itu sudah padat. Meski begitu, untuk menggunakannya harus menunggu waktu dua minggu dulu,” jelas perempuan yang pernah belajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin Makassar ini.

baca juga : Video: Melirik Kopi Sebagai Bahan Bakar Nabati Potensial

 

Selain sabun, kopi juga bisa dijadikan salah satu bahan membuat lipbalm, body butter, body scrub dan parfum. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Bekerja Secara Kolektif

Istri dari Kurnaspar Qadri ini mengaku, untuk membuat produk pembersih ini awalnya dia belajar secara otodidak dengan mencari referensi di internet. Selain itu, juga melakukan konsultasi dengan temannya yang pernah kuliah farmasi.

Karena mempunyai ketertarikan yang serius, pada tahun 2016, dia memutuskan untuk mengikuti kursus membuat sabun natural di Tangerang, agar bisa membuat produk-produk kosmetik alternatif yang ramah lingkungan.

Awalnya produk sabunnya tidak hanya dari bahan kopi saja, ada juga kunyit yang mudah didapat di daerahnya. Dia baru fokus membuat sabun dari bahan kopi ini disaat bergabung dengan Koperasi Akar Tani pada 2018.

“Kalau kopi ini kan hanya sekali panen dalam setahun. Setelah panen, ibu-ibu petani kopi ini sudah tidak ada kegiatan lagi. Dari situ saya diajak teman-teman untuk mengembangkan produk dari kopi,” jelas Eka yang melakukan pendampingan di Desa Labbo, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, ini.

Untuk mendapatkan bahan kopi yang tersedia, lanjutnya, biasanya mereka menunggu kopi yang tidak lulus sortir. Kopi yang kualitas bagus itu diutamakan untuk dijadikan produk minuman. Sisanya untuk bahan pembuatan sabun. Selain sabun, Eka juga membuat lipbalm, body butter, body scrub dan parfum.

“Kita bekerja secara kolektif untuk membangkitkan ekonomi petani lebih besar,” tegasnya dengan bangga. Bagi Eka, keterlibatan petani-petani muda juga bisa membantu upaya konservasi untuk menjaga dan melestarikan lingkungan.

Saat ini produk sabun kopi masih belum bisa diproduksi secara masal, sebab masih terkendala administrasi. Sehingga untuk yang menggunakan atau membeli produk sabunnya baru di kalangan tertentu saja. Untuk itu, pihaknya sekarang ini juga fokus mengurus surat izin dari beberapa instansi, salah satunya adalah dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Selain itu, kendala lainnya yaitu modal.

menarik dibaca : Java Preanger : Menanam Kopi, Menuai Lingkungan yang Lestari

 

Eka Besse Wulandari (32) menunjukkan sabun dan body scrub disela berbagi pengalaman cara membuat produk pembersih badan itu di stand pameran Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dan Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia (AP2SI). Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Cukup Antusias

Produk turunan kopi berupa sabun ini merupakan hal yang baru, sehingga masih belum banyak diminati masyarakat umumnya. Hasri, ketua Lembaga Pengelola Hutan (LPH) dari Bantaeng saat dihubungi, Senin (07/02/2022) mengatakan, awalnya warga petani kopi setempat meragukan dengan adanya produk kosmetik dari bahan kopi ini.

Namun, setelah ada workshop “Kopi dan Perempuan” yang diadakan Balang Institut dengan mendatangkan Eka sebagai salah satu pemateri, akhirnya mereka percaya bahwa produk kopi itu tidak hanya sekedar untuk diminum. Akan tetapi bisa juga dijadikan bahan kecantikan.

Baginya, ini merupakan sesuatu yang menarik dan bisa dijadikan nilai tambah petani lokal. Untuk itu, dirinya mendorong dan mendukung ada produk turunan kopi ini. Karena disisi lain juga cukup membantu dalam mensosialisasikan produk kopi di Desa Labbo sebagai sebuah komoditas lokal.

“Ibu-ibu atau kaum perempuan ini cukup antusias, dan mereka tertarik untuk mengembangkan,” ujar Hasri. Tidak seperti biasanya, komoditas kopi ini akhirnya juga dipandang semakin berharga. Ketika berada ditangan yang tepat, kopi bisa dijadikan campuran berbagai bahan.

Untuk itu, dengan belajarnya ibu-ibu petani membuat produk turunan kopi, dia berharap perekonomian masyarakat setempat bisa ikut terdongkrak. Pengetahuan yang didapatkan dari teman-teman pendamping, kata Hasri, juga sangat berharga sekali bagi generasi muda.

Dia juga berharap, kedepan anak-anak muda ini akan semakin terbuka bahwa bertani itu merupakan aktivitas yang menyenangkan yang membantu perekonomian keluarga. Sehingga stigma terhadap petani yang identik dengan kotor, tanah, profesi yang berat, dll, itu bisa dihilangkan.

Apalagi, menanam kopi itu sama halnya dengan memperbaiki lingkungan hutan yang sudah rusak. Ketika petani menanam kopi secara otomatis mereka juga menanam pohon.

“Petani kopi adalah konservasionis, sehingga petani yang bertanam kopi itu adalah orang-orang yang peduli terhadap lingkungan,” pungkasnya.

 

Exit mobile version