Mongabay.co.id

Seekor Induk Dugong Terdampar di Pantai Sanur, Bagaimana Selanjutnya?

 

Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar mendapat laporan ditemukannya dugong (Dugong dugon) di Pantai Sanur, Denpasar, pada Selasa (15/12/2022) sekitar pukul 10.00 WITA. Dugong ditemukan oleh nelayan, Made Kelet dan kemudian bersama rekannya melaporkan ke grup percakapan kelompok perikanan.

Ketika Tim Reaksi Cepat tiba, kondisi Dugong sudah ditarik ke pinggir pantai oleh masyarakat. Dari hasil identifikasi dan pengukuran morfometri, Dugong betina ini panjangnya 253 cm dan lingkar badan 174 cm dalam kondisi mati membusuk (kode 3).

Dugong akhirnya dikubur tanpa nekropsi karena dinilai sudah membusuk di area pantai dengan jarak kurang lebih 15 meter dari batas pasang air laut. Proses penanganan ini melibatkan sejumlah pihak seperti PSDKP Benoa, Polairud Polda Bali, Polairud Resta Denpasar, BKSDA Bali, TCEC Serangan, dan masyarakat sekitar.

baca : Seekor Dugong Ditemukan Mati di Raja Ampat Dengan Sejumlah Luka

 

Petugas dari BPSPL Denpasar sedang mengukur seeekor Dugong yang mati terdampar di pantai Sanur, Bali, pada 15 Februari 2022. Foto : arsip BPSPL Denpasar

 

Kepala BPSPL Permana Yudiarsa mengatakan dari ukurannya, Dugong ini sudah dewasa dan dari 2 puting susunya, ia menduga masih menyusui. Bayi Dugong memang cukup lama disusui induknya, dan mereka selalu bersama selama beberapa tahun.

Dari pengamatan lokasi terdampar selama ini, populasi Dugong terbanyak di Bali ada di Sanur dan sekitar Nusa Dua. Bisa jadi individu yang sama mencari makan di pesisir Bali Selatan. Mamalia ini statusnya dalam perlindungan penuh.

Rencana konservasi di lokasi ini harus didukung dengan penetapan kawasan. Saat ini ada kawasan konservasi di Badung selatan yang sedang diusulkan. Dugong ini tidak hadir atau terlihat setiap saat, namun menurutnya, ada sejumlah hal yang perlu diantisipasi. Pertama, padatnya aktivitas transportasi kapal di kawasan Sanur sampai Badung selatan karena pusat akomodasi wisata dan lokasi penyeberangan laut.

Kedua, paparan limbah di laut karena Dugong adalah satwa herbivora sejati yang makan padang lamun. Dari salah satu hasil nekropsi penemuan Dugong di Kabupaten Buleleng, Bali utara, ditemukan kadar klorin melebihi ambang batas. Limbah domestik rumah tangga, pariwisata, atau pertanian yang bermuara di laut menurutnya bisa terakumulasi di padang lamun. “Makin lama makin menumpuk dan bisa berdampak buruk,” katanya.

baca juga : Kisah Pilu Dugong di Perairan Pulau Bangka

 

Dugong ditarik ke pantai Sanur, Bali untuk dikubur. Foto : arsip BPSPL Denpasar

 

Database penemuan Dugong di Bali

Dari sejumlah arsip dan catatan, penemuan Dugong selama satu dekade ini di Bali sedikitnya 5 kasus. Pada 14 Desember 2009, seekor bayi Dugong terdampar ke Pantai Tanjung Benoa, Badung. Mamalia laut itu kondisinya sangat lemah.

Pada 2015 dalam situs coral guardian didokumentasikan seekor dugong dilihat berenang di perairan dangkal selama 20 menit di Uluwatu, Badung. Pada 2 Oktober 2016 ditemukan dugong di Tanjung Benoa, Badung.

Berikutnya 20 Maret 2017, seekor Dugong ditemukan dalam kondisi lemas lalu mati di pesisir utara Bali, tepatnya Desa Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Diperkirakan panjangnya 2,5 meter, lebar 75 cm, dan beratnya sekitar 250 kg.

Dokter hewan mengidentifikasi kemungkinan kembung perut (bloat), merupakan penyakit alat pencernaan yang disertai penimbunan gas dalam lambung akibat proses fermentasi berjalan cepat. Bloat bisa disebabkan oleh beberapa faktor, faktor umum adalah mengonsumsi makanan yang mudah menghasilkan gas. Bisa juga karena faktor keracunan baik kimiawi maupun mikrobial.

Kemudian 7 Juli 2018, seekor Dugong mati terdampar di Pantai Padanggalak, Sanur, Denpasar. Panjang 2,08 meter, betina dan terdampar tali tambang plastik terikat di ekornya. Banyak luka seperti goresan baling-baling kapal dan sayatan pisau di ekor.

baca juga : Bangkai Dugong Diambil untuk Obat Tradisional, Ini Penjelasan PSPL Sorong

 

Seekor Dugong mati terdampar di pantai Sanur, Bali, pada 15 Februari 2022. Foto : arsip BPSPL Denpasar

 

Salah satu Rencana Aksi Nasional Dugong and Seagrass Conservation Project adalah mencegah perburuan dan pemanfaatan daging serta bagian tubuhnya. Ada banyak mitos terkait penggunaan bagian tubuh Dugong ini.

Sementara itu, sebaran kasus di Indonesia sejak 2009 sampai 2016 setidaknya 31 kasus Dugong terdampar. Data diperoleh dari informasi yang diberikan oleh first rensponder, relawan yang tergabung dalam jejaring mamalia laut terdampar di Indonesia, masyarakat lokal, atau melalui pencarian di internet dengan kata kunci “dugong terdampar”.

Anagka ini dikutip dari laman Universitas Udayana, oleh Windia Adnyana, dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang disampaikan pada Simposium Nasional Dugong dan Habitat Lamun di Bogor 20 – 21 April 2016.

Kesimpulannya, frekuensi kejadian dugong terdampar terbanyak di saat musim angin barat. Hal ini menunjukkan bahwa cuaca buruk adalah faktor resiko bagi keselamatan dugong.

Laporan kejadian dugong terdampar bervariasi dari satu hingga enam kasus per tahun. Laporan terbanyak (6 kasus) dicatat pada tahun 2011, masing-masing 5 kasus pada tahun 2012, 2014, 2015 dan 2016, 3 kasus pada tahun 2009, serta masing-masing 1 kasus dilaporkan pada tahun 2010 dan 2013.

baca juga : Warga Seram Potong-potong Dugong Mati Terdampar, untuk Konsumsi?

 

Dugong beberapa kali terdampar mati di Sanur, Denpasar, Bali. Foto : arsip BPSPL Denpasar

 

Dugong bisa terdampar dalam keadaan mati (17 kasus) atau masih hidup (14 kasus). Dalam konteks sebaran spasial, kejadian dugong terdampar dilaporkan di 27 lokasi yang termasuk di dalam 18 provinsi serta 8 dari 12 ekoregion laut yang ada di Indonesia.

Umumnya kejadian dugong terdampar hanya terjadi masing-masing sekali per lokasi (pada tingkat kabupaten), kecuali di Kepulauan Selayar (3 kasus), dan Kabupaten Minahasa Selatan (2 kasus) serta Tanjung Benoa Kabupaten Badung (2 Kasus), dan Kabupaten Bintan (2 kasus).

 

Exit mobile version